banner-detik
#MOMMIESWORKINGIT

Cuti Melahirkan 6 Bulan, Keuntungan atau Diskriminasi?

author

Dhevita Wulandari27 Aug 2024

Cuti Melahirkan 6 Bulan, Keuntungan atau Diskriminasi?

Cuti melahirkan 6 bulan memiliki manfaat jangka panjang untuk mendukung kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak. Namun, ada tantangan yang perlu diatasi.

Undang-undang (UU) untuk ibu hamil bisa cuti melahirkan 6 bulan akhirnya disahkan pada 2 Juli 2024 lalu dan tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Pengaturan cuti melahirkan 6 bulan menjadi sebuah langkah maju yang signifikan yang diberikan pemerintah daerah dan pusat dalam memberi dukungan bagi para ibu bekerja dan bayi mereka.

Gaji Cuti Melahirkan 6 Bulan

Dalam UU Nomor 4 Tahun 2024 Pasal 5 ayat (2) huruf a, b, dan c tertulis, setiap ibu yang melaksanakan hak cuti melahirkan mendapat upah secara penuh untuk 3 bulan pertama, secara penuh untuk bulan keempat, dan 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam.

Manfaat Cuti Melahirkan Lebih dari 3 Bulan

Kebijakan ini didasarkan pada pemahaman, kebutuhan, dan memiliki beberapa manfaat penting bagi ibu, anak, bahkan perusahaan, seperti:

1. Menciptakan ikatan batin

Mendapatkan cuti yang lebih panjang memungkinkan ibu untuk membangun bonding atau ikatan yang lebih kuat dengan bayinya. Hal ini juga sangat penting untuk perkembangan emosional anak sejak dini.

2. Pemulihan fisik

Ibu yang baru melahirkan membutuhkan waktu untuk memulihkan fisiknya, apalagi jika melahirkan secara operasi. Cuti yang cukup bisa memberikan kesempatan bagi ibu untuk memulihkan tenaga dan kesehatannya.

3. Pemulihan mental

Tidak hanya memulihkan fisik, memulihkan mental juga penting bagi ibu yang baru melahirkan. Terlepas dari melahirkan anak pertama, kedua, ketiga atau seterusnya, semua ibu yang baru melahirkan memiliki kemungkinan mengalami postpartum depression hingga baby blues.

Maka dari itu, cuti melahirkan yang lebih lama bisa membantu ibu yang baru melahirkan untuk mengurangi stres dan masalah kesehatan mental lainnya yang muncul setelah melahirkan.

BACA JUGA: Pengaruh ASI untuk Pola Tidur Bayi beserta Manfaatnya, Ibu Baru Perlu Tahu

4. Produksi ASI eksklusif

Cuti yang lebih panjang mendukung keberlangsungan produksi dan pemberian ASI eksklusif pada bayi. Tentunya ini sangat bermanfaat bafi pertumbuhan dan perkembangan bayi di 6 bulan pertama.

5. Reputasi perusahaan

Dengan memberlakukan kebijakan cuti 6 bulan untuk ibu melahirkan, perusahaan akan meningkatkan reputasi yang baik sebagai tempat kerja atau kantor yang ramah perempuan dan ramah keluarga.

6. Karyawan memiliki produktivitas yang baik

Ibu melahirkan sebagai karyawan yang mendapat cuti lebih panjang akan merasa diperhatikan dan didukung. Bukan hanya itu, karyawan bahkan cenderung lebih loyal kepada perusahaan dan memiliki produktivitas yang baik dalam jangka panjang.

7. Mengurangi tingkat pergantian karyawan

Durasi cuti melahirkan yang cukup dan memadai dapat membantu mengurangi tingkat pergantian karyawan, khususnya di kalangan perempuan.

Foto: Freepik

Tantangan Cuti Melahirkan 6 Bulan bagi Pemerintah dan Perusahaan terhadap Ibu Bekerja

Memang, agar kebijakan ini bisa berjalan dengan lancar, masih ada banyak tantangan yang harus pemerintah, perusahaan, dan ibu bekerja hadapi. Misalnya, pengurangan jumlah gaji sebanyak 25% di bulan kelima dan keenam bisa memberatkan keuangan keluarga. Pemerintah dan perusahaan harus sadar betul bahwa pengeluaran ibu bekerja yang mengambil cuti melahirkan 6 bulan itu malah bertambah dengan adanya anggota keluarga baru tapi gaji yang diterima hanya 75%.

Di kasus lain, perusahaan keberatan untuk membiarkan ibu bekerja mendapat cuti melahirkan selama 6 bulan karena sementara harus mencari karyawan pengganti. Ketidaksiapan ini membuat beberapa kasus muncul.

Dua di antaranya seperti yang terjadi pada karyawan sebuah brand susu diet terkenal yang tiba-tiba kena PHK bahkan sebelum cuti melahirkan di November 2023. Ada juga kasus yang baru terjadi di awal Agustus 2024, seorang ibu bekerja yang bekerja di e-commerce ternama terkena PHK saat baru 2 hari masuk kerja setelah cuti melahirkan. Ia pun mengunggah videonya di TikTok dan sudah ditonton sebanyak 2,1 juta kali.

Padahal dalam UU yang sudah disahkan, perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan perempuan yang sedang cuti melahirkan. Hal ini tertulis jelas dalam UU Nomor 4 Tahun 2024 Pasal 5 ayat (1). Apabila pemberhentian kerja dilakukan saat karyawan perempuan sedang cuti melahirkan, maka Pemerintah Daerah hingga Pusat berkewajiban memberikan bantuan hukum sebagaimana tertulis dalam pasal yang sama di ayat (3).

Selain itu, cuti melahirkan yang cukup lama dianggap bisa membuat karyawan perempuan kurang “menarik” lagi di mata perusahaan karena dinilai tidak maksimal dalam pekerjaan. Kondisi ini dapat menimbulkan diskriminasi terhadap karyawan perempuan yang cuti melahirkan.

Padahal faktanya tidak begitu. Ibu yang bahagia dan bisa jaga anak dengan bahagia dapat menghasilkan kualitas anak yang dibesarkan semakin bagus dan bisa menciptakan generasi masa depan yang lebih berkualitas. Bahkan, banyak dari ibu bekerja yang memiliki 1 anak atau lebih tetap bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya dan karyawan yang produktif dan berprestasi di tempat kerjanya.

BACA JUGA: Jadi Mentor Hebat, Hindari 10 Kesalahan Ini saat Membimbing Anak Intern

Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah dan Perusahaan agar Cuti Melahirkan Tidak Diskriminatif bagi Ibu Bekerja

Supaya tidak menjadi pedang bermata dua bagi ibu bekerja yang cuti melahirkan 6 bulan, ada banyak langkah yang bisa dilakukan pemerintah dan perusahaan. Beberapa di antaranya seperti:

1. Memberi insentif pada perusahaan

Pemerintah bisa membantu perusahaan dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang memberikan kebijakan cuti melahirkan yang lebih panjang dari 3 bulan, seperti pengurangan pajak.

2. Melakukan sosialisasi masyarakat

Sosialisasi yang masif sangat diperlukan untuk mengubah persepsi dan stigma masyarakat mengenai peran ibu bekerja dan pentingnya mendapat cuti melahirkan yang cukup.

3. Mengedukasi para suami

Para suami harus paham dan sadar peran mereka sebagai ayah juga sangat penting bukan hanya bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, tapi juga sebagai support system bagi istri dalam membesarkan anak besama. Perusahaan juga bisa membuat edukasi di kantor, misalnya mengenai apa saja yang harus suami persiapkan saat istri akan melahirkan, tugas yang harus dilakukan saat istri sudah melahirkan, atau sesederhana cara menenangkan dan menggendong bayi yang benar.

4. Memperbanyak layanan penitipan anak

Penyediaan layanan penitipan anak yang aman, nyaman, berkualitas dan terjangkau akan sangat membantu para ibu bekerja dalam mengatur waktu dan fokus pada tugas di tempat kerja.

5. Memberikan fleksibilitas bekerja

Perusahaan perlu menawarkan pilihan kerja yang fleksibel, seperti bekerja dari rumah selama dan setelah cuti melahirkan. Hal ini tidak berlaku pada para ibu bekerja saja tapi juga bisa diterapkan pada para suami bekerja agar keduanya bisa menyeimbangkan tanggung jawab dalam pekerjaan dan keluarga.

6. Memberikan program pengembangan

Program pengembangan dan pelatihaan yang dilakukan selama cuti melahirkan atau setelah kembali bekerja bisa membantu para ibu bekerja tetap merasa relevan, tidak ketinggalan, termotivasi, dan bersemangat dalam bekerja.

Cover: Freepik

Share Article

author

Dhevita Wulandari

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan