Sorry, we couldn't find any article matching ''

Paternity Leave: Mengapa Cuti Ayah Penting? Ini Jawaban Langsung dari Para Ayah
Bertanya langsung kepada para ayah, berikut alasan kenapa paternity leave itu penting dan dibutuhkan oleh para suami sekaligus ayah di luar sana.
Kalau bicara soal cuti melahirkan, yang sering muncul dalam pikiran banyak orang biasanya adalah maternity leave. Namun, sejak keluarnya Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak Nomor 4 Tahun 2024 yang mengatur cuti untuk ayah (paternity leave), perbincangan tentang peran ayah di momen kelahiran anak semakin relevan. Sebab, kelahiran bukan hanya perjuangan ibu, tetapi juga momen penting bagi ayah untuk hadir secara penuh.
Dalam UU tersebut, cuti yang diberikan kepada para suami disebut sebagai cuti pendampingan istri. Melansir laman Database Peraturan BPK RI, suami berhak mendapatkan jatah cuti dalam dua situasi, yaitu saat masa persalinan dan keguguran. Pada masa persalinan, suami mendapatkan cuti selama 2 hari dan bisa diperpanjang dengan tambahan 3 hari sesuai kesepakatan. Saat mengalami keguguran, suami berhak cuti selama 2 hari.
Sebagai perbandingan, ibu yang bekerja berhak atas cuti melahirkan minimal 3 bulan dan dapat diperpanjang hingga 3 bulan tambahan bila memiliki kondisi khusus disertai surat keterangan dokter. Perbedaan lama paternity leave dan maternity leave ini pula yang kerap menjadi sorotan publik. Padahal—pun telah disebutkan berulang kali, peran suami sangat krusial dalam menemani istri saat sebelum, ketika, dan sesudah persalinan.
Untuk di Indonesia sendiri, paternity leave atau cuti ayah juga masih amat minim praktiknya. Seperti yang dirangkum dalam laman CNBC Indonesia, baru 14% perusahaan di Indonesia yang memberikan cuti khusus ayah bagi pegawai laki-laki yang membutuhkan.
Lewat obrolan dengan beberapa ayah, berikut alasan kenapa paternity leave itu penting dan layak diperjuangkan.
BACA JUGA: 10 Peran Penting Ayah agar Anak Perempuan Tak Salah Pilih Pasangan
Alasan Para Ayah Butuh Paternity Leave
Foto: Pexels
Membersamai istri dan bayi pascapersalinan seharusnya bukan hal yang sulit dijangkau. Meski begitu, regulasi pemerintah mengenai paternity leave di Indonesia nampaknya belum diterapkan secara merata di beberapa tempat kerja. Jadi, beberapa ayah pun justru mengambil jatah cuti tahunan untuk mendampingi istri dan merawat bayi di rumah. Berikut tanggapan beberapa ayah tentang paternity leave di Indonesia.
1. Untuk hadir bukan sekadar fisik, tetapi juga emosional
Menurut Adith (33) yang saat ini memiliki satu anak laki-laki (5), paternity leave wajib ada di setiap perusahaan dan para pegawai laki-laki/suami/ayah pun juga berhak mengambilnya. Kenapa?
Ia menjelaskan lebih lanjut bagaimana kehadiran suami pada saat sebelum, ketika, dan sesudah istri melahirkan sangatlah penting. Momen-momen ketika melihat perjuangan istri sampai mendengar tangisan pertama anak adalah waktu yang tak tergantikan.
Menurutnya, kehadiran dan keterlibatan suami bisa tanpa disadari berpengaruh besar pada kesejahteraan istri dan bayi. Misalnya, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya baby blues pada istri, mempercepat keluarnya ASI, dan menjalin ikatan sejak awal dengan si kecil. Momen-momen inilah yang tak bisa diulang dan sangat penting didapatkan para ayah. Dengan hadirnya suami, istri pun bisa mendapatkan keamanan dan ketenangan pikiran.
“Jadi, sebagai suami, paternity leave bukan sekadar kita hadir physically pada saat anak kita lahir, tapi (juga) hadir secara batin, moral, (dan) emosional, dengan begitu sedikit banyak kita bisa merasakan apa yang istri kita rasakan,” pungkasnya.
2. Paternity leave tidak bisa disamakan dengan cuti biasa
Beberapa ayah tidak bisa mengambil paternity leave karena terhalang ketentuan perusahaan yang tidak memberikan keuntungan cuti ayah pada pegawai laki-lakinya. Alhasil, jatah cuti tahunan pun terpakai.
Situasi tersebut juga dialami oleh Ekki (38) yang kini memiliki satu anak laki-laki (8). Ia mengaku tidak pernah menerima fasilitas cuti ayah selama 14 tahun bekerja. Lanjutnya, ia menjelaskan bahwa paternity leave adalah special case yang cukup urgent!
“Menurut saya ini penting karena mendampingi istri ketika melahirkan adalah special case yang cukup urgent (yang) harus dilakukan seluruh calon ayah, tanpa memakai jatah annual leave yang disediakan perusahaan,” jelasnya.
Menurutnya, cuti ayah dan cuti biasa harus punya ketentuan yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Paternity leave tidak seharusnya menggunakan cuti tahunan yang disediakan perusahaan.
3. Belajar arti pengorbanan
Merasakan dan menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan istri kala melahirkan membuat RAP (36) sadar bahwa melahirkan bukanlah hal yang sederhana, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Melihat bagaimana istri menahan rasa sakit luar biasa selama persalinan membuat ayah dari satu anak perempuan (8) ini paham bahwa keberadaan suami saat istri melahirkan sangatlah penting. Salah satunya juga ketika menemani dan memberikan dukungan kepada istrinya yang sedang mengalami kontraksi. Melihat cerita RAP, tentu saja paternity leave penting dan harus terpisah dari cuti biasa.
4. Dukungan moral dan fisik sangat dibutuhkan
Perihal paternity leave, Aul (29) menjadi salah satu yang menggunakan fasilitas tersebut dari perusahaannya. Meskipun begitu, ia mengaku bahwa cuti 2–3 hari saja terlampau singkat dan jauh dari kata cukup. Ayah dari satu bayi laki-laki (15 bulan) ini menjelaskan bahwa peran suami amat dibutuhkan untuk menjadi support system seluruh aspek—baik fisik dan moral—bagi sang istri pascamelahirkan.
5. Ambil hak cuti ayah karena sudah ada payung hukum
Selagi sudah ada payung hukum yang menaungi peraturan paternity leave, RAK (55) menganjurkan para pegawai laki-laki untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Menurut ayah dari dua anak perempuan (23 dan 18 tahun), pendampingan ayah di momen kelahiran seharusnya tidak dipandang sekadar tanggung jawab suami, bukan pula semata hak istri. Cuti ayah penting supaya suami bisa terlibat secara penuh dalam proses kelahiran anaknya.
Sebagai penutup, paternity leave bukan hanya soal cuti kerja, melainkan kesempatan berharga bagi ayah untuk hadir penuh di momen awal kehidupan anak, mendampingi istri, dan memperkuat fondasi keluarga sejak hari pertama.
Ditulis oleh: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: Pexels
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS