Sorry, we couldn't find any article matching ''

Kurikulum Indonesia Sering Berubah, Ini Dampaknya bagi Siswa dan Orang Tua
Ada 11 kurikulum pendidikan di Indonesia sejak awal masa kemerdekaan hingga sekarang. Perubahan ini kerap menimbulkan keresahan.
Selama 79 tahun setelah Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan telah mengalami sejumlah perubahan. Biasanya perubahan ini beriringan dengan pergantian menteri. Setiap kurikulum berubah, masyarakat pasti akan dikenalkan dengan istilah dan sistem pembelajaran yang baru. Pada akhirnya, baik siswa, guru, satuan pendidikan, dan orang tua harus menyesuaikan lagi.
Sejauh ini, sudah ada 11 kurikulum yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia, dari kurikulum yang masih dipengaruhi kolonial sampai berkembang menjadi Kurikulum Merdeka. Setiap kurikulum memiliki fokus dan sistem yang berbeda. Akan tetapi, apa yang menyebabkan kurikulum di Indonesia sering diubah? Lantas, bagaimana dampaknya pada siswa dan orang tua?
Urutan Kurikulum di Indonesia
Berikut urutan kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia dari awal masa kemerdekaan sampai kini dirangkum dari berbagai sumber:
BACA JUGA: Anak Sering Pakai ChatGPT? Ini Dampaknya pada Otak Menurut Ahli
1. Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Kurikulum pertama yang lahir setelah masa kemerdekaan dan masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Rentjana Pelajaran 1947 menekankan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat.
2. Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952)
Penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan sudah menuju standar pendidikan nasional. Setiap pelajaran lebih terurai dan terperinci.
3. Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
Pembelajaran berpusat pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, emosional, kecerdasan, artistik, jasmani, dan keterampilan.
4. Kurikulum 1968
Terjadi perubahan fokus pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengembangan pengetahuan dasar, dan peningkatan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975
Bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pendidikan melalui manajemen pembelajaran. Guru merinci satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
6. Kurikulum 1984
Mengutamakan pendekatan proses dan menerapkan model Cara Belajar Siswa Aktif (CSBA).
Foto: Kaboompics.com on Pexels
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 berupaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama 1975 dan 1984. Terdiri dari muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing dan muatan nasional.
8. Kurikulum 2004 (KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Fokus pada kompetensi individual dan klasikal siswa, berorientasi pada hasil belajar (learning outcome), dan keberagaman.
9. Kurikulum 2006 (KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pada dasarnya sama dengan Kurikulum 2004, tetapi setiap sekolah memiliki hak dan wewenang untuk mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan, potensi, dan karakteristik setiap satuan pendidikan. Sedangkan, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi.
10. Kurikulum 2013 (K-13)
Kompetensi menjadi acuan utama dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengoptimalkan kompetensi tiap siswa melalui rancangan pembelajaran yang terintegrasi.
11. Kurikulum 2022 (Kurikulum Merdeka)
Menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih leluasa dan fleksibel, serta berfokus pada pengembangan karakter dan kompetensi siswa dalam berbagai bidang.
Alasan Kurikulum di Indonesia Sering Berubah-Ubah
Foto: Leeloo The First/Pexels
Seiring berkembangnya zaman, kurikulum juga menyesuaikan. Kurikulum sebagai acuan pendidikan tentu perlu mempertimbangkan banyak faktor, termasuk perkembangan IPTEK, kebutuhan siswa dan masyarakat, serta tujuan pembangunan nasional. Dengan demikian, perubahan kurikulum biasanya disebabkan oleh seperti apa kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya.
Kalau dibilang harus menyontek kurikulum negara maju, sebenarnya di sana kurikulum juga berganti, kok. Akan tetapi, perubahannya memang tidak sesering di Indonesia. Tak hanya itu, setiap negara tentu memiliki aspek kehidupan dan kebutuhan masyarakat masing-masing yang perlu dipenuhi. Makanya, sampai saat ini, Indonesia seperti masih mencari-cari formula yang pas untuk diterapkan ke dalam kurikulum.
Dampak Pergantian Kurikulum Bagi Siswa dan Orang Tua
Nah, ketika kurikulum berubah, siapa yang pusing? Tidak hanya guru dan sekolah, tetapi juga siswa dan orang tua. Barangkali, Mommies dan pasangan pernah mendengar anaknya mengeluh tentang sistem ajaran di sekolahnya? Misalnya, tes kompetensi atau ujian untuk siswa, program-program pembelajaran wajib, dan hal-hal baru lainnya. Ketika kurikulum berubah, ini beberapa dampaknya bagi siswa dan orang tua:
1. Adaptasi yang membingungkan
Bagi siswa, kurikulum baru berarti istilah baru, sistem penilaian baru, format baru, dan kegiatan baru. Seringkali, hal-hal ini membuat bingung dan kesulitan mengikuti karena sudah terbiasa dengan kurikulum lama.
2. Kesulitan dengan istilah baru
Bagi orang tua pula, kurikulum baru berarti harus memahami istilah-istilah baru untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan yang berlaku dapat berdampak bagi anaknya.
3. Beban emosional, fisik, dan material
Bagi siswa, perubahan kurikulum seringkali disertai beban emosional, fisik, dan material. Misalnya, kurikulum kini yang membuat segalanya lebih fleksibel justru mendorong siswa harus lebih sering belajar mandiri daripada mendapatkan satu sumber ilmu dari sang guru. Tak hanya itu, banyaknya program dan kegiatan baru yang diwajibkan sekolah juga terkadang membuat fisik lelah. Beberapa kegiatan tertentu juga membuat siswa harus merogoh kocek lebih supaya bisa berjalan dengan baik.
4. Tuntutan komunikasi yang lebih intens dengan pihak sekolah
Supaya tetap update dengan kurikulum terkini, orang tua perlu lebih sering berkomunikasi dengan guru atau pihak sekolah. Biasanya, bagi orang tua yang bekerja terutama, tidak semua memiliki waktu dan kesiapan untuk itu.
BACA JUGA: 25 Sekolah dengan Kurikulum Cambridge di Indonesia, Terbaru Tahun 2025
Perubahan kurikulum memang wajar dalam dunia pendidikan. Tujuannya untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Akan tetapi, pergantian kurikulum yang terlalu sering bisa membuat sekian lapisan masyarakat terbebani. Sambil mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak-dampak yang akan dirasakan bagi tenaga pendidik, peserta didik, sekolah, dan orang tua. Ke depannya, semoga ekosistem pendidikan Indonesia bisa semakin baik, ya!
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: Alex P/Pexels
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS