Anak Selebgram Afifah Riyad Alami Kekerasan oleh Susternya, Simak Dampak Kekerasan pada Anak Ini

Parenting & Kids

Katharina Menge・in 2 hours

detail-thumb

Tiada orang tua yang ingin anaknya mengalami kekerasan dari ART sendiri, termasuk selebgram Afifah Riyad. Berikut dampak kekerasan yang bisa dialami anak.

Kekerasan pada anak oleh baby sitter atau ART (Asisten Rumah Tangga) terjadi lagi. Kali ini, kasusnya datang dari selebgram Afifah Riyad dan putrinya. Afifah mengunggah video rekaman CCTV yang menunjukkan bukti aksi kekerasan suster anaknya di Instagram pada Sabtu (9/8/2025). Setelah itu, ia pun menginterogasi pengasuhnya dan mengunggah video tersebut ke akun TikTok-nya.

Rekaman CCTV yang tersebar di media sosial memperlihatkan bagaimana pengasuh putrinya yang baru berusia 2 tahun diperlakukan dengan kasar, seperti ditarik dengan keras dan dibentak. Aksi tersebut terjadi di rumah tetangga Afifah Riyad ketika si pengasuh dan putri Afifah berkunjung untuk bermain dengan anak tetangga tersebut.

BACA JUGA: Deretan Kasus Penganiayaan Karyawan, Terbaru Anak Bos Toko Roti Aniaya Pegawai

Kasus Kekerasan pada Anak oleh Baby Sitter atau ART

Foto: Freepik

Mommies dan Daddies yang menonton rekaman CCTV itu tentu pilu melihatnya, apalagi yang punya anak seumuran. Memang miris, tetapi sebenarnya banyak kasus-kasus kekerasan baby sitter atau ART pada anak yang pernah terjadi sebelumnya.

1. ART Aniaya Anak di Palembang (2025)

Pada awal 2025, terdapat kasus penganiayaan ART terhadap anak majikannya di Palembang seperti dikutip dari detikcom. Aksi tersebut diderita oleh dua anak majikannya yang berusia 11 bulan dan 2 tahun 8 bulan. Bukti menunjukkan bahwa si pengasuh menampar pipi dan memukul anak sang majikan.

2. Kasus Penganiayaan Anak Selebgram Aghnia Punjabi (2024)

Ramai tahun lalu, kasus penganiayaan pada anak selebgram Aghnia Punjabi oleh baby sitter membuat netizen geram. Seperti dilansir dari detikcom, si pengasuh yang bernama Indah Permatasari terbukti memukul dan menindih korban sampai luka-luka dan cedera. Ia pun divonis 3,5 tahun penjara.

3. Kasus Kekerasan di Day Care Kiddy Space, Depok (2024)

Melansir portal Berita Depok, terdapat kasus kekerasan terhadap balita berusia 1,3 tahun yang dilakukan oleh pengasuh tempat penitipan anak Kiddy Space. Setelah diselidiki, day care tersebut ternyata beroperasi secara ilegal.

4. ART Aniaya Anak Majikan di Semarang (2024)

Seperti dilaporkan detikcom, tertangkap seorang ART bernama Masiroh yang menganiaya anak majikannya berulang kali. Saat itu, korban berusia 3 tahun dan aksi pengasuhnya terekam CCTV.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2024, jumlah kekerasan fisik dan psikis pada anak terkumpul sebanyak 9.728 kasus. Tak hanya itu, data ini juga menunjukkan rincian jumlah kasus tiap jenis kekerasan di setiap provinsi. Secara total, kasus kekerasan terhadap anak terhitung sejumlah 25.559 laporan. Berikut rinciannya secara keseluruhan:

  • Kekerasan Fisik: 4.890
  • Kekerasan Psikis: 4.838
  • Kekerasan Seksual: 11.771
  • Eskploitasi: 279
  • TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang): 220
  • Penelantaran: 1.381
  • Lainnya: 2.180

Dampak Kekerasan Fisik dan Verbal terhadap Anak

Baik kekerasan verbal dan fisik, bentuk keduanya terhadap anak sama-sama menimbulkan dampak yang signifikan yang pengaruhnya bisa berkelanjutan sampai mereka berusia dewasa. Simak dampak kekerasan pada anak usia 2–5 tahun berikut seperti dilansir dari laman Better Health Channel.

  1. Jadi lebih lengket pada orang tua, misalnya selalu mengikuti orang tua ke mana pun di rumah.
  2. Kesulitan melakukan hal-hal dasar, seperti tidur, makan, ke toilet, atau berkonsentrasi. Kadang tampak seperti umurnya mundur atau bertingkah lebih kekanak-kanakan.
  3. Perubahan suasana hati, seperti anak tampak tidak lagi menikmati kegiatan yang dulu mereka sukai atau tampak murung, diam, dan tidak bersemangat.
  4. Perubahan perilaku, seperti mudah marah atau agresif terhadap orang tua atau teman.
  5. Rasa takut meningkat, misalnya tampak pada perilaku mudah terkejut, muncul ketakutan baru, sering bermimpi buruk, sering membicarakan kejadian yang menakutkan (bahkan memunculkannya saat menggambar atau bermain), tidak merasa tenang meski sudah diajak bercerita, dan takut pada hal-hal yang sebelumnya tidak menakutkan.
  6. Keluhan fisik tanpa sebab medis yang jelas, seperti sakit perut, sakit kepala, kelelahan, atau keluhan lainnya.
  7. Menyalahkan diri sendiri, anak kecil sering salah paham tentang peristiwa traumatis dan mengira itu terjadi karena kesalahan mereka.

Mommies Daily juga bertanya langsung pada Praktisi Psikologi Anak, Aninda, S.Psi, M.Psi.T. Menurutnya, kekerasan pada anak kemungkinan besar mengguncang area psikologis anak. Untuk kasus ini, anak bisa jadi tidak percaya kepada orang dewasa lain selain orang tuanya. Bahkan, dampak berat seperti trauma bisa saja terjadi.

Aninda menambahkan, beberapa anak juga kemungkinan bisa melakukan kekerasan balik pada lingkungan yang bisa mereka kendalikan, seperti pada adiknya atau teman yang lebih inferior darinya. Dampak lainnya juga bisa terjadi, seperti anak bisa saja merasa tidak berharga, bahkan merasa pantas diperlakukan seperti itu.

Anak Mengalami Trauma? Berikut Hal-hal yang Perlu Dilakukan Orang Tua

Foto: Freepik

Masih mengutip laman yang sama, orang tua bisa melakukan hal-hal berikut untuk mendampingi anak yang trauma.

  1. Untuk orang tua sendiri, persiapkan diri dan cari support system untuk mengelola rasa syok dan emosi yang muncul.
    Saat anak bercerita, upayakan tetap tenang.
  2. Yakinkan anak bahwa kejadian itu sudah berakhir dan mereka sekarang aman. Kadang, hal ini perlu dilakukan berkali-kali.
  3. Tanyakan apa yang mereka pikirkan tentang kejadian itu. Sering kali kekhawatiran anak muncul karena pemahaman yang kurang tepat, sehingga bisa diluruskan.
  4. Beri tahu anak bahwa orang tua akan membuat mereka aman, bagaimana caranya, dan bisa melindungi anak kalau itu terjadi lagi.
  5. Akui perasaan takut anak dan beri waktu bagi mereka untuk belajar mengatasinya.
  6. Lindungi anak dari hal-hal yang mengingatkan pada trauma, seperti program TV, cerita, film, atau tempat yang berkaitan.
  7. Bantu anak mengenali perasaannya dengan berdiskusi.
  8. Pahami bahwa anak bisa kembali berperilaku seperti anak yang lebih kecil. Beri kelonggaran pada aturan rumah jika perlu, karena ini membantu mereka merasa aman dan percaya diri lagi.
  9. Orang tua perlu siap menghadapi perilaku sulit atau berbeda dari biasanya sebagai bagian dari proses pemulihan.

Menurut Aninda, pendampingan yang bisa orang tua berikan pada anak yang mengalami trauma (atau diduga trauma) adalah dengan membawa ke psikolog dan memberikan dukungan total untuk pemulihan psikis anak di rumah. Aninda pun berkata bahwa penting untuk orang tua bisa menempatkan diri di posisi anak alias berempati.

“Mungkin tidak bisa diburu-buru, mungkin harus baby steps, tapi tidak apa-apa karena mau sekecil apapun prosesnya itu merupakan suatu progres.” tutup Aninda.

Tips Saat Menitipkan Anak pada Baby Sitter atau ART di Rumah

Tentu tidak ada orang tua yang ingin anaknya mengalami kekerasan. Supaya bisa berhati-hati, simak beberapa tips ketika menitipkan anak pada baby sitter atau ART di rumah.

  1. Lakukan seleksi secara ketat, seperti latar belakang, referensi, dan pengalaman kerja calon pengasuh.
  2. Luangkan waktu beberapa hari untuk mengenalkan anak pada pengasuh dan amati interaksi mereka.
  3. Jelaskan rutinitas anak dan pasang aturan khusus seperti pantangan makanan atau kebiasaan tertentu.
  4. Beri panduan tertulis mengenai tanggung jawab, larangan, dan cara menangani keadaan darurat.
  5. Pasang alat pemantau seperti CCTV di rumah untuk memantau kegiatan sehari-hari.
  6. Perhatikan perubahan perilaku anak dan waspada ketiak mereka menunjukkan perilaku tak biasa.
  7. Pastikan anak bahwa mereka bisa bercerita pada orang tua jika ada hal yang membuat mereka tidak nyaman.

Menitipkan anak pada baby sitter atau ART memang membutuhkan kepercayaan besar, tetapi tetap harus diiringi pengawasan dan komunikasi yang baik. Semoga artikel ini bisa membantu Mommies dan Daddies untuk selalu berhati-hati. Keselamatan dan kebahagiaan anak adalah prioritas utama yang tak boleh dikompromikan.

BACA JUGA: 18 Pertanyaan yang Sering Saya Ajukan untuk Calon Asisten Rumah Tangga

Ditulis oleh: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo

Cover: Freepik