banner-detik
PARENTING & KIDS

Bayi Sekolah, Ya atau Tidak? Berikut Pendapat Para Pakar

author

Sisca Christina16 Jan 2024

Bayi Sekolah, Ya atau Tidak? Berikut Pendapat Para Pakar

Mommies tim bayi sekolah atau langsung TK? Apapun pilihannya, jangan lupa pertimbangkan dari seluruh aspek yang dibutuhkan, ya.

Menyekolahkan bayi masih menjadi pro dan kontra di masyarakat kita. Ada yang bilang terlalu dini. Lainnya lagi berpendapat menstimulasi bayi bisa dilakukan orang tua sendiri di rumah. Di sisi lain, ada yang sudah merasakan manfaatnya, baik bagi tumbuh kembang anak maupun bagi orang tua sang bayi.

Perlu, Nggak, Sih, Bayi Sekolah?

Menurut Efriyani Djuwita, M.Si, Psikolog, Psikolog Anak dari Fakultas Psikologi UI, seperti dilansir dari situs Psikologi UI, sekolah untuk bayi merupakan salah satu sarana bagi anak untuk mendapatkan stimulasi. Biasanya ditujukan bagi para bayi dari 6 hingga 24 bulan.

Manfaat utama sekolah bayi tentunya untuk menstimulasi tumbuh kembang fisik dan mental si kecil. Pada aspek fisik, kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk melatih motorik kasar dan halus bayi. Melatih motorik kasar bayi meliputi melatih koordinasi dan mengontrol gerakan tubuh seperti merangkak, berjalan, berlari hingga naik tangga. Sementara melatih motorik halus bayi termasuk melatih kemampuan mengontrol gerakan jari bayi seperti menggenggam dan memasukkan benda ke dalam wadah.

Dari aspek kemampuan mental, sekolah bayi bisa melatih si kecil untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Selain itu, bayi juga belajar mengikuti instruksi dan menaati peraturan sekolah, yang bakal bermanfaat ketika ia memasuki usia formal kelak.

Bayi Sekolah, Banyak Manfaatnya

Bagi Nadhira Anistia, menyekolahkan bayi banyak manfaatnya. Ibu anak 2 tahun yang akrab disapa Dhira ini memutuskan untuk menyekolahkan bayinya saat berusia 18 bulan. “Saya ingin tahu bagaimana cara benar menstimulasi anak, dan apa saja tools yang dipakai. Karena ini adalah anak pertama, saya belum ada pengalaman.”

Sejak bayi sekolah, Dhira lebih percaya diri untuk membuat ide-ide bermain untuk stimulasi anak di rumah, mencontoh cara main dari pengajar di sekolah. Jadi buat saya, “bukan hanya bayi yang sekolah, tapi mamanya juga.”

Dhira menambahkan, “anak saya suka banget punya rutinitas main di sekolah. Dia jadi lebih semangat saat bermain, banyak nambah kosa kata baru, suka menceritakan temannya di kelas, dan lain sebagainya.“

Pertemuannya seminggu sekali, dengan durasi 1 jam per sesi. Untuk anak 2 tahun ke atas, durasi 1 jam 15 menit. Kegiatan yang dilakukan antara lain opening dengan bernyanyi dan permainan, menu utamanya permainan sensori, lalu ada berhitung, senam bayi dan seterusnya. Kelasnya pun wajib didampingi oleh salah satu orang tua.

Di lain sisi, Ridzka Putri menyekolahkan bayinya di daycare karena perlu menitipkan anak di kala bekerja. Anak-anaknya (7 tahun dan 1 tahun) masuk daycare sejak usia 3 bulan. Namun anak sulungnya sudah tak lagi dititipkan di daycare di usia 5,5 tahun. Ketimbang bersama pengasuh saja di rumah, ibu yang akrab disapa Putri ini lebih memilih menitipkan bayi di daycare agar bisa sambil belajar sesuai tahapan usia anaknya. “Biar anak juga bisa bersosialisasi, lalu bisa mendapat stimulasi tumbuh kembang juga. Dari pada di rumah dengan orang lain, saya tidak bisa pantau. Saya tak ingin golden moment anak dipertaruhkan.”

Baca juga: Lengkap dengan Harga, Ini Sekolah Bayi Terbaik di Jakarta

Bayi Belum Perlu Sekolah, Karena..

Rianti Fajar, ibu satu anak berusia 6 tahun berpendapat bahwa stimulasi perkembangan anak bisa dilakukan oleh orang tua di rumah. Quality time bayi dan orang tua lebih penting dan bisa dilakukan tanpa harus mengirimkan anak ke sekolah bayi. Kuncinya, orang tua mampu mengalokasi waktu dan energinya dengan baik untuk memberikan stimulasi dan membangun bonding dengan bayi.

Senada dengan itu, Cynthia Rachel, ibu dengan anak yang duduk di bangku TK, berpendapat bahwa menyekolahkan bayi dirasa terlalu dini. “Mungkin tergantung kondisi juga. Saya kebetulan ibu rumah tangga, saya pikir saya bisa memantau tumbuh kembang anak di rumah, sekaligus melakukan kegiatan-kegiatan bersama anak untuk menstimulasi tumbuh kembangnya. Jika saya bekerja, bisa saja saya mempertimbangkan untuk menyekolahkan anak sejak bayi, karena tak ingin anak berdua saja dengan pengasuh tanpa kegiatan.”

Baca juga: 15 Aktivitas untuk Merangsang Kecerdasan Otak Bayi

Bagaimana Menurut Pakar?

Dari sisi psikologis anak, menurut Psikolog Klinis Anak dan Remaja yang berpraktik di Mentari Anakku, Alia Mufida, semestinya tak ada kontra atau efek negatif dari menyekolahkan bayi, sepanjang tujuannya jelas untuk stimulasi anak.

Kebanyakan orang tua yang menyekolahkan bayinya didasari oleh kebutuhan karena dirinya merasa kurang menstimulasi bayinya, atau tak tahu cara menstimulasi bayinya sehingga ia mengikuti kegiatan yang bisa menumbuhkan ide tentang bagaimana cara menstimulasi bayi.

“Namun, bagi orang tua yang cukup yakin dengan stimulasi yang diberikan di rumah, sekolah bayi tak terlalu dibutuhkan. Terlebih, sekarang orang tua bisa dengan mudah mengakses informasi dan indikator seputar tumbuh kembang anak dari berbagai media. Namun, kembali lagi, tergantung kebutuhan masing-masing orang tua, dan bayi itu sendiri.”

Ketika orang tua ingin menyekolahkan bayi, harus dipastikan bahwa tujuannya yaitu untuk menstimulasi tumbuh kembang anak, bukan untuk membandingkan anak dengan anak lain atau memaksakan tahapan berkembang anak agar lebih cepat.

Dengan menyekolahkan bayi, orang tua juga jadi bisa mendeteksi lebih dini seandainya terdapat red flag pada bayinya. Misalnya, duduk bayi belum ajeg di usia tertentu, maka orang tua jadi bisa mengambil langkah lebih lanjut untuk mengatasi hal tersebut.

Menurut Efriyani, terlepas dari manfaatnya, menyekolahkan bayi bukan suatu keharusan. Terutama jika stimulasi bisa diberikan oleh orang tua sendiri kepada sang anak. Walau sekolah bayi bisa menjadi sarana untuk tumbuh kembang anak, namun bukan satu-satunya.

Pendapat lain seperti dilansir dari media psikologi Pijar Psikologi disebutkan bahwa pada dasarnya masa bayi bukanlah masa seorang anak dipersiapkan untuk bersekolah.

Pada masa ini, bayi masih perlu beradaptasi dengan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. Masa bayi juga merupakan masa emas pembentukan bonding antara bayi dan orang tuanya. Sementara untuk bersekolah, anak juga membutuhkan kesiapan psikologis juga.

Namun demikian, lebih lanjut Pijar Psikologi menyebutkan bahwa menyekolahkan anak sejak bayi bukanlah hal buruk. Hanya saja, orang tua perlu menelisik lebih lanjut bahwa tujuannya untuk stimulasi tumbuh kembang bayi, bukan sekadar mengikuti tren.

Kalau mommies sendiri bagaimana, tim bayi sekolah atau tim anak langsung sekolah TK? Share, yuk!

Baca juga: Biaya Daycare di Jawa Tengah 2024, Ada Rekomendasinya Juga!

Cover by Freepik

Share Article

author

Sisca Christina

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan