Sorry, we couldn't find any article matching ''
Rezki Achyana: Penyandang Disabilitas Sudah Kompeten untuk Bekerja
Selain pendidikan dan pelatihan untuk para penyandang disabilitas, Rezki Achyana ingatkan dukungan nyata dari para non-disabilitas perlu ditingkatkan.
Sudah berkecimpung di dunia disabilitas selama 10 tahun, Muhammad Rezeki Achyana mendedikasikan dirinya untuk membantu para penyandang disabilitas dan non-disabilitas agar bisa bekerja sama dengan baik. Selain sebagai Founder & CEO Parakerja, laki-laki berusia 27 tahun ini juga merupakan Founder & Executive Director of The TamTam Therapy Centre yang melakukan terapi pada anak-anak autisme bersama istrinya, Dwitamari Junita.
Kali ini, Mommies Daily memiliki kesempatan untuk berbincang bersama Rezki mengenai alasan ia mendalami dunia disabilitas, autisme, hingga ingin membantu para penyandang disabilitas untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak yang setara.
Apa hal yang membuat Rezki Achyana mendalami tentang disabilitas, autisme hingga gangguan neurologis lainnya?
Jadi, saya masuk ke dunia disabilitas ini di 2014 ketika tamat SMA. Waktu itu saya diajak oleh keluarga untuk handling SLB (Sekolah Luar Biasa) milik tante saya. Ada 2 SLB di Batam, 1 SLB di Tanjung Pinang, dan 1 SLB di Tanjung Balai Karimun. Dari situlah saya belajar sampai akhirnya menjadi managing director untuk 4 SLB tersebut.
Kemudian, saat kuliah saya mengambil dua jurusan yaitu pendidikan luar biasa di Universitas Karimun dan management business di Universitas Internasional Batam. Di 2015, saya mendirikan ABA Batam.
ABA adalah metode untuk perubahan perilaku anak autistik dengan cara memahami perilakunya dan melakukan modifikasi dari perilaku tersebut. ABA juga merupakan metode yang paling efektif dan efisien untuk anak-anak berkebutuhan khusus, fokusnya untuk anak autisme.
BACA JUGA: 25 Negara dengan Upah Minimum Tertinggi, Indonesia Keberapa?
Selama menjalankan profesi di SLB dan mendirikan ABA Batam, saya mulai eksplorasi lebih dalam lagi tentang anak-anak berkebutuhan khusus.
Sampai akhirnya saat ini, saya juga melakukan terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan pelatihan kerja untuk penyandang disabilitas usia remaja dan dewasa melalui platform yang saya dirikan yaitu Parakerja.
Selain Parakerja, saya juga buka terapi yang namanya Tamtam Therapy Centre untuk anak berkebutuhan khusus yang berlokasi di Jakarta Selatan. Bulan Juni 2024 akan buka juga di Sukabumi, Jawa Barat.
Foto: Dok. Istimewa
3 Hal yang Rezki Achyana suka dari diri sendiri dan alasannya apa?
Hal yang paling saya suka sama diri saya adalah keinginan untuk belajar. Saya tuh senang banget belajar banyak hal, seperti salah satunya evolusi paus. Lalu, saya juga suka traveling. 12 Mei lalu saya baru kembali dari Kenya. Melihat berbagai budaya, berbagai ras, hinga binatang-binatang. Terakhir, saya paling suka makan. Nyobain makanan-makanan baru dan tempat-tempat makan baru.
Apa pengalaman masa kecil yang membentuk Rezki Achyana memiliki hal tersebut?
Kalau tentang belajar, saya mendapat dukungan yang luar biasa dari orang tua. Saya suka baca buku. Dulu (waktu masih kecil), hampir setiap Minggu saya dibawa ke toko buku untuk beli buku baru dan buku yang saya suka. Misalnya tentang dinosaurus, tumbuhan, tubuh, dan masih banyak hal lain.
Orang tua saya bukan dari ekonomi yang berkecukupan. Kadang, kita pergi ke toko buku untuk membaca buku di tokonya. Kadang juga, kita pergi ke warnet yang (saat itu) adalah sesuatu yang sangat baru. Di sana kita baca informasi tentang planet-planet, kutub utara dan selatan, dan lain-lain.
Kemudian tentang makan, mungkin karena saya berasal dari kota Padang yang punya budaya kuliner yang oke banget. Apalagi orang tua saya suka masak. Saya dan adik selalu dilibatkan dalam prosesnya seperti membantu memotong daging, kupas bawang, sampai membersihkan ikan. Makanya, terbentuk karakter suka makan dari masa kecil.
Termasuk kalau dikaitkan dengan dunia disabilitas, dunia anak-anak berkebutuhan khusus terutama autisme. Saya sudah dilibatkan sejak lulus SMA oleh orang tua saya.
Foto: Dok. Istimewa
Apa pesan dari orang tua yang menjadi pegangan hidup Rezki Achyana?
Orang tua saya selalu bilang gini, “Kalau kamu pintar, kamu kaya, kamu baik, kamu bahagia, itu untuk dirimu sendiri. Orang lain juga akan ikut bahagia karena kebaikan-kebaikan yang kamu lakukan. Tapi kalau kamu melakukan hal buruk, itu untuk kamu juga. Dan orang lain juga ikut terseret. Jadi, silakan pilih.”
Saya jadi benar-benar mikir dan merasa kalau saya bahagia dan bisa menyebarkan informasi positif, maka orang lain juga akan positif terhadap saya. Jadi, hal kayak gitu benar-benar harus ditanamkan pada diri sendiri.
Apa ada buku atau film favorit yang akhirnya mengubah cara pandang Rezki Achyana terhadap suatu hal?
Buku yang paling saya suka adalah Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Buku tersebut mengajarkan perspektif-perspektif yang bagus dalam hidup. Kalau film, saya dan orang tua suka banget nonton film India seperti Kabhi Kushi Kabhi Gham yang menceritakan tentang nilai-nilai keluarga. Kemudian, Mahabharata. Ceritanya tentang dalam bersaudara harus saling membantu dalam kebaikan dan membuat orang tua bangga.
BACA JUGA: Tak Pandang Usia, Ini Daftar Perusahaan yang Memberikan Lowongan Kerja untuk Lansia
Apa alasan yang membuat Rezki Achyana mendirikan Parakerja dan Tamtam Therapy Center?
Untuk Parakerja, saya sebelumnya memang handling SLB di Kepulauan Riau. Di sana, kita sudah memberikan pendidikan yang terbaik dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA. Namun setelah tamat, lulusan-lulusan dari SLB ini kok tidak diterima kerja, ya?
Nah, ternyata kita melihat problemnya tuh bukan ada di penyandang disabilitasnya yang tidak kompetensi. Padahal, para penyandang disabilitasnya sudah kompeten untuk kerja, sudah tau etika kerja, sudah bisa mengejar target kerja yang diberikan.
Salah satu program di SMA LB adalah vocational learning, latihan untuk kerja. Jadi kalau penyandang disabilitasnya sudah kompeten tapi non-disabilitasnya belum kompeten, nggak akan bisa kerja bareng.
Apa bentuk tidak kompeten dari non-disabilitas? Salah satunya banyak yang gak bisa berbahasa isyarat, tidak menyediakan akses bidang miring untuk kursi roda atau pintu yang muat untuk kursi roda. Padahal kalau disediakan, pasti banyak penyandang disabilitas akhirnya bisa bekerja dan mengembangkan diri.
Jadi hal ini bukan tentang kompetensi disabilitas saja tapi non-disabilitas juga harus kita pikirkan. Supaya, akhinya menjadi bisa jembatan untuk bagaimana para penyandang disabilitas bisa meningkatkan kompetensinya agar bisa bekerja. Orang-orang non-disabilitas juga kita tingkatkan kompetensinya agar bisa menerima disabilitas dan bekerja bersama.
Foto: Dok. Istimewa
Kalau untuk pendidikan, kita juga butuh terapi terutama pada anak-anak autisme yang disediakan TamTam Therapy Center. ADHD atau masalah perilaku yang dari kecil memiliki kesulitan untuk mengontrol emosinya. Contohnya, kesulitan untuk duduk tenang, kesulitan untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan lain-lain. Maka, perlu dilakukan intervensi. Ketika kita tahu anak memiliki spektrum autisme, maka perlu diberikan terapi agar dia bisa mendapatkan pendidikan yang baik di sekolahnya setelah mendapatkan intervensi personalnya.
Jadi, akhirnya yang saya lakukan adalah membuat ekosistem dari awal anak terdiagnosa disabilitas lalu masuk ke dunia pendidikan lalu masuk ke dunia kerja. Kita (Parakerja) juga fasilitasi aksesibiltasnya seperti belajar bahasa isyarat. T
Di Indonesia, ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas yang mengatakan bahwa perusahaan swasta itu harus mempekerjakan disabilitas minimal 1% dari total karyawannya. Nah, kalau pemerintah seperti BUMN atau BUMD itu harus mempekerjakan disabilitas sebanyak 2% dari total karyawan.
Menurut Rezki Achyana, apa langkah yang harus dilakukan masyarakat dan pemerintah untuk bisa membuat para penyandang disabilitas mendapatkan kesetaraan?
Foto: Dok. Istimewa
Harus ada representatif. Pemerintah bikin undang-undang, namun tidak melibatkan disabilitasnya. Sehingga akhirnya aturan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Seharusnya, ketika membuat aturan, membuat kebijakan, membuat acara, itu melibatkan disabilitas sebagai represntasi bahwa aturan-aturan yang dibuat adalah sesuatu yang memang bisa diakses oleh disabilitas itu langsung.
Karena kalau membuat kebijakan tanpa adanya perspektif disabilitas, lalu untuk apa undang-undang itu. Nantinya malah tidak teraplikasikan, tidak terimplementasikan dengan baik. Jadi yang perlu kita perbaiki adalah representasinya ditingkatkan.
Di masa depan, ketika menjadi orang tua, apa pelajaran yang ingin diajarkan dan juga yang dihindari dalam mendidik anak?
Foto: Dok. Istimewa
Anak-anak itu terlahir innocent. Jangan ajarkan kalau kamu kulit putih, nggak bisa berteman sama anak berkulit hitam. Atau kalau kamu Islam, nggak bisa berteman sama orang Kristen.
Kalau anak merasa cocok sama teman, biarkan mereka bermain. Karena saya juga termasuk orang yang berteman dengan siapapun. Kalau misal punya teman tuli, ya kita belajar bahasa isyarat. Kalau teman tuna netra, ya kita jalan sambil berpegangan. Atau teman pengguna kursi roda, ya sini saya bantu dorong. Kalau teman Islam, ya sudah hari Jumat melakukan sholat Jumat, begitu juga kalau teman Kristen ibadah hari Minggu.
Jadi yang ingin saya ajarkan adalah bahwa kita semua sama. Baik dari agama, ras, suku, dan berbagai kondisi lainnya. Kecuali hal-hal buruk, tinggalin. Everything is good kalau kita melihatnya dari sisi yang baik. Tapi kalau kita selalu melihat perbedaan, ya semua akan jadi buruk juga.
BACA JUGA: Talents Mapping, Bantu Kenali Bakat untuk Anak maupun Orang Dewasa
Cover: Instagram @rezkiachyana
Share Article
COMMENTS