Sorry, we couldn't find any article matching ''

Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa Resmi Diberlakukan Kembali, Ini Alasan dan Manfaatnya!
Siap-siap! Mendikdasmen akan menghidupkan kembali jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA yang sempat dihapus. Berikut alasan, manfaat, hingga dampaknya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memutuskan untuk kembali memberlakukan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan ini menandai perubahan arah setelah sebelumnya sistem penjurusan sempat dihapus oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim pada masa jabatannya melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Sebagai informasi, TKA digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi. Uji coba pelaksanaan TKA ini dijadwalkan akan dimulai pada bulan November 2025 dan ditujukan untuk siswa kelas 12 atau kelas 3 SMA.
“Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA (Tes Kemampuan Akademik) ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika. Kalau jurusan IPA, boleh pilih Fisika, Kimia atau Biologi. Kalau IPS ada Akuntansi dan sebagainya,” jelas Mu’ti mengutip dari detikedu.
Penjurusan SMA Sempat Dihapus Nadiem Makarim
Sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA sebelumnya telah resmi dihapuskan mulai tahun ajaran 2024/2025 sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang ditetapkan sebagai kurikulum nasional oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Kebijakan ini telah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021 dan pada tahun 2022 telah menjangkau sekitar 50% sekolah di Indonesia. Penerapannya terus berkembang hingga pada tahun ajaran 2024/2025 tercatat sekitar 90–95% sekolah telah mengadopsi Kurikulum Merdeka.
Anindito Aditomo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, menjelaskan bahwa penghapusan sistem penjurusan dimaksudkan agar siswa dapat memilih mata pelajaran secara lebih fleksibel sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan rencana studi lanjut atau karier masing-masing. Siswa tidak lagi dibatasi oleh klasifikasi jurusan seperti IPA atau IPS.
Misalnya, siswa yang bercita-cita kuliah di jurusan teknik dapat lebih fokus mendalami Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil Biologi. Kebijakan ini juga bertujuan menghapus bias sosial terhadap jurusan IPA serta mendorong kesetaraan kesempatan bagi seluruh lulusan SMA/SMK dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi tanpa terikat pada jurusan mereka saat sekolah.
BACA JUGA: Anak Alami Post-Holiday Blues? Begini Cara Ampuh Mengatasinya!
Alasan Pemerintah Memberlakukan Kembali Sistem Penjurusan
Foto: detikcom
Kebijakan untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA erat kaitannya dengan penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan mulai diberlakukan pada November 2025. TKA dirancang sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dan akan menjadi salah satu alat seleksi masuk perguruan tinggi, meskipun sifatnya tidak wajib.
Namun, siswa yang mengikuti TKA berpeluang memperoleh manfaat tambahan, seperti nilai akademik yang dapat digunakan sebagai pembobotan saat mendaftar ke perguruan tinggi negeri tanpa harus mengikuti tes lagi. Dalam pelaksanaan TKA nanti, siswa akan mengikuti ujian berdasarkan pelajaran-pelajaran yang sesuai dengan jurusannya. Oleh karena itu, sistem penjurusan dinilai penting untuk mengarahkan fokus belajar siswa sejak dini.
Nantinya, seluruh siswa tetap akan mengikuti ujian untuk mata pelajaran wajib seperti Bahasa Indonesia dan Matematika, serta ditambah dengan mata pelajaran khusus sesuai jurusan. Siswa jurusan IPA, misalnya, dapat memilih Fisika, Kimia, atau Biologi sebagai mata pelajaran tambahan. Sementara itu, siswa jurusan IPS dapat memilih Ekonomi, Sejarah, atau Geografi.
Dengan sistem ini, Kemendikdasmen berharap TKA menjadi alat tes individu yang lebih valid dan terstandar serta dapat membantu perguruan tinggi dalam menilai kesiapan akademik calon mahasiswa berdasarkan bidang yang mereka pilih. Menurut Mu’ti, sistem ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kecocokan siswa dengan program studi yang dituju di perguruan tinggi, sekaligus meningkatkan kualitas proses seleksi secara keseluruhan.
Manfaat Sistem Penjurusan Dikembalikan bagi Pelajar
Pemberlakuan kembali sistem penjurusan di tingkat SMA diyakini memiliki sejumlah manfaat bagi peserta didik, antara lain.
1. Mendukung Pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA)
Sistem penjurusan membantu memetakan siswa ke dalam kelompok keilmuan tertentu (IPA, IPS, Bahasa) yang sejalan dengan struktur soal TKA. TKA menjadi bagian penting dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi, sehingga penjurusan memungkinkan siswa mempersiapkan diri lebih fokus sesuai bidangnya.
2. Mengoptimalkan Fokus Belajar
Dengan adanya penjurusan, siswa dapat lebih mendalami mata pelajaran yang relevan dengan minat dan rencana studi lanjutnya. Misalnya, siswa jurusan IPA bisa fokus pada Fisika, Kimia, atau Biologi, sementara jurusan IPS bisa mendalami ekonomi, geografi, atau sejarah.
3. Meningkatkan Validitas dan Standarisasi Penilaian
TKA dirancang untuk menilai kemampuan akademik berdasarkan jurusan. Dengan sistem penjurusan, hasil TKA dapat merepresentasikan kompetensi siswa di bidang tertentu secara lebih valid dan terstandar.
4. Mengarahkan Fokus Studi Siswa Sejak Dini
Penjurusan dapat menjadi panduan awal dalam menentukan jalur studi atau karier setelah lulus. Dengan mempelajari mata pelajaran yang sesuai jurusan, siswa memiliki dasar yang lebih kuat untuk memilih program studi yang relevan di perguruan tinggi.
Dampak Perubahan Kebijakan Pendidikan di SMA
Melihat kondisi kebijakan pendidikan SMA yang terus mengalami perubahan, termasuk penghapusan dan kini pengembalian sistem penjurusan, tentu memberikan dampak yang signifikan bagi peserta didik. Berikut ini beberapa dampak yang mungkin terjadi menurut Psikolog Pendidikan, Kara Handali, M.Psi, meliputi:
1. Kebingungan dalam Perencanaan Studi
Perubahan sistem secara berulang cenderung dapat membuat siswa dan orang tua menjadi bingung dalam merencanakan jalur pendidikan jangka panjang. Ketidakpastian sistem membuat mereka kesulitan menetapkan pilihan program studi, jurusan kuliah, hingga jalur karier sejak dini.
2. Penyesuaian Pembelajaran yang Tergesa-Gesa
Kembalinya sistem penjurusan mengharuskan siswa dan guru untuk menyesuaikan kurikulum dan strategi pembelajaran dengan cepat. Hal ini berpotensi dapat menurunkan efektivitas pembelajaran, terutama jika tidak dibarengi dengan pelatihan guru dan pengembangan materi ajar yang memadai.
3. Beban Psikologis Peserta Didik
Siswa yang berada dalam masa transisi, terutama kelas 10 dan 11, dapat merasa tertekan karena harus mengikuti sistem baru yang belum sepenuhnya mereka pahami. Ketidakpastian juga dapat mempengaruhi motivasi dan kesejahteraan mental mereka.
4. Kesulitan Menghadapi Persiapan TKA
Siswa yang sebelumnya sudah terbiasa dengan sistem tanpa penjurusan bisa merasa tidak siap saat harus mengikuti Tek Kemampuan Akademik (TKA). Mereka mungkin belum memiliki cukup waktu untuk menguasai mata pelajaran yang kini dianggap utama.
5. Motivasi Belajar yang Menurun
Perubahan kebijakan yang tidak stabil menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif. Hal ini menghambat terbentuknya rutinitas belajar yang efektif bagi siswa dan menurunkan semangat belajar mereka.
6. Fasilitas Pendidikan yang Belum Merata
Sekolah di daerah terpencil sering kali tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung kebijakan pendidikan yang baru. Ketimpangan ini membuat pelaksanaan kebijakan tidak berjalan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
7. Target Pendidikan yang Tidak Tercapai di Awal Penerapan
Perubahan kurikulum seringkali gagal mencapai tujuannya karena guru belum siap menerapkan kebijakan baru secara menyeluruh. Ketidaksiapan ini menyebabkan proses pembelajaran yang tidak berjalan secara efektif.
8. Tidak Ada Pemetaan dan Perencanaan Jangka Panjang
Indonesia telah mengalami pergantian kebijakan pendidikan setiap kali ada perubahan kepemimpinan di kementerian. Hal ini mencerminkan tidak adanya arah kebijakan pendidikan yang konsisten dan berkelanjutan. Karena sistem terus berubah, maka indikator untuk mengukur keberhasilan pendidikan juga menjadi tidak pasti, menyulitkan evaluasi capaian pendidikan secara objektif.
9. Siswa Terbatas dalam Mengeksplorasi Minat dan Bakat
Kembalinya sistem penjurusan membuat siswa hanya bisa memilih satu rumpun ilmu, tanpa fleksibilitas untuk mengambil mata pelajaran lintas jurusan. Ini menjadi penghalang bagi siswa yang masih dalam tahap pencarian minat dan bakat. Sistem penjurusan yang kaku justru berpotensi membatasi potensi dan kreativitas siswa sejak dini.
10. Guru Mengalami Tekanan Tambahan
Guru dituntut untuk cepat beradaptasi dengan sistem baru, mulai dari memahami kurikulum, mengembangkan strategi pembelajaran, hingga menyusun materi ajar ulang. Beban ini berpotensi menurunkan kesejahteraan mental guru.
BACA JUGA: 8 Rekomendasi Kuliah Keperawatan dan Biaya Masuk, SPP Mulai dari Rp2 Juta!
Dengan penjurusan kembali diberlakukan, siswa punya kesempatan untuk lebih fokus belajar sesuai minat dan rencana studinya. Semoga kebijakan ini bisa bikin proses belajar semakin terarah dan bantu siswa melangkah lebih mantap ke jenjang pendidikan selanjutnya ya, Mommies!
Penulis: Nariko Christabel
Cover: Instagram @abe_mukti
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS