Sebagai sosok yang dituntut untuk selalu kuat dan tegar, nyatanya Ayah juga bisa mengalami tantangan mental health. Sayangnya, hal itu sering diabaikan!
Jangan pernah menyepelekan tanggung jawab dan kondisi mental health seorang Ayah. Karena sama seperti Ibu, Ayah juga mengalami perasaan yang campur aduk dan tantangan begitu status bertambah dari hanya suami kini juga seorang ayah. Status sebagai Ayah dapat membuat pikiran mereka berkecamuk karena beragam pertanyaan tentang peran, identitas, dan status hubungan mereka yang telah berubah.
Banyak pria yang menyepelekan kondisi ini karena merasa ini hanya masalah remeh dan bakal hilang sendiri. Dan ini dia masalah terbesarnya, banyak pria berpikir mereka tidak boleh kelihatan lemah. Bahkan ketika mereka merasa kondisi mental mereka sedang tidak baik-baik saja.
Daddies, demi kebaikan bersama, pahamilah bahwa pria dapat dan memang mengalami lonjakan emosi, terutama pada bulan-bulan pertama menjadi seorang Ayah. Penelitian menunjukkan bahwa 10% ayah mengalami depresi dan 15% mengalami kecemasan selama masa-masa ini.
BACA JUGA: Pentingnya Bonding Ayah dan Anak Balita, serta 7 Tips Melakukannya
Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, Psikolog Klinis Anak dan Remaja, menerangkan bahwa seperti pada umumnya (masalah kesehatan mental) dialami tidak hanya oleh para ayah, seseorang yang mengalami masalah kesehatan mental akan menunjukkan beberapa tanda sebagai berikut:
Lalu, apa yang biasanya menyebabkan para Ayah mengabaikan tantangan kesehatan mental yang mereka alami? “Ini karena para Ayah atau pada umumnya laki-laki dituntut untuk kuat, tidak mudah rapuh. Ayah tidak mau terlihat lemah di depan keluarganya. Laki-laki juga terbiasa untuk menekan perasaan karena pengaruh pengasuhan sejak kecil, di mana anak laki-laki dibatasi untuk mengekspresikan emosinya. Misalnya dengan adanya ungkapan ‘anak laki-laki nggak boleh nangis’,” jelas Psikolog Vera.
Ini dia tantangan Kesehatan mental yang seringkali terjadi pada ayah!
Meskipun depresi pascapersalinan umumnya dialami oleh ibu, antara 7% dan 9% ayah baru juga dapat mengalami depresi pascapersalinan. Ini terjadi karena mereka merasa tidak mampu mengasuh anak mereka.
Daddies, jangan khawatir jika kalian merasa tidak serta merta siap menjadi seorang Ayah dan sanggup mengasuh anak dengan baik. Ini hal yang realistis karena menjadi ayah yang baik membutuhkan pembelajaran, usaha, dan keberanian untuk meminta bantuan.
Di tengah tuntutan banyak orang, terutama orang tua dan mertua untuk menjalankan peran suami dan ayah dengan sempurna, banyak ayah yang diam-diam merasa kewalahan. Mereka bergumul dengan pikiran, ekspekstasi orang-orang di sekitarnya, dan kesanggupannya sendiri sehingga ini memengaruhi kesehatan mental mereka.
Tambahan lagi, para Ayah takut bahwa mengekspresikan emosi akan dianggap sebagai kelemahan. Semua hal ini menyebabkan ketegangan emosional, stres, dan kecemasan.
Terlepas dari pergumulan emosional yang sedang mereka alami, para Ayah berusaha memprioritaskan kebutuhan keluarga di atas kebutuhan mereka sendiri. Mengorbankan segalanya termasuk waktu pribadi, hobi, dan bahkan impian mereka untuk memastikan orang-orang yang mereka cintai mendapatkan yang terbaik, yang sanggup ia penuhi.
Nah, dedikasi terhadap kebahagiaan keluarga seringkali berarti mengesampingkan keinginan dan kebutuhan mereka sendiri, termasuk mengabaikan kesehatan mental dan emosional mereka. Stres yang berlebihan dan berkepanjangan ini dapat menyebabkan para Ayah mengalami kelelahan secara emosional, fisik, dan mental.
Tanggung jawab menafkahi keluarga dapat menimbulkan stres dan kecemasan, apalagi jika si Ayah kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki penghasilan tetap. Menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dengan waktu bersama keluarga juga dapat menimbulkan perasaan bersalah. Para ayah mungkin terjebak antara harus memenuhi komitmen untuk menafkahi keluarga dan menyediakan waktu berkualitas bersama anak-anak mereka.
Tekanan dan ekspektasi dari anggota keluarga dan lingkugan sosial dapat sangat membebani para ayah. Tekanan untuk menjadi ayah yang “sempurna” bisa menjadi beban pikiran, tenaga, dan emosi yang melelahkan. Norma gender tradisional yang bilang laki-laki harus kuat membuat laki-laki sulit mengekspresikan emosinya, sehingga hanya bisa memendam semua emosi negatif yang nantinya berpotensi menimbulkan tantangan kesehatan mental.
Ini biasanya terjadi kepda para Ayah yang anak-anaknya menjelang dewasa dan akan meninggalkan rumah orang tua mereka untuk hidup mandiri. Sama seperti para Ibu, Ayah juga dapat mengalami rasa kehilangan, hampa, tidak punya tujuan lagi saat anak mereka ingin menjalani hidup mandiri.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak, terutama anak kecil, meniru apa yang mereka lihat. Jika anak-anak melihat Daddies mengalami kesehatan mental ini akan berdampak pada mereka. “Ayah yang tengah menghadapi tantangan kesehatan mental akan mengalami kesulitan untuk menjalankan perannya dengan baik, sebagai pekerja, sebagai kepala rumah tangga, sebagai ayah, dan sebagai role model.
Tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap hubungan antara ayah dengan ibu dan juga anak-anak. Anak-anak akan kehilangan figur ayah yang sepatutnya menjadi pelindung, yang memberikan rasa aman di rumah,” papar Psikolog Vera.
Ketika Ayah sedang berjuang dengan kesehatan mentalnya, hal itu dapat menciptakan suasana yang penuh emosi di rumah, memengaruhi kemampuan anak untuk memahami dan mengekspresikan perasaannya. Peran Daddies dalam kehidupan anak sebagai panutan sangatlah penting sehingga mengabaikan kesehatan mental Daddies justru akan mengajar anak-anak sebuah cara mengatasi masalah dengan cara yang keliru.
Bagaimana caranya menjaga kesehatan mental sebagai seorang ayah? Berusahalah punya kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan di luar ruangan seperti, hiking, menjelajahi lingkungan baru, menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih, dan jangan pernah malu melakukan yang ini, temui terapis agar Daddies bisa memperoleh bantuan yang tepat.
Jadikanlah perawatan diri, baik secara fisik maupun mental, sebagai prioritas. Daddies tahu kenapa? Karena sebagai suami dan ayah yang tugasnya adalah merawat keluarga, Daddies pun perlu meluangkan waktu untuk merawat diri sendiri. Jika Daddies sehat lahir dan batin, seluruh anggota keluarga Daddies juga akan begitu.
Semua anggota keluarga perlu berperan aktif diawali dengan menyadari bahwa laki-laki, khususnya para Ayah bukanlah manusia sempurna yang tidak bisa capek dan sakit. Bantu dan dukung para Ayah untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Ini tidak hanya bermanfaat bagi para ayah, tetapi juga untuk keluarga secara keseluruhan.
BACA JUGA: 10 Cara Menguatkan Hubungan Ayah dan Anak Perempuan
Cover: Freepik