Ternyata, orang tua yang tidak cerdas secara emosional bisa memberikan dampak pada anak. Berikut tanda-tandanya serta cara mengatasi emosi jadi lebih baik.
Sebagai orang tua, memiliki kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik sangat penting. Bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi, tetapi juga untuk perkembangan anak-anak. Ketika orang tua tidak dapat mengelola emosinya, dampaknya bisa sangat besar bagi hubungan keluarga, terutama hubungan antara orangtua dan anak.
Samanta Elsener, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa kurangnya kecerdasan emosional pada orang tua dapat memengaruhi tidak hanya diri mereka sendiri, tetapi juga anak-anak mereka.
Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional, tanda-tanda orangtua yang kurang memiliki kecerdasan emosional, serta dampaknya terhadap anak. Tak hanya itu, kita juga akan membahas bagaimana orang tua bisa belajar untuk mengelola emosi mereka dengan lebih baik, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan dengan anak yang telah terdampak.
Kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Ketika orang tua tidak memiliki kecerdasan emosional, mereka cenderung menunjukkan beberapa tanda yang dapat memengaruhi dinamika rumah tangga. Menurut Samanta Elsener, ada beberapa ciri utama orang tua yang kurang memiliki kecerdasan emosional.
“Orang tua yang tidak cerdas secara emosional sering kali menunjukkan tanda-tanda seperti mudah marah, impulsif, dan memiliki temperamen yang buruk. Mereka juga cenderung mudah terhasut oleh situasi atau komentar yang tidak perlu, serta sering berlarut-larut dalam berduka atau kesedihan tanpa mencari cara untuk bangkit,” jelas Samanta.
Lebih lanjut, orang tua dengan kecerdasan emosional rendah juga sering kali tidak memiliki empati terhadap perasaan orang lain, termasuk anak-anak mereka. “Mereka juga cenderung paranoid, tidak bisa memahami perasaan diri sendiri, dan sangat sulit untuk melihat perasaan anak-anak mereka. Ketidaksadaran ini menjadi salah satu faktor yang memperburuk hubungan orang tua dan anak,” tambah Samanta.
BACA JUGA: 10 Tanda Mommies Sudah Hadir untuk Anak, Nomor Lima Paling Penting
Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua yang tidak mampu mengelola emosi mereka cenderung merasakan dampak yang besar dalam perkembangan emosional mereka. Rumah yang tidak harmonis dan penuh ketegangan bisa membuat anak merasa tidak aman dan cemas. Anak-anak bisa mulai menjauh dari orangtua mereka karena merasa tidak dihargai atau bahkan merasa terancam.
“Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua yang tidak cerdas emosional sering merasa insecure dan sulit berinteraksi dengan orangtua mereka. Mereka mungkin merasa tidak dihargai atau bahkan merasa seperti mereka adalah sumber masalah bagi orangtua mereka,” ungkap Samanta.
Selain itu, orang tua yang kurang cerdas emosional sering kali memaksakan kehendak mereka pada anak-anak. Mereka tidak mempertimbangkan kebutuhan anak untuk berkembang sesuai dengan usia dan karakter mereka. “Alih-alih mendukung perkembangan anak, orang tua sering kali memaksakan anak untuk mengikuti keinginan mereka, bahkan jika itu bertentangan dengan keinginan dan potensi anak,” ujar Samanta.
Sikap ini dapat menciptakan dinamika yang tidak sehat, di mana anak merasa terjebak dan dimanipulasi. Anak mungkin merasa bingung, tidak percaya diri, dan kesulitan dalam membangun rasa harga diri mereka. Ketika orang tua tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang perasaan anak, mereka bisa tanpa sengaja memperburuk rasa kebingungannya.
Dampak jangka panjang dari tumbuh dengan orang tua yang sulit mengelola emosi bisa sangat merugikan bagi anak-anak. “Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua yang cenderung marah-marah atau tidak dapat mengelola emosi mereka dengan baik, biasanya akan mengalami penurunan rasa percaya diri,” kata Samanta.
Mereka mungkin merasa selalu salah dalam berbagai situasi dan menjadi sangat sensitif terhadap kritik. Rasa malu yang berlebihan dan kecemasan sosial dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Anak-anak seperti ini sering kali merasa kesulitan dalam berinteraksi sosial, baik di sekolah maupun di lingkungan pertemanan mereka. “Mereka menjadi sangat mudah teriritasi dengan masalah yang mereka hadapi, dan ini membuat mereka sulit untuk membangun hubungan sosial yang sehat,” tambah Samanta.
Tak hanya itu, mereka cenderung memiliki pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Anak-anak ini lebih rentan terhadap masalah emosional seperti kecemasan, depresi, atau bahkan gangguan kepercayaan diri di masa depan.
Meskipun tampaknya sulit, kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dilatih. Menurut Samanta Elsener, orang tua yang merasa kesulitan dalam mengelola emosinya bisa mulai dengan langkah-langkah kecil yang sangat efektif.
“Salah satu cara yang disarankan adalah dengan membuat mood board atau papan suasana hati. Ini adalah alat sederhana yang memungkinkan orang tua untuk menilai dan mengenali perasaan mereka setiap hari,” jelas Samanta.
Mood board ini berisi jadwal harian, lengkap dengan berbagai emotikon yang mewakili emosi yang berbeda. Orang tua diminta untuk mengisi mood board ini setiap hari dengan mencentang emotikon yang mewakili perasaan mereka. Dengan cara ini, orang tua bisa lebih sadar akan perasaan mereka, yang merupakan langkah pertama dalam mengelola emosi dengan lebih baik.
Setelah terbiasa dengan mood board, orang tua dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu belajar regulasi emosi. “Regulasi emosi ini penting agar orangtua tidak mudah bertindak impulsif, terutama saat emosi sedang intens,” ungkap Samanta.
Orang tua juga bisa mencari cara-cara sehat untuk mengelola emosi, seperti olahraga, journaling, atau bahkan berteriak tanpa suara untuk melepaskan energi negatif. Samanta menekankan pentingnya mencari dukungan dari seorang psikolog atau terapis yang dapat membantu orang tua dalam memproses dan mengelola emosi mereka dengan lebih efektif.
Bagi orang tua yang sudah menyadari dampak dari ketidakmampuan mereka dalam mengelola emosi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan yang nyata. Samanta Elsener menjelaskan bahwa anak akan melihat perubahan sikap orang tua, dan ini bisa memperbaiki hubungan yang telah terlanjur rusak.
“Anak-anak sangat peka terhadap perubahan. Ketika mereka melihat orang tua berusaha berubah tanpa harus mengatakan, ‘Aku berubah untukmu,’ mereka akan merasakan perubahan itu lebih tulus,” kata Samanta. Ini membantu anak merasa lebih aman dan nyaman berinteraksi dengan orang tua mereka.
Selain itu, orang tua juga perlu memperhatikan cara mereka berkomunikasi dengan anak. “Cara orang tua bertanya, memberi respons, dan menunjukkan perhatian terhadap anak sangat penting dalam memperbaiki hubungan,” ungkap Samanta. Ini sangat bergantung pada usia dan karakter anak, namun prinsip dasar komunikasi yang hangat dan penuh perhatian harus tetap dijaga.
Kecerdasan emosional adalah kunci dalam membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak. Ketika orang tua bisa mengelola emosi mereka dengan baik, anak-anak akan merasa lebih aman, dihargai, dan dapat mengembangkan rasa percaya diri yang sehat. Sebaliknya, ketidakmampuan orang tua dalam mengelola emosi dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang merugikan bagi perkembangan emosional anak.
Namun, kecerdasan emosional bukanlah sesuatu yang tidak bisa dipelajari. Dengan kesadaran diri, latihan regulasi emosi, dan komunikasi yang lebih baik dengan anak, orang tua bisa menciptakan lingkungan yang lebih positif untuk anak-anak mereka. Perubahan yang kecil namun konsisten dapat membawa dampak besar dalam memperbaiki hubungan dan mendukung perkembangan anak yang lebih baik.
BACA JUGA: Menghindari Sindrom Hurried Child: Pentingnya Membiarkan Anak Tumbuh sesuai Usianya
Penulis: Nazla Ufaira Sabri
Cover: master1305 on Freepik