Apa itu doom spending dan bagaimana kebiasaan ini bisa berdampak negatif pada keuangan? Simak penjelasan lengkap di bawah ini.
Belakangan ini istilah doom spending semakin sering dibicarakan, terutama di kalangan generasi Z dan milenial. Fenomena ini mengacu pada kebiasaan menghabiskan uang secara impulsif sebagai cara untuk mengatasi tekanan emosional atau stres. Dampaknya cukup serius, terutama bagi kondisi keuangan jangka panjang mereka, yang jika dibiarkan bisa mengancam stabilitas finansial di masa depan.
Istilah doom spending sendiri berasal dari perpaduan kata “doom” yang berarti kehancuran atau kerugian besar, dan “spending” yang berarti pengeluaran. Sesuai dengan namanya, doom spending adalah pengeluaran yang berisiko menghancurkan kesejahteraan finansial individu karena dilakukan tanpa perencanaan matang. Biasanya, kebiasaan ini muncul ketika seseorang merasa cemas, tertekan, atau tidak optimis tentang masa depan mereka, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun personal.
Salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah paparan media sosial. Di era digital seperti sekarang, media sosial menjadi salah satu sumber utama informasi dan inspirasi, tetapi juga bisa menjadi pemicu perilaku konsumtif yang berlebihan. Platform seperti Instagram dan TikTok sering kali dipenuhi dengan konten yang menampilkan gaya hidup glamor dan serba mewah, yang tanpa disadari menciptakan tekanan sosial pada para penggunanya, terutama di kalangan anak muda.
Fenomena yang dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO) juga turut berperan dalam doom spending. FOMO adalah perasaan cemas yang muncul ketika seseorang merasa ketinggalan tren atau tidak memiliki sesuatu yang sedang populer. Ketika terus-menerus melihat teman atau orang lain memamerkan barang baru, liburan mewah, atau pengalaman eksklusif di media sosial, banyak orang merasa terdesak untuk ikut serta, meski itu berarti menghabiskan uang yang sebenarnya tidak mereka miliki.
BACA JUGA: Cara Menghitung Dana Darurat, Kata Financial Planner!
Selain tekanan dari media sosial, kurangnya literasi keuangan juga menjadi faktor signifikan dalam meningkatnya kebiasaan doom spending di kalangan generasi muda. Banyak anak muda yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara mengelola keuangan, membuat anggaran, atau menabung untuk masa depan. Mereka sering kali tidak memahami pentingnya perencanaan keuangan jangka panjang, sehingga cenderung membelanjakan uang tanpa memikirkan dampaknya di masa depan.
Padahal, literasi keuangan sangat penting untuk membantu seseorang membuat keputusan yang bijak terkait uang. Tanpa pemahaman yang baik tentang cara mengatur keuangan, seseorang akan lebih rentan terhadap godaan pengeluaran impulsif, terutama ketika dihadapkan pada tekanan emosional atau keinginan untuk bersenang-senang.
Doom spending tidak hanya berdampak pada keuangan pribadi seseorang, tetapi juga bisa memengaruhi kesejahteraan mental mereka. Meskipun membeli barang-barang tertentu mungkin memberikan kebahagiaan sesaat, kebiasaan ini sering kali diikuti dengan perasaan menyesal atau cemas setelahnya, terutama ketika seseorang menyadari bahwa mereka telah menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan yang lebih penting.
Selain itu, doom spending juga dapat menyebabkan masalah keuangan yang serius di masa depan. Anak muda yang terjebak dalam kebiasaan ini berisiko tidak memiliki tabungan yang cukup untuk menghadapi situasi darurat atau kebutuhan di masa mendatang, seperti membeli rumah, membayar biaya pendidikan, atau bahkan pensiun. Bahkan, dalam beberapa kasus, doom spending bisa membuat seseorang terjebak dalam utang, terutama dengan kemudahan akses terhadap pinjaman online atau kredit.
BACA JUGA: Hari Tua Terjamin, Pelajari Cara Mengelola Dana Pensiun yang Tepat
Mencegah doom spending memerlukan kesadaran dan disiplin yang kuat. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk menghindari kebiasaan boros ini:
Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi doom spending adalah dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sekadar keinginan sesaat. Hindari godaan untuk membeli barang yang tidak diperlukan dengan menghapus informasi kartu kredit dari aplikasi belanja online atau menunda pembelian selama 24 jam untuk memastikan bahwa benar-benar membutuhkannya.
Menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial dapat memicu perasaan tidak puas atau FOMO. Cobalah untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk berselancar di platform ini dan fokus pada aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti membaca buku, berolahraga, atau mengejar hobi baru. Dengan mengurangi paparan terhadap konten yang memicu keinginan berbelanja, Anda dapat mengurangi dorongan untuk membelanjakan uang secara impulsif.
Salah satu cara terbaik untuk melawan doom spending adalah dengan meningkatkan pemahaman tentang keuangan. Belajar tentang cara membuat anggaran, menabung, dan berinvestasi dapat membantu seseorang mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan memiliki rencana keuangan yang jelas, seseorang dapat lebih mudah menghindari pengeluaran yang tidak perlu dan fokus pada tujuan jangka panjang.
Menetapkan prioritas keuangan yang jelas adalah kunci untuk menghindari doom spending. Pastikan bahwa kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan tabungan jangka panjang selalu diutamakan sebelum memikirkan pengeluaran untuk hiburan atau barang mewah. Dengan memiliki tujuan keuangan yang spesifik, seperti menabung untuk membeli rumah atau pensiun, seseorang dapat lebih mudah menahan diri dari pengeluaran yang tidak penting.
Doom spending adalah fenomena yang semakin umum di kalangan generasi muda, terutama di era digital yang penuh dengan tekanan sosial dan godaan konsumtif. Meskipun kebiasaan ini mungkin memberikan kepuasan sesaat, dampaknya terhadap keuangan jangka panjang bisa sangat merugikan.
BACA JUGA: Ciri-ciri Orang yang Financially Privilege, Apakah Anda Termasuk?
Dengan membatasi pengeluaran impulsif, meningkatkan literasi keuangan, dan menetapkan prioritas yang jelas, kita dapat menghindari jebakan doom spending dan memastikan kesejahteraan finansial di masa depan.
Penulis: Nazla Ufaira Sabri
Cover: cookie_studio on Freepik