Anak Punya Teman Toxic di Sekolah? Ini 5 Cara Tepat Menghadapinya dari Psikolog

Education

Mommies Daily・in 3 hours

detail-thumb

Drama di sekolah bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anak kita. Ini tips buat para orang tua jika anak punya teman toxic di sekolah.

Pertemanan adalah bagian penting dalam proses tumbuh kembang anak, terutama saat mereka mulai berinteraksi di lingkungan sekolah. Namun, tidak semua anak beruntung bisa mempunyai teman-teman yang suportif, berkelakuan manis, dan menjalani. hubungan pertemanan yang membawa dampak positif. 

Sebagian anak yang lain apes karena yang seharusnya bisa bermain dan belajar dengan bahagia di sekolah, malah harus mengalami toxic friendship. Ketemu dengan teman-teman yang mengganggu dan seringkali, tanpa sebab, anak dimusuhi -teman-temannya. 

Sebagai orang tua, saat tahu anak menghadapi teman toxic di sekolah tentu menimbulkan perasaan gemas, sedih, khawatir, dan marah. Tapi penting buat orang tua untuk tidak gegabah dalam bertindak. 

BACA JUGA: 7 Ciri Orang Tua yang Terlalu Fokus pada Nilai Akademik Anak dan Pendapat Psikolog

Apa Sih yang Dimaksud dengan Toxic Friendships?

Toxic friendship itu hubungan pertemanan yang bikin salah satu atau dua-duanya nggak sehat secara emosional. Bentuknya bisa macam-macam, misalnya teman yang sering merendahkan atau mengkritik berlebihan, suka mengontrol dan nggak menghargai batasan. Hanya mau dekat kalau ada maunya. Intinya, ini pertemanan yang lebih banyak bikin capek hati daripada bikin bahagia,” terang Irma Gustiana A, M.Psi, Psikolog, PGCertPT.

“Kalau anak terjebak di pertemanan kayak gini, efeknya bisa lumayan berat. Turun rasa percaya diri karena sering diremehkan atau dibanding-bandingkan. Stres dan cemas tiap mau ketemu si teman itu. Sulit fokus belajar karena pikiran kebawa masalah pertemanan. Merasa sendirian walau punya teman, karena nggak bisa jadi diri sendiri,” imbuh Parenting Coach dan pendiri klinik psikologi Ruang Tumbuh ini.

Foto: drobotdean/Freepik

Bantu Anak Mengenali Perilaku Teman yang Baik dan yang Toxic

Mengenali ciri-ciri teman yang mengganggu di sekolah akan membantu anak Mommies. Selain bisa menghindari toxic friendship, juga menghindarkan dia dari menjadi teman yang toxic. 

Contoh perilaku dalam toxic friendship:

  • Mengucapkan kalimat manipulatif seperti “Kalau kamu nggak ikut, aku nggak mau temenan lagi.”
  • Membuat orang lain merasa tidak berharga.
  • Sering mengecualikan anak Mommies dari kegiatan kelompok di kelas untuk membuatnya merasa tersisih.
  • Hanya bicara tentang diri sendiri tanpa mendengarkan orang lain.
  • Memaksa orang lain melakukan hal yang tidak sesuai nilai atau keinginannya.
  • Berusaha menjauhkan anak Mommies dari teman-temannya yang lain.
  • Tidak menghormati batasan pribadi dan keinginan orang lain.

Sebaliknya, pertemanan sehat ditandai dengan:

  • Menghargai penampilan, kemampuan, dan batasan teman-temannya.
  • Mendengarkan saat temannya menyampaikan kekhawatiran.
  • Ikut senang saat temannya bahagia, berempati ketika temannya bersedih.
  • Mengerti bahwa teman-temannya memiliki hubungan dan aktivitas lain yang juga penting.
  • Bersedia meminta maaf jika menyakiti perasaan orang lain.

BACA JUGA: Begini Cara Membangun Body Confidence pada Anak Remaja di Era TikTok

Orang Tua Harus Bagaimana jika Anak Jadi Korban Toxic Friendship?

Saat anak dimusuhi temannya atau mengalami toxic friendship, reaksi spontan orang tua mungkin ingin langsung turun tangan. Namun, pendekatan yang agresif justru bisa mempermalukan anak. Berikut beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan:

1. Validasi Perasaan Anak

Langkah pertama adalah mendengarkan dan mengakui perasaan anak. Tunjukkan empati dan hindari menghakimi. Dengan begitu, anak Mommies akan merasa aman untuk bercerita dan terbuka tentang masalahnya. Hindari kalimat seperti “Ah, itu cuma bercanda,” karena bisa membuat anak merasa tidak dimengerti.

2. Ajari Anak Menolak Tekanan Toxic

Latih anak untuk berani mengatakan “tidak” saat diminta melakukan sesuatu yang tidak sesuai nilai mereka. Mulailah dari kebiasaan kecil di rumah agar mereka terbiasa bersikap tegas di luar. Misalnya, jika anak tidak ingin ikut bergosip, ajari mereka untuk berkata, “Aku nggak mau ngomongin orang lain. Yuk main yang lain aja.

3. Dukung Pertemanan Sehat

Kenali teman-teman anak Mommies dan dorong interaksi positif. Misalnya, dengan mengundang mereka bermain di rumah, mengadakan kegiatan kelompok, atau sekadar ngobrol santai saat menjemput anak di sekolah. Orang tua yang mengenal lingkungan sosial anak akan lebih mudah mendeteksi jika ada dinamika yang tidak sehat.

4. Bangun Kemampuan Problem Solving

Ajak anak berdiskusi tentang cara menghadapi masalah sosial. Tanyakan pendapat mereka dan bantu menyusun strategi yang bisa diterapkan saat menghadapi konflik. Misalnya, “Kalau kamu merasa tidak nyaman saat dia mengejek kamu, apa yang bisa kamu lakukan?”

5. Jaga Komunikasi Terbuka

Ciptakan ruang aman untuk anak berbagi cerita. Hindari interogasi, dan fokuslah pada mendengarkan serta memahami sudut pandang mereka. Anak yang merasa didengar akan lebih percaya diri dan lebih siap menghadapi tantangan sosial.

6. Pahami Tantangan Generasi Anak Mommies

Lingkungan sosial anak saat ini sangat dipengaruhi oleh media sosial. Orang tua perlu memahami konteks ini agar bisa memberikan dukungan yang relevan. Misalnya, konflik teman yang mengganggu bisa terjadi bukan hanya di sekolah, tapi juga lewat grup chat atau komentar di media sosial.

Foto: karlyukav/Freepik

Ajarkan Anak Hadapi Teman yang Toxic dengan Santai

Anak mungkin tidak selalu tahu cara merespons perilaku buruk teman yang mengganggu secara tepat. Berikut beberapa strategi yang bisa orang tua ajarkan:

  1. Abaikan atau pergi: menghindari konfrontasi langsung bisa meredakan konflik. Anak bisa memilih untuk tidak menanggapi ejekan dan pergi. Biasanya teman yang senang mengganggu itu akan kehilangan semangat ketika tahu korbannya tetap tenang dan merespon gangguannya dengan santai namun tegas.
  2. Tegaskan batasan: ajari anak untuk mengatakan, “Berhenti berkata kasar,” atau “Aku nggak suka kalau kamu mengejek.”
  3. Sebutkan perilaku buruk: anak bisa mengatakan, “Kamu sedang bersikap tidak baik tapi saya nggak akan terpengaruh,” untuk menunjukkan bahwa mereka menyadari dinamika yang terjadi.
  4. Respons tak terduga: untuk anak yang lebih besar, respon kocak seperti “Oeek, oeeek, aku kan memang masih bayiii” saat temannya mengejek dia sebagai anak manja bisa membuat pelaku bingung dan menghentikan perilaku buruknya.
  5. Berani bilang tidak: dukung anak untuk menolak ajakan yang tidak sesuai nilai dan prinsip mereka, terutama jika melibatkan tindakan yang melanggar aturan dan hukum (baik aturan dan hukum agama, maupun pemerintah). 

3 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Orang Tua

Kalau anak Mommies cerita soal teman toxic di sekolah, Mommies perlu merespon dengan hati-hati. Psikolog Irma menyarankan tiga poin yang sebaiknya tidak dilakukan orang tua:

  1. Jangan langsung menyalahkan anak misalnya dengan bilang, “Makanya kamu jangan terlalu baik sama orang!” Ini bikin anak merasa nggak aman untuk cerita lagi.
  2. Jangan meremehkan perasaannya misalnya Mommies merespon dengan bilang, “Ah, itu cuma bercanda, nggak usah baper.” Ini bikin anak merasa emosinya nggak valid.
  3. Jangan langsung memutus hubungan sepihak. Contohnya Mommies mengatakan, “Udah, besok kamu jangan main sama dia lagi!” Kadang anak butuh proses untuk keluar dari lingkaran toxic friendship.

Hindari Sikap Reaktif

Sebagai orang tua, penting untuk tidak langsung melabeli anak lain sebagai “bully” atau “toxic” tanpa memahami latar belakang perilakunya. Bisa jadi anak itu juga sedang mengalami masalah emosional atau kurang pemahaman sosial. Fokuslah pada pengembangan keterampilan anak sendiri dalam menghadapi situasi sulit penguatan mental.

Ingat, tujuan utama bukan untuk menghukum anak lain, melainkan membekali anak kita dengan alat untuk bertahan dan berkembang dalam lingkungan sosial yang kompleks.

BACA JUGA: 7 Alasan Anak Tidak Dekat dengan Ayah, Ini Solusi Terbaik dari Psikolog!

Cover: freepic.diller/Freepik