Saat berdiskusi bersama si kecil, ajukanlah pertanyaan terbuka untuk anak. Itu bisa memupuk keterampilan berpikir kreatif dan kritis mereka.
Kalau dipikir-pikir, setiap hari kita sering menanyakan hal-hal kepada anak yang jawabannya bisa kita tebak sendiri. Misalnya saja:
Sesingkat anak jawab: “Bisa,” “Iya,” dan “Nasi goreng,” percakapan selesai. Titik, nggak pakai koma. Tak ada diskusi lanjutan – kecuali mommies menanyakan hal-hal lain.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikategorikan sebagai pertanyaan tertutup. Pertanyaan yang jawabannya sangat singkat, tak perlu penjelasan panjang. Pertanyaan model itu seringkali menutup peluang diskusi dengan anak di mana ia bisa menyampaikan pikiran, pendapat dan perasaannya.
Memang salah jika kita melontarkan pertanyaan tertutup kepada anak? Jawabannya, nggak salah. Pada banyak situasi, pertanyaan tertutup tetap perlu diajukan ke anak untuk memperoleh fakta atau konfirmasi dari anak.
Sayangnya, di dalam pertanyaan tertutup tersebut, kita sering tak sadar bahwa kita sedang melontarkan asumsi atau harapan kita kepada anak. Misalnya: “Bisa nggak tadi PAS-nya?” Ketebak, kita berharap anak bilang bisa. Kita sering mengabaikan kemungkinan bahwa anak bisa saja nggak betul-betul mampu mengerjakannya, dan ingin menceritakan itu kepada kita.
Sesuai namanya, pertanyaan tertutup bisa menutup peluang anak untuk menceritakan apa yang dialaminya secara lengkap. Ia pun mungkin bisa saja menangkap bahwa “Mama lebih suka mendengar saya bilang bisa ketimbang bilang nggak bisa.”
Bayangkan jika pertanyaannya kita ubah menjadi pertanyaan terbuka: “Bagaimana PAS kamu hari ini? Cerita, yuk, sama mama..” Bisa jadi anak tergerak untuk menceritakan kesulitan yang dia alami saat mengerjakan soal-soal, atau malah mengekspresikan kelegaannya karena dapat mengerjakan soal dengan mudah.
Baca juga: 15 Pertanyaan yang Bisa Ayah Ajukan untuk Ngobrol dengan Anak Perempuan
Nina V. Garcia, penulis dan parenting enthusiast dalam situsnya menjelaskan bahwa pertanyaan terbuka bisa membantu memupuk keterampilan berpikir kreatif dan kritis serta membantu mengembangkan kosa kata pada anak usia dini. Dengan melontarkan pertanyaan terbuka untuk anak, kita cenderung tidak membuat asumsi, dan malah mendorong diskusi.
Selain itu, kita jadi mengizinkan anak-anak untuk membuka diri terhadap kemungkinan yang tak terbatas, berkomunikasi lebih banyak, dan bahkan belajar mengendalikan topik.
Orang tua pun jadi belajar untuk memberi kendali percakapan kepada anak, alih-alih mengendalikannya. Ini nggak gampang juga, lho, buat kita; sebab sadar atau tidak, orang tua sering menggunakan otoritasnya untuk kemudian mendominasi percakapan dengan anak.
Masih banyak pertanyaan terbuka yang bisa mommies tanyakan kepada anak. Saat bertanya, pastikan mommies bangun koneksi dengan anak, tatap matanya, dengarkan dengan penuh perhatian, dan ciptakan komunikasi dua arah.
Baca juga: 5 Topik yang Wajib Didiskusikan Bersama Anak Tentang Kebebasan Berinternet
Cover: Freepik