Sorry, we couldn't find any article matching ''
Muhammad Bilal, Dalang Cilik yang Ingin Sebarkan Kebaikan dalam Setiap Pementasan
Tidak hanya ingin melestarikan budaya wayang Indonesia, Muhammad Bilal juga ingin menyampaikan cerita baik dalam setiap penampilannya.
Muhammad Bilal adalah satu dari sedikit anak Indonesia yang jatuh cinta pada budaya wayang dan kini mulai menjajaki perannya sebagai dalang cilik. Sama seperti anak-anak seusianya, Bilal juga aktif belajar dan tak ketinggalan bermain dengan teknologi.
Mommies Daily pertama kali bertemu dengannya saat dia tampil di acara ‘Kumpul #TetanggaTukuKecil bersama Bilal Dalang Cilik,’ Sabtu, 2 Desember 2023 lalu dan langsung terpukau dengan kemampuannya. Siswa Sekolah Cikal Serpong kelas 6 ini ternyata punya kisah menarik mengenai perjalanannya jatuh cinta pada budaya wayang dan impiannya di masa depan.
Mommies Daily pun berkersempatan berbincang bersama Bilal melalui sang Ibu dan menemukan banyak fakta dan hal seru yang membuat Bilal bisa terus terpacu untuk mengejar mimpinya menjadi seorang dalang. Yuk, intip ceritanya di bawah ini!
BACA JUGA: Alya Joelyati Putri Waloejo, Atlit Golf Muda yang Sumbangkan Emas di Usia Remaja
Apa 3 hal yang membuat Bilal jatuh cinta pada Wayang?
Alasan pertama aku suka wayang karena aku jatuh cinta pada corekannya (motif dan tatahan wayang) yang unik, bagus, dan jarang orang yang bisa membuatnya. Alasan kedua karena musiknya, gamelan dan karawitan itu lagunya enak-anak. Terakhir, cerita wayang itu seru-seru.
Siapa 3 support system terbaik Bilal dalam mendalami kesukaannya terhadap Wayang?
Pertama adalah mbahkung, bapaknya ibu aku, yang sabar ceritain lakon-lakon dan karakter-karakter wayang. Mbahkung aku itu orang Malang, Jawa Timur, tapi dia bisa bahasa Jawa Tengah halus yang dipakai di komunitas dalang aku, yaitu Gagrak Surakarta (Jawa Tengah).
Kedua adalah ibu. Walaupun beliau nggak ngerti wayang dan ceritanya, cuma tau sedikit banget, tapi ibu selalu support aku terus. Dia antar jemput dan siapin keperluan aku semuanya. Ibu yang mengelola semuanya, kayak meeting sama panitia ketika aku harus ikut festival atau temu dalang. Tapi ibu suka lost in translation gitu, karena dia nggak ngerti bahasa Jawa halus yang dipake di komunitas pedalangan.
Support system ketiga aku adalah bapak. Walaupun sibuk tapi beliau selalu tanyain aku terus gimana latihan aku. Bapak juga suka beliin aku wayang padahal mahal-mahal. Kalau akhir pekan dan sedang gak sibuk, bapak suka drop dan jemput aku latihan. Pulangnya pasti diajak makan malem ke tempat yang aku suka. Oh iya, bapak aku keturunan Madura dan gak ada keturunan Jawa.
Satu lagi sih kalo boleh yaitu Eyang Asman, pimpinan Sanggar Nirmala Sari, tempat aku belajar dalang. Karena beliau baik sekali sudah kasih ilmu sama kasih pinjem alat-alat dan wayang yang mahal-mahal itu. Padahal kalo di tempat les lain mungkin harus bawa sendiri atau sewa.
Apa tantangan Bilal dalam menekuni kecintaannya terhadap Wayang Indonesia dan usaha melestarikan Wayang?
Karena aku lahir dan besar di Jakarta, jadi yang paling susah adalah belajar bahasa dan logat Jawa Tengah. Selain itu, guru dalang di Jakarta tidak banyak. Guru yang baik dan sabar sama anak-anak apalagi. Di Jakarta Selatan kayaknya cuma Eyang Asman aja. Mana beliau sudah berusia 81 tahun. Doakan panjang umur dan sehat selalu, ya.
Tantangan lainnya adalah mencari teman dan lingkungan yang bisa mengiringi gamelan, itu juga jarang. Bapak ibu pemain gamelan dan sinden yang sering mengiringi aku itu rata-rata juga sambil melakukan pekerjaan lain. Ada yg jadi guru, pegawai, sampai kuli bangunan dan pedagang mie ayam keliling. Jadi mencocokkan waktu latihan adalah tantangan sekali.
Penonton wayang juga tidak banyak di Jakarta, apalagi di komunitas aku. Kendala utamanya pasti bahasa dan tidak terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan menonton wayang. Harus kreatif mengemas cerita dan penyajian supaya pada tertarik nonton. Simbol-simbol seperti buka kayon, tutup kayon, dan lainnya juga perlu di sampaikan, biar pada ngerti kalau pagelaran ini memang ada urutannya dan harus dinikmati secara keseluruhan.
Alhamdulillah tidak ada juga komentar negatif yang saku terima. Hanya suka khawatir kalau sedang sosialisasi wayang, lalu ada yang pegang atau mainin wayang aku, takut rusak. Soalnya harga wayang yang untuk pagelaran ini mahal-mahal semua, sekitar Rp1-5 juta per wayang.
Apa target atau impian Bilal dalam menekuni hobinya sebagai Dalang?
Jadi dalang yang baik dan bisa menyebarkan kebaikan dalam setiap cerita pementasan. Juga ingin penontonnya dan penyuka wayang makin banyak lagi
Apa tips Bilal dalam membagi waktu untuk kompetisi, sekolah, bermain sama teman, keluarga, dan juga diri sendiri?
Untungnya sekolah, keluarga, teman-teman, guru les (berenang, math, dan ngaji) semua mendukung. Jadi kalau aku mau pentas, guru-guru bantu atur jadwal summatif atau formatif aku. Malah presentasi grup juga dicocokkan oleh teman-teman ketika aku nggak pentas. Makasih, ya, gaes!
Kalau aku ada tawaran manggung, ibu juga selalu tanya dulu ke aku, ke sekolah, dan ke sanggar, apakah jadwalnya cocok atau tidak. Kalau aku lagi ada kegiatan sekolah yang gak bisa ditinggal, kayak overnight fieldtrip ke jogja, pasti tawaran shooting ditolak sama ibu dan diberikan ke teman lain sesama dalang anak.
Kalau mau manggung aku juga sadar gak bisa makan goreng-gorengan atau minum dingin biar amandel aku gak kumat. Jadwal istirahat juga dijaga. Pernah mau manggung terus aku sakit, jadi deg-degan banget. Sejak itu kalau mau manggung aku jaga-jaga dari 2-3 minggu sebelumnya
Pernah bosan, gak, main Wayang? Kalau bosan, apa yang kamu lakukan untuk kembali bersemangat?
Nggak, lah. Nggak pernah bosen. Paling pegel tangan sama kaki karena semuanya, kan, bergerak. Nanti aku minta pijetin sama mbahkung, bapak, dan ibu hehehehe.
Lanjutkan kalimat ini, “Anak-anak itu…”
Anak-anak itu, ya, anak-anak. Sesuatu yang masih kecil. Masih perlu belajar banyak, perlu di hadapi dengan sabar tapi perlu dikasih kepercayaan.
BACA JUGA: Lakeisha, Penulis Cilik yang Sukses Menulis Buku Superhero Remaja
Foto: Dok. Pribadi, Tuku
Share Article
COMMENTS