Belajar dari kasus Kiesha Alvaro dan Dimas Anggara, ini yang harus dilakukan orang tua ketika anak jadi korban kekerasan.
Berita viral kembali datang dari dunia selebriti, tepatnya dari Pasha Ungu yang membela anaknya, Kiesha Alvaro. Lewat unggahannya, Pasha Ungu memanggil Dimas Anggara dan istrinya, Nadine Chandrawinata, secara terang-terangan untuk meminta penjelasan karena Dimas diduga menampar Kiesha Alvaro. Tidak hanya di unggahan sendiri, musisi sekaligus politikus itu juga meninggalkan komentar di unggahan Nadine.
Kronologi kejadiannya dijelaskan langsung oleh Okie Agustina, ibu kandung Kiesha dan mantan istri Pasha Ungu, di Instagram Story akun pribadinya. Dijelaskan kedua aktor (Dimas dan Kiesha) sedang mengambil adegan dengan tensi tinggi. Usai adegan selesai, Dimas Anggara tersulut emosi dan menghampiri Kiesha. Okie pun juga menegaskan bahwa kejadian itu bukan sekadar gimmick.
Konflik tersebut terjadi di lokasi syuting production house (PH) Screenplay. Pasha Ungu pun turut meminta PH tersebut untuk meminta kronologi dan pertanggungjawaban atas kejadian kekerasan fisik terhadap anaknya. Sampai saat ini, belum ada konfirmasi dari pihak Dimas maupun Nadine.
BACA JUGA: 8 Daftar Channel YouTube yang Berbahaya untuk Anak-anak, Mengandung Konten Kekerasan!
Tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya menjadi korban kekerasan. Meski sudah dewasa, di mata setiap orang tua anak-anak mereka tetaplah buah hati yang disayangi. Mungkin hal yang sama juga dirasakan Pasha Ungu dan Okie Agustina. Meskipun sudah bercerai, keduanya pun tampak kompak membela Kiesha.
Dari kasus ini, Mommies dan Daddies bisa mengambil banyak pelajaran serta langkah yang bisa dilakukan jika anak menjadi korban kekerasan fisik oleh orang di sekitarnya. Berikut delapan hal yang dapat dilakukan oleh orang tua jika berada dalam kondisi serupa.
Ketika anak dari usia kecil hingga dewasa sedang menceritakan kekerasan yang dialaminya, ada baiknya orang tua tetap tenang. Penting untuk memperlihatkan tampilan luar yang kalem untuk membuat anak merasa bercerita adalah hal yang benar dan mereka dipercaya. Selain itu, dengarkan tanpa menginterupsi dan biarkan mereka bercerita senyamannya.
Validasi perasaan anak dan jelaskan bahwa kita percaya pada mereka serta yakinkan bahwa anak tidak sendirian. Menurut laman Thirtyone:eight, korban cenderung merasa malu, bersalah, atau khawatir tidak dipercaya. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan dukungan emosional.
Berdasarkan AIFS (Australian Institute of Family Studies), penting untuk mengakui keberanian dan kekuatan anak untuk menceritakan sesuatu yang sensitif. Oleh karena itu, ucapan “terima kasih sudah bercerita” dapat membuat anak merasa diterima.
Menceritakan sesuatu yang sensitif tidak datang tanpa keberanian yang besar. Setelah anak sudah bercerita, tanya apa yang mereka inginkan dari kita sebagai orang tuanya, apakah mereka membutuhkan dukungan profesional atau sekadar butuh seseorang yang mendengarkan. Menurut The National Centre, dukungan emosional dari orang-orang terdekat sangat signifikan dan memberikan dampak positif kepada korban.
Perlu diingat juga untuk orang tua tidak mengambil alih masalah anak yang sudah dewasa. “Kamu mau aku bantu apa?” lebih baik daripada “Kita harus laporin ini sekarang!” Sebab anak dewasa butuh kontrol atas situasinya sendiri. Memberikan pilihan dan kontrol akan memperkuat posisi mental anak.
“Dia, kan, tetap keluarga,” atau “Nggak enak nanti ribut sama orang,” adalah kalimat yang bisa melukai semua orang, termasuk anak yang sudah dewasa. Studi dari Journal of Interpersonal Violence menunjukkan bahwa tekanan untuk berdamai dengan pelaku kekerasan justru malah bisa menambah trauma pada diri korban.
Usai anak bercerita, dukungan orang tua tidak berhenti di sana. Yakinkan mereka bahwa kita sebagai orang tua selalu bersedia hadir untuk mendengarkan. Apabila mereka memerlukan dukungan profesional, seperti konseling, arahkan ke layanan konseling resmi dan tepercaya.
Jika orang tua sudah bercerai, tunjukkan sikap kompak dan dewasa. Tunjukkan pada anak bahwa kedua orang tua tetap satu suara mengenai keselamatannya. Kompak bukan berarti akur, tetapi sepakat bahwa keselamatan anak adalah yang utama.
Apabila anak dan orang tua sepakat untuk melaporkan kekerasan ke pihak berwajib, penting untuk bekerja sama dalam proses investigasi. Selalu pastikan data dan privasi korban terjaga selama proses berlangsung.
Mendengar cerita anak mengalami kekerasan tentu membuat hati pilu. Terkadang kita sudah baik, tetapi dunia berkata sebaliknya. Semoga semua orang tua yang anaknya menjadi korban kekerasan dapat memberikan dukungan terbaik untuk anak-anak mereka, berapa pun usianya.
BACA JUGA: Orang Tua, Lakukan 20 Hal Ini untuk Melindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Ditulis oleh: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Foto: Instagam/kiesha.alvaro