Pemerintah mengganti sistem kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan menjadi sistem KRIS. Yuk pahami penjelasan, iuran, dan hingga layanan yang tidak ditanggung.
BPJS Kesehatan kembali mengubah sistem kelasnya dari 1,2,3 menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Hal ini diperintahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Masih membutuhkan banyak pengembangan, pemerintah menargetkan BPJS Kesehatan dengan sistem KRIS serentak berlaku di semua rumah sakit di Indonesia yang bekerja sama dengan BPJS paling lambat 30 Juni 2025.
Agar Mommies tidak bingung, yuk pahami lebih dalam informasi dan ketentuan mengenai KRIS.
Sistem KRIS merupakan standar mininum pelayanan rawat inap yang wajib diikuti dan akan diterima peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebelumnya, BPJS Kesehatan memiliki kelas 1,2,3 dengan iuran dan fasilitas pelayanan yang berbeda. Perbedaan yang paling mencolok adalah pada pelayanan rawat inap. Kelas 1 memiliki kapasitas sekitar 2-4 orang per kamar, sedangkan pada Kelas 3 bisa 3-6 orang per kamar.
Sebagai asuransi kesehatan sosial yang disediakan pemerintah, masyarakat beropini seharusnya BPJS Kesehatan bisa menjamin keseteraan dari semua kalangan. Sehingga, baik orang kaya atau pun miskin bisa mendapatkan layanan dan fasilitas kesehatan yang sama.
BACA JUGA: Terhindar dari Anemia Aplastik: Pahami Penyebab, Gejala, dan Penanganannya
Menangangi isu tersebut, pemerintah menetapkan standar mininum pelayanan rawat inap dengan KRIS. Dengan adanya sistem KRIS, bukan berarti sistem kelas di BPJS Kesehatan dihapus.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan sistem KRIS akan lebih sederhana dan layanan yang akan didapatkan peserta JKN akan lebih bagus. Begitu juga yang sempat disampaikan Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono, pada Juni 2023 lalu bahwa penerapan KRIS menitikberatkan pada perbaikan tempat tidur.
Mengutip dari CNN Indonesia, Dante mengatakan pemerintah sudah mulai menguji coba penerapan KRIS di beberapa rumah sakit. Hasilnya, indeks kepuasan masyarakat tercatat meningkat setelah KRIS diterapkan dalam uji coba.
Untuk memastikan peserta JKN mendapatkan layanan dan fasilitas yang lebih baik, pemerintah memiliki 12 persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Kriteria ruang perawatan ini dimuat dalam Pasal 46A Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang berisi sebagai berikut.
BACA JUGA: Stop! Hindari 15 Makanan Ini Kalau Nggak Mau Cepat Tua!
Penerapan iuran baru paling lama akan diputuskan dan mulai berlaku pada 1 Juli 2025. Artinya, iuran saat ini belum mengalami perubahan. Sehingga, Mommies dan keluarga tetap membayarkan iuran seperti sebelumnya.
Besaran iuran KRIS nanti akan bergantung dari hasil evaluasi yang dilakukan selama penerapan uji coba KRIS tahap awal. Evaluasi akan dilakukan oleh Menteri Kesehataan dengan koordinasi bersama dengan BPJS Kesehatan dan instansi terkait lainnya seperti Dewan Jaminan Sosial Nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Menteri Kesehatan juga akan melakukan evaluasi terhadap ruang perawatan di setiap rumah sakit, hal ini tertulis dalam Pasal 103B Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Hasil dari semua evaluasi akan menjadi dasar untuk penetapan manfaat, tarif, dan iuran KRIS.
Meski sistem kelas 1,2,3 diubah menjadi KRIS, tetap terdapat layanan yang tidak ditanggung. Dari Perpres 59 Tahun 2024, ada sedikit perubahan dalam Pasal 52 yang mengatur tentang pengecualian layanan untuk para peserta BPKS Kesehatan.
Perubahan tersebut terdapat dalam Ayat (1) huruf d, m, dan r Pasal 52, yang berbunyi:
Pemerintah juga memperbolehkan peserta BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pelayanan dengan membayar selisih yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar dari peningkatan pelayan tersebut. Selisih harga bisa berbeda-beda pada setiap rumah sakit.
Selisih antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan pelayanan bisa dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.
BACA JUGA: Terungkap! AstraZeneca Akui Punya Efek Samping yang Langka, Bisa Picu TTS!
Cover: Freepik