Simak manfaat hingga efek samping terapi cuci darah atau hemodialisis langsung dari pakar yang terpercaya di bawah ini! Lengkap!
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki peran penting bagi tubuh manusia. Selain berfungsi untuk mengatur produksi sel darah merah, ginjal juga bertugas untuk menjaga membersihkan darah dari senyawa beracun. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kesehatan ginjal agar tetap bisa berfungsi dengan baik.
Apabila ginjal tidak berfungsi dengan baik, seperti tidak dapat menyaring limbah sisa metabolisme tubuh dari dalam darah dan membuangnya melalui urin, kondisi inilah yang disebut dengan gagal ginjal. Penyakit ini bisa dialami oleh semua usia dan bisa ditangani dengan melakukan berbagai pengobatan dan perawatan, seperti cuci darah.
Untuk mengenal lebih jauh tentang cuci darah, Mommies Daily berkesempatan untuk bertanya kepada dr. Elizabeth Yasmine Wardoyo, Sp. P. D, Subsp. G. H (K), Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Ginjal Hipertensi, RS Pondok Indah – Bintaro Jaya. Simak selengkapnya di bawah ini, yuk!
BACA JUGA: Cara Mudah Menjaga Kesehatan Ginjal Keluarga, Salah Satunya Minum Air Putih
Cuci darah atau Hemodialisis adalah prosedur perawatan yang bertujuan untuk mengganti fungsi ginjal yang rusak, seperti menyaring limbah dan air dari darah. Hemodialisis juga berfungsi untuk mengontrol tekanan darah dan menyeimbangkan mineral penting, seperti kalium, natrium, serta kalsium.
Pada dasarnya, ginjal berperan besar pada organ tubuh lainnya, karena organ yang satu ini berfungsi untuk membentuk zat-zat yang bisa menjaga tubuh agar tetap sehat. Namun, pada pasien penyakit gagal ginjal, organ ini sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Kondisi ini yang membuat tubuh membutuhkan terapi cuci darah yakni dengan bantuan alat medis dengan tujuan membantu peran ginjal ketika organ tersebut sudah tidak mampu bekerja dengan efektif.
Menurut dokter Yasmine, penyakit gagal ginjal sendiri terjadi secara berspektrum, mulai dari stadium satu hingga stadium lima atau akhir. Terapi cuci darah tidak dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yang sudah pada tahap stadium lima atau akhir. Mulanya, dokter akan melakukan diskusi dengan pasien yang mengidap gagal ginjal stadium akhir terlebih dahulu, untuk mempertimbangkan apakah terapi cuci darah perlu dilakukan atau tidak.
Salah satu indikasi yang mendukung pertimbangan apabila seseorang harus melakukan terapi cuci darah adalah ketika fungsi ginjalnya kurang dari 15, dimana fungsi ginjal bekerja sangat minimal. Oleh karena itu, penting sekali untuk melakukan perawatan ginjal sedini mungkin, agar mencegah penyakit gagal ginjal mencapai tahap lima atau akhir. Saat seseorang didiagnosa mengidap penyakit gagal ginjal kronik pada stadium awal, maka pasien tersebut masih memiliki waktu untuk menghambat progresivitas penyakit dengan pemberian obat-obatan.
Selain itu, dokter juga akan melakukan kontrol secara berkala dengan tujuan mencegah pasien mencapai gagal ginjal tahap akhir. Dengan demikian, hal inilah yang menyebabkan pentingnya seseorang yang mengalami gagal ginjal melakukan pengobatan sedini mungkin untuk mencegah penyakit sampai pada tahap akhir.
Pada mulanya, ginjal berfungsi untuk menyaring racun serta zat-zat sisa metabolisme tubuh, tetapi hal ini tidak dapat berjalan dengan baik pada pasien gagal ginjal, sehingga membutuhkan terapi cuci darah. Tujuan dan manfaat melakukan terapi cuci darah adalah sebagai alat pengganti fungsi ginjal, yakni menyaring limbah dan air dari darah.
Gagal ginjal sendiri terbagi menjadi dua, yakni akut dan kronik. Gagal ginjal akut merupakan penyakit gagal ginjal yang terjadi secara cepat, seperti dalam waktu dua minggu fungsi ginjal menurun. Sedangkan gagal ginjal kronik terjadi dalam waktu yang lama yakni selama tiga bulan fungsi ginjal mengalami penurunan.
Cuci darah merupakan salah satu dari tiga jenis terapi pengganti fungsi ginjal, selain continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) atau cuci darah lewat perut dan transplantasi ginjal. Oleh karena itu, pasien gagal ginjal kronik akan diberikan tiga pilihan terapi pengganti fungsi ginjal tersebut setelah mendiskusikan penyakit serta kondisinya bersama dokter.
Berdasarkan hasil wawancara, dokter Yasmin menjelaskan bahwa selama proses hemodialisis atau cuci darah, pasien akan terkoneksi dengan mesin hemodialisis melalui akses pembuluh darah. Akses pembuluh darah ini dapat dibuat pada lengan ataupun kateter yang dipasang pada area leher serta dada.
Tentunya pembuatan akses ini akan turut dibantu oleh dokter spesialis bedah toraks, kardiak, dan vaskular. Selama proses cuci darah kurang lebih 4-5 jam yang terkoneksi dengan mesin, pasien diperbolehkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, menonton televisi, atau bahkan mengikuti rapat serta kuliah secara daring.
Terapi cuci darah sendiri bukan bertujuan untuk menyembuhkan ginjal sepenuhnya. Terapi ini hanya filter buatan manusia yang dapat membantu mengeluarkan racun, elektrolit, serta jumlah cairan yang berlebih dalam tubuh manusia sebagai pengganti ginjal yang sedang tidak bisa berfungsi dengan baik. Bagi pasien yang mengidap gagal ginjal akut, cuci darah hanya dilakukan sementara sampai pada saat dokter dapat mengatasi penyebab utama penyakit tersebut.
Sehingga ketika ginjal dapat berfungsi normal maka pasien tidak perlu melakukan terapi cuci darah kembali. Berbeda pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik, seperti diabetes dan hipertensi lama dan sampai pada stadium lima, terapi ini harus dilakukan secara terus-menerus sampai pasien melakukan transplantasi ginjal. Pasien gagal ginjal kronik yang sudah melakukan transplantasi tidak perlu melakukan terapi ini lagi, tetapi jika pasien tidak melakukan transplantasi maka terapi cuci darah perlu dilakukan seumur hidup.
Tindakan hemodialisis atau cuci darah dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 atau stadium akhir. Umumnya pasien menjalani hemodialisis sebanyak 2 – 3 kali dalam kurun waktu seminggu. Pasien yang menjalankan hemodialisis sebanyak 2 kali dalam seminggu, setiap sesinya akan berlangsung selama 5 jam, sedangkan untuk pasien yang menjalankan hemodialisis sebanyak 3 kali seminggu, setiap sesinya berlangsung selama 4 jam.
Terapi cuci darah atau hemodialisis dapat dikatakan berhasil atau dengan kata lain bisa menjalankan fungsi ginjal yang sebelumnya gagal ditandai dengan beberapa kondisi. Tanda-tanda seperti racun yang ada di dalam darah semakin menurun, kalium pada darah akan kembali normal, dan elektrolit akan kembali menjadi baik. Periode cuci darah setiap orang akan berbeda-beda dan disesuaikan pada kondisi masing-masing pasien.
Pada saat proses terapi cuci darah atau hemodialisis tekanan darah akan menjadi fluktuatif, yaitu kondisi ketika pasien mengalami penurunan atau peningkatan tekanan darah. Tentu pada mulanya pasien akan membutuhkan waktu dalam menyesuaikan proses terapi cuci darah. Umumnya, pada fase penyesuaian ini pasien akan merasakan sakit kepala, pusing, atau mual.
Apabila pasien sudah merasakan gejala tersebut maka sebaiknya disampaikan kepada dokter yang mendampingi agar dapat melakukan penyesuaian pengaturan mesin cuci darah. Meskipun telah menjalankan terapi cuci darah secara rutin, pasien dianjurkan untuk tetap melakukan kontrol dengan dokter spesialis penyakit dalam subspesialis ginjal hipertensi minimal satu kali dalam sebulan untuk mengecek kondisi secara umum.
Pasien gagal ginjal yang melakukan cuci darah juga cukup rentan untuk mengalami anemia serta pengeroposan pada tulang. Oleh karena itu, dokter akan memastikan kadar hemoglobin agar tetap dalam batas yang diinginkan. Selain itu, dokter juga akan mengamati kadar kalsium, fosfor, vitamin D OH tetap dalam kondisi aman untuk kesehatan tulang pasien.
Itu dia informasi tentang cuci darah atau hemodialisis yang perlu Mommies ketahui. Mulai dari waktu yang tepat untuk melakukan cuci darah hingga efek sampingnya. Semoga bermanfaat informasinya!
BACA JUGA: Batu Ginjal: Definisi, Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobati
Ditulis oleh: Nariko Christabel
Cover: Freepik