Viral, Anak Balita Membully Teman Seumurannya, Kok Bisa? Ini Kata Psikolog

Parenting & Kids

Sisca Christina・30 Jun 2024

detail-thumb

Apakah bisa anak balita membully teman seumurannya? Ataukah itu hanya perilaku agresif semata? Simak sampai habis supaya bisa menghindarinya!

Belum lama ini, seorang influencer Jessica Adrilia mengalami peristiwa tak menyenangkan. Kanel, anak balitanya yang masih berusia tiga tahun dibully oleh temannya yang juga masih balita, yaitu berusia empat tahun.

Koronologisnya, Kanel dikejar mau dipukul pakai sandal oleh temannya, namun Kanel lari. Sang teman kemudian merusak, menginjak dan membuang sepeda kanel ke semak-semak. Kanel melapor kepada mamanya, kemudian sang mama menghampiri dan berkata tegas kepada pelaku bullying untuk mengembalikan sepeda Kanel. Kejadian ini terekam pada CCTV komplek perumahan sang influencer dan diposting di Instagram ibu korban kemudian viral.

Seperti kejadian-kejadian bullying lainnya,kejadian perundungan kali inipun bikin sesak hati. Namun ironisnya lagi, di kejadian pelakunya masih balita, membuat kita nggak habis pikir: kok bisa anak balita membully anak balita lainnya?

Pada umumnya, peristiwa bullying atau perundungan dilakukan oleh anak yang sudah lebih besar atau orang dewasa. Di kejadian ini, pelaku menunjukkan sikap “nyolot” ketika ditegur ibu pelaku. Seolah tak peduli apalagi merasa bersalah. Sungkan pada ibu korban pun tidak.

Jadi penasaran, sebenarnya apa yang ada di benak balita yang membully teman seumurannya ini?

Baca juga: Perilaku Anak Berbeda di Rumah dan di Sekolah? Jangan Panik, Ini Alasannya!

Balita Membully dan Apa Kata Psikolog Anak

Menurut Firesta Farizal, M.Psi, Psikolog, Psikolog Klinis Anak dan Remaja yang berpraktik di Mentari Anakkku, bullying adalah tindakan perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja secara berulang-ulang. Perlu digarisbawahi, pada kasus bullying, umumnya terdapat perbedaan power antara pelaku dengan korbannya, dan ini menimbulkan kesenangan atau kepuasan dari sisi pelaku. “Bahwa tindakan yang dilakukan pada peristiwa di atas adalah perilaku agresif dan destruktif, itu betul,” jelas Firesta. Namun perlu dicek terlebih dahulu apakah tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang atau tidak. Perlu diketahui, tidak semua tindakan agresif disebut dengan tindakan bullying.

Lalu, mengapa anak usia dini dapat melakukan tindakan tersebut? “Pertama, bisa saja, tindakan agresif sudah menjadi sesuatu hal yang biasa dilihat dan didengar oleh anak tersebut, baik dari orang di sekitarnya, dari game atau tontonan, kemudian ia menirunya. Kedua, anak usia dini masih sulit meregulasi emosinya,” tambah Firesta. Pada akhirnya, kedua kombinasi hal tersebut bisa memengaruhi anak untuk melakukan tindakan agresif kepada teman sebayanya saat ada peristiwa yang memicu.

Namun demikian, kita juga tidak bisa membiarkan perilaku tersebut. Tindakan agresif tidak bisa dikategorikan dengan perilaku “iseng saja”. Biar bagaimanapun, ada intensi pada pada anak tersebut untuk melakukan tindakan yang merusak kepada anak lain.

Kita perlu melihat dulu dengan cermat, apa kondisi di balik perilaku anak yang melakukan tindakan tersebut tersebut. “Ada apa dengan anak tersebut, kesehariannya seperti apa, bagaimana lingkungan sekitarnya, ia punya kendala apa, dari mana ia mendapat ide untuk melakukan tindakan tersebut, apa pemicunya, apakah ini baru pertama kali terjadi atau sudah berulang, jika pernah berulang, apa respon orang tuanya di kejadian sebelumnya dan mengapa bisa sampai terulang, dan seterusnya. Jadi, perlu dicek secara menyeluruh sebelum memberikan judgement bahwa anak tersebut melakukan tindak bullying.”

Bagaimana jika ternyata tindakan anak sudah berulang dan orang tua sudah mencoba mengatasinya namun masih terjadi? Saatnya orang tua berkonsultasi dengan psikolog anak untuk mendapat bantuan klinis agar anak tak mengulangi perilaku tersebut kemudian hari.

Baca juga: 7 Perilaku yang Dimiliki Psikopat Sejak Kecil, Orang Tua Harus Waspada!

Cover: Freepik