banner-detik
PARENTING & KIDS

6 Kesalahan Orang Tua Saat Ingin Punya Anak Lagi

author

RachelKaloh07 Jan 2025

6 Kesalahan Orang Tua Saat Ingin Punya Anak Lagi

Kesalahan orang tua yang umum dilakukan ketika sama-sama ingin punya anak lagi, tapi tidak menyadari yang masih harus dibenahi.

Nggak usah tunggu ditanya sama pihak keluarga pas Lebaran, “Kapan nambah anak?”, dari lubuk hati paling dalam mungkin Anda memang mendambakan hal tersebut tersebut. Namun, rasa ingin punya anak lagi seringkali membuat kita meremehkan, bahkan melupakan hal-hal mendasar yang harusnya dibenahi terlebih dahulu. Tidak heran kesalahan orang tua yang paling umum masih saja dilakukan. Padahal, akan lebih baik bila doa kita terkabul untuk punya anak lagi, sudah kita siapkan dengan matang.

Mengabaikan trauma yang dirasakan di kehamilan sebelumnya

Semua wanita yang pernah hamil dan melahirkan pasti punya pengalaman masing-masing, baik yang manis maupun yang pahit. Namun tidak sedikit ibu yang mengalami trauma saat hamil maupun saat bersalin yang mengabaikan hal tersebut. Tentu beda ceritanya ketika kita ingin punya anak kedua, saat anak pertama kita lahir dalam keadaan yang tidak sesuai harapan, atau bahkan harus pergi meninggalkan kita. Perasaan yang dialami ini perlu menjadi perhatian utama sebelum berkeinginan memiliki anak lagi. Apakah rasa sedih dan sakit yang dulu sudah terselesaikan? Apakah kita sudah benar-benar siap secara mental? Apakah kehamilan kita berikutnya tidak akan memicu rasa sakit yang sebetulnya belum bisa kita lewati?

Mengabaikan kedaan fisik

Ada seorang teman saya yang menurut saya benar-benar mempersiapkan dirinya untuk hamil, yakni ketika anak pertamanya sudah di atas lima tahun, ketika BMI (Body Mass Index)-nya ada di angka sekian, dan ketika usianya masih di usia aman untuk hamil. Meski mungkin sulit bila harus mencentang sekian list untuk bisa hamil secara ideal, tetapi akan lebih sulit ketika kita mengabaikan keadaan fisik kita. Percayalah, seorang perempuan yang fit saja bisa mengalami gangguan kesehatan ketika hamil, bagaimana yang tidak mempersiapkan fisiknya sama sekali? Seseorang yang rentan terhadap Hiperemesis gravidarum (HG) atau kondisi mual dan muntah yang ekstrem dan terus-menerus selama kehamilan, tentu akan menganggap masa kehamilan sebagai masa-masa penuh penderitaan. Apakah kita siap dengan hal ini?

Baca juga: 6 Hal Ini Pasti Dialami Ibu yang Melahirkan Anak Kedua

Menganggap banyak anak, banyak rejeki

Anggapan ini memang kerap dipercaya orang di jaman dahulu, di mana mungkin kehidupan tidak sesulit sekarang, tapi nyatanya kesalahan orang tua ini masih sering dilakukan. Mommies tahu sendiri, kan, bagaimana menantangnya kehidupan di jaman ini? Masing-masing anak memang punya rejeki sendiri, tetapi kita sebagai orang tua, perlu mempersiapkannya dengan matang. Jangan sampai, hidup sekarang saja secara finansial dijalani dengan susah payah, lalu berani-beraninya kita berharap keadaan akan berubah ketika ada anak kedua, atau ketiga. Ingatlah bahwa ada doa dan ada usaha, Tuhan akan memampukan kita bila kita melakukan keduanya. 

Mengejar “jenis kelamin” sampai dapat semuanya demi menyenangkan orang lain

“Nggak nambah lagi? Siapa tahu dapat anak perempuan!”, ucap mertua pada kita, si ibu dua anak laki-laki. Ya, kalau secara finansial dan fisik kita siap dan memang menginginkan hal tersebut, ya, cus, saja! Tetapi, ketika ini menjadi sebuah keinginan yang datangnya dari orang lain dan kemudian jadi memberatkan kita, tanyakan lagi pada diri sendiri, “Apakah aku benar-benar siap hamil dan mengurus anak lagi?” Keinginan untuk punya anak lagi wajib datang dari kesepakatan bersama, antara Anda dan suami. Jangan sampai kehadiran anak hanya sebagai pemenuhan atas keinginan orang lain, sedekat apapun hubungannya dengan Anda.

Menganggap anak sebagai fulfillment kehidupan perkawinan

Hampir sama dengan poin sebelumnya. Psikolog klinis di Ohana Space, Kantiana Taslim, menjelaskan bahwa jika dilihat dari norma sendiri, anak adalah berkah dari Tuhan. Namun, secara tidak langsung orang menjadikan anak sebagai ‘fulfillment’ (pemenuhan) kehidupan perkawinan. Di mana ada tuntutan tidak tertulis yang berlaku di masyarakat bahwa kehadiran anak jadi syarat untuk mewujudkan keluarga yang utuh. Padahal, menurutnya ini kembali lagi pada tujuan perkawinan, apa yang dicari dari pasangan, semua ini perlu direfleksikan kembali. Pertanyaan mengenai kesiapan untuk punya anak lagi perlu menjadi bahan diskusi dengan pasangan, agar nantinya anak bisa kita besarkan dengan penuh tanggung jawab, bukan sebagai beban.

Menganggap anak adalah kunci keberhasilan rumah tangga

Memang, buat sebagian orang bercinta setelah bertengkar itu dapat memberikan kenikmatan tersendiri. Mungkin amarah yang kita luapkan bisa dengan mudahnya luntur dengan berhubungan seks. Namun, ketika kita kemudian menganggap bahwa anak dari hubungan seks tersebut juga bisa menjadi pembawa kedamaian pada setiap permasalahan rumah tangga yang tidak sanggup diselesaikan oleh pasangan suami istri, maka bukan tidak mungkin ketika anak benar-benar hadir, kita malah semakin terpojok untuk berada di ambang perpisahan. Karena memang, anak bukanlah kunci keberhasilan rumah tangga, tapi hubungan kita dengan pasanganlah yang harusnya diperbaiki. 

Image by freepik

Share Article

author

RachelKaloh

Ibu 2 anak yang hari-harinya disibukkan dengan menulis artikel dan content di media digital dan selalu rindu menjalani hobinya, menjahit.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan