banner-detik
PARENTING & KIDS

Pesan dari Orang Tua untuk Calon Orang Tua, Ada yang dari Drakor Resident Playbook

author

RachelKaloh03 Jun 2025

Pesan dari Orang Tua untuk Calon Orang Tua, Ada yang dari Drakor Resident Playbook

Untuk calon orang tua, simak pesan dari mereka yang sudah lebih dahulu menjadi orang tua. Mungkin Anda memerlukannya!

Menjadi orang tua itu nggak ada sekolahnya. Saat anak dilahirkan, saat itu pulalah kita lahir menjadi orang tua. Kalau urusan persiapan melahirkan dan merawat bayi memang ada kelasnya, ilmu parenting pun juga kerap diadakan dan berbagai narasumber kompeten, seperti dokter dan psikolog yang ikut andil di dalamnya. Namun, ujian terberatnya adalah saat kita menjalaninya langsung. Meski tantangan yang dihadapi masing-masing orang tua itu berbeda, setidaknya pesan-pesan ini bisa jadi bekal supaya kalau pun Anda salah melangkah, nggak perlu berlari jauh untuk kembali ke jalur yang seharusnya. 

  1. “Jangan berharap kekhawatiranmu (terhadap anak) akan hilang setelah melahirkan!” -dr. Seo Jongmin, Resident Playbook.

Melahirkan adalah permulaan, bukan garis finish. Seorang ibu yang usianya sudah 70 tahun saja masih akan cemas dan khawatir akan anak mereka, meski saat itu anak sudah menjadi orang dewasa. Kalau nonton Resident Playbook, maksud dokter Seo di sini kurang lebih seperti ini: “Teruslah mencemaskan dan mengingatkan anak, karena itulah wujud dari rasa sayang kita padanya yang begitu besar.” 

2. “Persiapan materi nggak akan ada apa-apanya dibandingkan dengan mental yang akan menghadapinya langsung!”

Kebutuhan bayi kalau diikuti semua tentu tidak akan ada habisnya. Namun, bukan itu yang perlu kita khawatirkan, tetapi momen pasca-melahirkan dengan berbagai kejutannya. Pastikan diri kita juga siap akan hal-hal tersebut.

3. “Siap-siap tinggalkan idealisme yang ada dalam diri kita ketika anak lahir!”

Ada kalanya kita perlu mengalah dari idealisme yang selama ini tertanam dalam diri kita, apalagi ketika menjadi orang tua. Beberapa hal, bahkan hampir semua hal yang berbau parenting atau pola asuh itu perlu yang namanya penyesuaian. Niat mulia untuk nggak mau ngasih gadget ke anak; nggak mau pakai mbak; nggak mau anak makan MSG, dll, bisa saja harus pudar demi kewarasan kita saat benar-benar sudah menjadi ibu. Penyesuaian ini berlaku sepanjang kehidupan anak, saat balita nanti, beda lagi ceritanya, pun ketika anak semakin besar. 

4. “Waspada berbagai perlatan bayi yang (kita pikir) dibutuhkan”

Berapa banyak ibu-ibu di sini yang sudah mempersiapkan peralatan bayi super lengkap tapi sampai anaknya sudah besar, nggak pernah disentuh sama sekali? Tidak ada salahnya mencari tahu, mungkin saudara atau kerabat dekat punya barang-barang dari daftar kebutuhan Anda. Percayalah, daripada beli, let’s just normalise using preloved yang masih layak pakai. 

5. “Hamil mungkin terasa berat, tapi menyusui is another level of struggle.

Masing-masing calon ibu punya pengalaman hamil yang berbeda-beda. Ada yang hamilnya lancar, bahkan bisa terus beraktivitas berat tanpa ada keluhan. Tapi, tidak sedikit juga yang hanya bisa bedrest dari awal kehamilan sampai bayinya lahir. Itu baru momen ketika hamil! Saat bayi lahir, beda lagi pengalaman menyusui yang akan kita hadapi. Berbagai tantangan menyusui mungkin akan mengisi kehidupan Anda. Namun, teruslah berusaha dalam memberikan ASI, andalkan konselor laktasi bila mengalami masalah seputar menyusui.

Baca juga: 43 Rekomendasi Konselor Laktasi di Indonesia, Dapatkan ASI Ekslusif

6. “Percaya dan yakin pada kemampuan diri sendiri itu penting!”

Lagi-lagi, perbedaan pengalaman setiap ibu bukan untuk dibanding-bandingkan, demikian pula dengan pola asuh yang nanti kita terapkan pada anak. Selama seorang ibu punya rasa percaya diri dan keyakinan bahwa dirinya mampu menjalani perannya sebagai ibu, maka seberat apapun kehidupan sebagai orang tua pasti akan bisa dijalani.

7. “Perubahan peran memengaruhi kehidupan pernikahan dan hubungan dengan pasangan.”

Perubahan peran dari hanya sepasang suami istri, menjadi pasangan suami istri dengan anak kerap dapat memicu gejolak antara Anda dan pasangan. Balik lagi, penyesuaian perlu selalu dilakukan. Pastikan dengan peran baru sebagai Ibu maupun Ayah, Anda tidak melupakan peran masing-masing yang juga sebagai pasangan (suami maupun istri). Komunikasi perlu selalu dijaga dan dibina. 

Baca juga: 11 Kebiasaan yang Tanpa Disadari Bisa Menghancurkan Pernikahan

8. “Anak itu bukanlah hak milik, tapi titipan dari Yang Maha Kuasa”

Sebesar apapun rasa cinta kita pada anak, kita perlu ingat bahwa anak adalah titipan dari Tuhan, bukan milik kita sepenuhnya. Sebagai orang tua yang punya andil besar terhadap canvas kehidupan anak, kita perlu menghargai pribadi anak. Kita wajib memberikan cinta, memenuhi tanggung jawab kita sebagai orang tua untuk mendidik dan mengarahkan anak, tanpa ekspetasi timbal balik. Contoh kongkretnya: Mendidik anak bukan dengan cara menguasai dan mengendalikan mereka sepenuhnya. Anak punya jalan hidupnya sendiri, jiwanya sendiri dan takdir yang Tuhan tetapkan untuknya. Ketika anak dewasa dan berhasil, kita bisa dengan bangga melepasnya memperoleh keberhasilannya sendiri, bukan bangga karena kita berhasil membentuk anak sesuai dengan keinginan pribadi kita. 

9. “Anak mengimitasi orang tuanya, maka ketika menjadi orang tua, tanggung jawab kita berkali-kali lebih besar.”

Saat kita menjadi seorang atasan, orang-orang yang kita kepalai mungkin tidak akan menyerap 100% dari yang kita berikan. Mereka adalah orang dewasa yang mampu memilah mana yang perlu dan tidak perlu diteladani. Sementara, seorang anak ibarat secarik kertas kosong, di mana kitalah orang pertama yang akan membuat coretan. Setiap tindakan yang kita lakukan, itulah yang akan anak lakukan. Maka ketika kita melakukan sesuatu yang buruk, jangan lalu heran ketika anak melakukannya juga. Sebaliknya, momen menjadi orang tua ini justru bisa kita jadikan sebagai kesempatan untuk memulai hal baik, seperti berhenti merokok, mulai rajin olahraga, menjalani hidup yang lebih bermakna, maupun berbagai hal baik lainnya. 

10. “Support system adalah kunci keselarasan hidup berkeluaga”

Hanya dengan adanya support system yang memadai, sebuah keluarga bisa hidup dengan tenang! Mulai dari siapa yang membantu istri menjalani masa nifas, siapa yang jaga anak bila istri berniat kembali bekerja, pun apa yang bisa dilakukan supaya istri bisa menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga dan tetap bisa menjalani kegiatan yang ia gemari, semua ini perlu dipikirkan, dicermati, dibahas dan direncanakan oleh calon orang tua, yes! Anda dan pasangan! Percayalah, meski hidup tetap berat untuk dijalani, adanya support system akan memampukan kita menjalani peran sebagai orang tua yang sehat secara mental. Dan hal ini merupakan kunci keberhasilan sebuah keluarga.

Image by tirachardz on Freepik

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan