Sebagai pekerja memang wajar jika Mommies menginginkan validasi dalam hasil kerja, tapi terlalu haus validasi di kantor bisa berbahaya, lho!
Akrab dengan kata validasi? Dalam psikologi, validasi artinya mengakui bahwa perasaan dan pikiran seseorang masuk akal dapat menunjukkan bahwa kita mendengarkan tanpa menghakimi. Namun dalam dunia kerja, validasi bisa berarti bahwa seseorang ingin perasaan dan hasil kerjanya dimengerti dan diakui.
Misalnya, saat Mommies mengajukan ide selama rapat. Aalih-alih menyampaikannya dengan percaya diri, mungkin Mommies akan segera melihat ke sekeliling ruangan, untuk mengukur reaksi. Setiap anggukan dari seorang rekan kerja adalah sebuah penegasan, tetapi ekspresi netral atau sedikit cemberut sudah cukup untuk membuat Mommies ragu.
Bahkan ketika Mommies sebenarnya yakin dengan ide yang akan disampaikan, emosi yang ditunjukkan dari rekan kerja bisa membuat ragu. Hal ini berbahaya jika diteruskan karena membuat Mommies meragukan kemampuan diri sendiri.
Satu contohnya lagi, mungkin saja Mommies menjadi terlalu perasa di kantor. Merasa tiap penolakan ide atau revisi pekerjaan sebagai salah satu sikap permusuhan dari kolega kantor lainnya. Padahal profesionalitas tetap diperlukan di dalam bekerja.
Memang, sih, keinginan untuk merasa diterima dan dihargai oleh orang lain adalah keinginan yang wajar dan sehat, apa pun pangkat atau jabatan Mommies di kantor. Namun, ketika pengambilan keputusan, harga diri, dan rasa percaya diri secara keseluruhan menjadi terlalu bergantung pada pendapat orang lain – atau ketika Mommies mulai mengorbankan nilai-nilai dan integritas diri sendiri hanya untuk mendapatkan persetujuan (atau menghindari ketidaksetujuan) – maka hal ini sudah kelewatan.
BACA JUGA: Unik! Ini 7 Cara Orang Cerdas dalam Mengatasi Stres dan Burnout
Berikut ini 5 tips yang bisa Mommies lakukan untuk mengatasi rasa haus validasi di kantor dan lingkungan pekerjaan.
Langkah pertama adalah memperkuat rasa percaya diri sehingga merasa cukup kuat untuk melakukan apa yang Mommies rasa benar. Dengan cara ini, tidak akan lagi merasa perlu melihat orang lain untuk merasa cukup baik dengan pilihan dan keputusan Mommies.
Mungkin Mommies bisa membuat jurnal apresiasi diri dan mulai mengakui setiap hari atau beberapa kali dalam seminggu hal-hal yang paling dibanggakan dari diri sendiri. Misalnya, pilihan yang telah dibuat, wawasan yang telah dipelajari, atau proyek kantor yang sukses Mommies kerjakan.
Jujur pada diri sendiri, deh, saat Mommies mengambil tugas atau komitmen baru, apakah melakukannya karena itu “benar” atau karena ingin mendapatkan persetujuan dan menghindari penolakan.
Duduklah dan evaluasi tugas-tugas mingguan di kantor dan tanyakan pada diri sendiri apa yang benar-benar perlu dan penting, dan apa yang didorong oleh keinginan untuk menyenangkan orang lain. Kemudian secara perlahan-lahan hapus daftar “hal-hal yang menyenangkan orang lain”.
Di tengah kesibukan pekerjaan sehari-hari, respons Mommies bisa menjadi kebiasaan, terutama saat berada di bawah tekanan atau stres. Lain kali saat dihadapkan pada sebuah pilihan, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya melakukan ini karena saya yakin ini adalah tindakan yang benar, atau karena saya ingin dilihat dengan cara tertentu?”
Sangat mudah untuk terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain jika Mommies tidak sepenuhnya berpegang teguh pada sudut pandang sendiri. Bisa saja Mommies setuju dengan orang yang paling persuasif di ruangan rapat, bukan karena benar-benar setuju, tetapi karena ingin dilihat sebagai pemain tim.
Terakhir, Mommies perlu berlatih untuk melepaskan diri dari mencari validasi di kantor. Ini berarti memperhatikan bahasa, pembicaraan diri, dan perilaku Mommies, serta mengidentifikasi kapan hal Mommies membuat pilihan yang tepat dan melakukan hal yang benar.
BACA JUGA: Ingin Karier Sukses? Coba Lakukan 5 Kebiasaan Kecil Ini!
Setiap membuat keputusan di kantor, tanyakan pada diri sendiri apakah keputusan tersebut terasa benar. Ingatkan diri bahwa itu adalah pilihan Mommies dan berikan diri validasi untuk menjadi diri sendiri.
Penulis: Imelda Rahma
Cover: pressfoto on Freepik