Sorry, we couldn't find any article matching ''

Dokter PPDS Unpad Perkosa Anak Pasien, Kemenkes Blacklist Seumur Hidup
Terancam penjara selama 12 tahun, ini fakta kasus dokter residen anestesi PPDS Unpad yang memerkosa pendamping pasien lengkap dengan kronologinya.
Jagat maya tengah dihebohkan dengan kabar dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter residen dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Tersangka bernama Priguna Anugerah Pratama (31) diduga membius dan memperkosa seorang perempuan yang tengah menjaga keluarganya di rumah sakit.
Korban diketahui merupakan anak dari salah satu pasien yang sedang menjalani perawatan di RSHS. Berdasarkan keterangan dari Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan, peristiwa tersebut terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dan saat ini sedang ditangani pihak kepolisian. Kasus ini menjadi viral dan memicu kemarahan serta keprihatinan masyarakat.
Kronologi Kejadian
Kejadian bermula saat korban berinisial FA tengah menjaga ayahnya yang sedang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan memerlukan donor darah sebelum melakukan operasi. Pelaku bernama Priguna yang seorang dokter residen PPDS Unpad tersebut meminta FA untuk melakukan cross match atau pemeriksaan kecocokan darah sebelum melakukan transfusi darah. Agar proses berjalan cepat, pelaku menawarkan tindakan langsung dengannya dan pasien dibawa ke lantai 7 gedung MCHC yang saat itu masih kosong.
Di lokasi tersebut, korban diminta berganti baju menggunakan baju operasi hijau dan dipasangkan akses IV (infus). Korban yang diduga tidak memahami prosedur medis seperti crossmatch mengikuti permintaan pelaku tanpa curiga. Selanjutnya, korban disuntik dengan obat penenang jenis midazolam yang dikenal mampu menyebabkan kantuk bahkan membuat seseorang tidak sadarkan diri.
Sekitar pukul 04.00 WIB, FA tersadar dan merasa sakit bukan hanya pada tangan bekas akses IV, melainkan juga di area vitalnya. Korban pun kemudian meminta visum dari dokter kandungan dan hasilnya terbukti ditemukan adanya bekas sperma. Sementara itu, di lantai tujuh tempat kejadian, ditemukan juga ceceran sperma, menguatkan dugaan pemerkosaan.
“Kejadiannya terjadi sekitar tengah malam, si pelaku-nya itu nunggu sampai pasiennya agak sadar sekitar jam 4 pagi. Terus habis cross match itu pasiennya ngeluh kok yang sakit bukan cuma tangan bekas akses IV, tetapi di kemaluan juga sakit. Akhirnya si korban minta visum ke SpOG. Ketahuan lah ada bekas sperma” tulis keterangan dari laman Instagram @ppdsgramm.
BACA JUGA: Viral, Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang, KCI Sudah Kantongi Identitas Pelaku
Pemeriksaan Lebih Lanjut dengan DNA
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengonfirmasi bahwa lokasi terjadinya tindak pemerkosaan adalah salah satu gedung di kompleks Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Terkait tindakan yang dilakukan pelaku terhadap korban, pihak kepolisian saat ini tengah melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan metode uji DNA untuk memastikan kebenaran dan kecocokan bukti-bukti yang ditemukan.
Surawan menjelaskan bahwa uji DNA diperlukan untuk mencocokkan sampel sperma yang ditemukan di tubuh korban, di lokasi kejadian, serta pada alat kontrasepsi yang diperiksa. Ia juga menegaskan bahwa seluruh elemen ini akan diuji secara menyeluruh demi memastikan bahwa DNA sperma yang ditemukan memang milik tersangka.
“Akan dilakukan uji di DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu, sesuai DNA sperma. Sekarang lagi kita uji. Jadi ini nanti kita kirim ke laporan,” jelas Surawan mengutip dari CNN Indonesia.
Tersangka Memiliki Indikasi Kelainan Seksual
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Surawan, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan awal, terdapat indikasi bahwa tersangka Priguna Anugrah Pratama (31) mengalami kelainan perilaku seksual. Ia menuturkan bahwa penyidik mencurigai adanya kecenderungan menyimpang dari sisi seksual pada diri pelaku.
Guna memperkuat temuan tersebut, pihak kepolisian akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa psikologi forensik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan secara ilmiah apakah benar pelaku mengidap gangguan seksual tertentu, meski hingga kini belum dijelaskan secara rinci bentuk kelainan yang dimaksud.
“Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan. Pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual ya,” terang Surawan mengutip dari CNN Indonesia.
Febrizky Yahya, S.Psi, M.Si, Parenting and Sex Educator, menjelaskan fetish dianggap normal saat tidak menimbulkan kerugian pada orang lain dan bisa melakukan aktivitas seksual walau tanpa barang atau objek yang difantasikan.
Mengutip dari Instagram @ebifebrizky, pada kasus Priguna ini penyimpangan seksual yang membuat pengidapnya terangsang dan ingin berhubungan seksual pada seseorang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons disebut Somnophilia atau dikenal juga dengan Sleeping Beauty Syndrome.
Tersangka Sempat Mencoba Bunuh Diri sebelum Ditangkap
Foto: X @derschwebende
Beberapa hari setelah kejadian, tersangka Priguna Anugerah Pratama sempat mencoba mengakhiri hidupnya. Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa pelaku berusaha bunuh diri dengan cara melukai pergelangan tangannya dan memotong urat nadi, sebelum akhirnya resmi ditahan.
“Jadi pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha membunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi. Sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” ungkap Surawan melansir dari CNN Indonesia.
Tersangka sudah Diberhentikan dari PPDS Unpad dan Ditahan Polisi
Tersangka Priguna Anugerah Pratama (PAP), seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), resmi ditahan oleh pihak kepolisian sejak 23 Maret 2025. Ia ditahan setelah setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Menanggapi kasus ini, Kementerian Kesehatan RI menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku dengan melarangnya untuk melanjutkan program residensi seumur hidup di RSHS dan mengembalikannya ke Fakultas Kedokteran Unpad. Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Yudi Mulyana Hidayat juga memastikan bahwa PAP telah diberhentikan dari keikutsertaannya dalam program PPDS di lingkungan Unpad.
“Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” tegas Yudi mengutip dari detikcom.
Korban Mengalami Pasca Trauma dan Sudah Mendapat Pendampingan dari PPA
Yudi menegaskan bahwa pihaknya bersama dengan RSHS akan terus mengawal kasus ini secara tegas, adil, transparan, dan memastikan tindakan yang perlu diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga. Ia juga menambahkan bahwa saat ini korban sudah mendapatkan pendampingan dari PPA karena mengalami trauma pasca kejadian.
“Memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar,” tutur Yudi melansir dari detikcom.
BACA JUGA: Pelaku Kekerasan Seksual Pantasnya Dihukum Apa, Ya? Ini Kata Para Perempuan
Tersangka Terancam 12 Tahun Penjara
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, sejumlah perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya, penyidik menetapkan dokter Priguna Anugerah Pratama sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan tersebut. Tersangka dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara selama 12 tahun.
“Untuk Undang-undang dan Pasal yang akan ditetapkan yaitu Pasal 6 C dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual. Untuk ancaman hukumannya yaitu penjara paling lama 12 tahun,” tutur Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengutip dari detikcom.
Pertolongan yang Tepat untuk Korban
Dalam menghadapi kasus kekerasan seksual seperti yang dialami FA, dukungan menyeluruh dan berkelanjutan sangatlah penting, baik dari aspek hukum, psikologis, maupun sosial. Berikut ini beberapa bentuk pertolongan yang tepat bagi korban, meliputi.
1. Pendampingan Psikologis
Seperti yang tertera pada informasi di atas, FA mengalami trauma pasca kejadian dan saat ini sedang mendapatkan pendampingan dari PPA. Langkah ini sangat penting mengingat korban kekerasan seksual kerap mengalami tekanan emosional yang mendalam, termasuk perasaan takut, marah, bersalah, malu, hingga gangguan kecemasan atau depresi.
2. Pendampingan Hukum
Korban memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan hukum tanpa intimidasi atau tekanan apapun. Dalam kasus FA, pendampingan hukum sangat penting agar proses penyelidikan berlangsung dengan adil dan transparan.
3. Perlindungan Identitas dan Privasi Korban
Dalam setiap tahapan penanganan kasus, identitas korban harus dijaga secara ketat. Hal ini mencakup larangan publikasi nama, wajah, alamat, atau informasi pribadi lain yang dapat mengarah pada identifikasi korban. Langkah ini bertujuan untuk mencegah tekanan psikologis dari lingkungan sekitar serta potensi intimidasi atau stigmatisasi dari masyarakat.
Hal yang Harus Dilakukan jika Kerabat Perempuan menjadi Korban Kekerasan Seksual
Foto: Freepik
Kasus yang menimpa FA menunjukkan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di tempat yang tidak terduga, bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh orang yang seharusnya dipercaya. Saat anak perempuan, saudara, atau teman Mommies mengalami kejadian serupa, berikut langkah penting yang bisa dilakukan untuk membantu.
1. Prioritaskan Keamanan dan Kenyamanan Korban
Segera jauhkan korban dari pelaku dan tempat kejadian jika masih memungkinkan dan aman untuk dilakukan. Dengarkan cerita korban tanpa menghakimi atau menyalahkan. Biarkan korban mengungkapkan perasaannya dengan bebas dan ciptakan lingkungan yang aman serta tenang bagi korban untuk beristirahat dan merasa terlindungi.
2. Dukung Keputusan Korban
Hormati keputusan korban terkait langkah selanjutnya yang ingin diambil, termasuk apakah ingin melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib atau tidak. Hindari untuk memaksa korban untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.
3. Mendampingi Korban untuk Mendapatkan Pertolongan Medis
Segera bawa korban ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan medis yang menyeluruh. Pemeriksaan ini bertujuan bukan hanya untuk mengobati luka fisik, tetapi juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya penularan infeksi menular seksual (IMS), risiko kehamilan, serta visum jika hendak melanjutkan kasus secara hukum.
4. Melaporkan ke Pihak Berwajib
Jika korban memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut, maka visum dari dokter akan menjadi bukti penting dalam proses hukum. Selain itu, jika terdapat bukti fisik lain seperti pakaian korban, rekaman CCTV, atau saksi mata, pastikan untuk mengumpulkannya dan menyampaikannya kepada penyidik. Berikan dukungan emosional secara penuh kepada korban selama proses pelaporan dan pemeriksaan.
5. Segera Dapatkan Bantuan dari Psikolog
Trauma akibat kekerasan seksual dapat berlarut-larut bila tidak ditangani secara tepat. Bantuan dari psikolog atau psikiater yang memiliki keahlian dalam trauma seksual sangat penting agar korban bisa memulihkan diri secara menyeluruh, baik mental maupun emosional.
BACA JUGA: Masih Ramai Kasus Kim Sae Ron, Ini Deretan Selebriti Korea yang Meninggal karena Bunuh Diri
Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter PPDS ini atau tenaga medis di lingkungan rumah sakit menunjukkan betapa pentingnya sistem pengawasan dan perlindungan terhadap pasien serta pendampingnya. Diperlukan juga langkah hukum yang tegas dan dukungan menyeluruh bagi korban.
Penulis: Nariko Christabel
Cover: detikcom
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS