Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ingin Anak Remaja Bahagia? Ini 8 Hal yang Harus dilakukan Orang Tua!
Sebenarnya apa sih yang keinginan anak remaja? Kalau selama ini kita sering meminta anak mendengar keinginan kita sebagai orang tua, ini saatnya sebagai orang tua kita dengarkan apa yang diinginkan oleh anak remaja agar mereka bisa bahagia.
Ingin tahu apa yang diinginkan anak remaja dari orang tuanya? Langsung aja tanyakan ke mereka. Tulisan ini hasil saya melakukan survey ke anak-anak remaja usia 14 hingga 17 tahun, yang saya sebar lewat bantuan anak-anak saya dan juga di media sosial. Pertanyaannya hanya satu: Apa yang diinginkan anak remaja dari orang tuanya?
Baca juga: Remaja Benci 6 Hal Ini dari Orang tuanya
8 keinginan anak remaja dari orang tuanya
1. Orang tua jadi contoh nyata bukan sekadar omongan doang
Sebuah tamparan untuk para orang tua yang sering memberi aturan, melarang, menasihati namun sekadar di mulut saja. Tanpa contoh nyata melalui tingkah laku. Meminta anak punya beresin kamar, orang tuanya kamar berantakan. Menyuruh anak nggak boleh bicara kasar, orang tuanya hobi bicara kasar. Melarang anak teriak-teriak, orang tua kalau marah nada bicaranya teriak-teriak sampai bikin malu. Untuk anak remaja, hal seperti ini ternyata menyebalkan dan membuat mereka malas untuk mendengarkan omongan orang tua.
2. Menghargai pendapat dan pilihan mereka
“Paling sebal kalau pendapat saya nggak didengar atau kayak diremehkan, bikin nggak mood,” demikian salah satu cerita seorang anak remaja. Mereka berharap orang tua mulai melihat mereka sebagai manusia yang mampu untuk berpendapat dan memilih sesuai keinginan mereka. Kalaupun orang tua tidak setuju, jangan langsung mematahkan pendapat anak, minimal tanya dulu ke anak, kenapa mereka berpendapat seperti itu? Kenapa mereka memilih A, B atau C?
“Kalau pun pilihan aku salah, kasih masukan dengan baik, jangan langsung marah atau menganggap aku nih kayak bodoh banget dalam memilih sesuatu.”
3. Trust and respect
“Ngerti banget, Ibu khawatir dan maunya saya selalu terlindungi. Tapi kalau sedikit-sedikit diminta share loc, sedikit-sedikit ditanya lagi ngapain, sama siapa aja, kirim video, kirim foto, setiap berapa jam, capek sama malu juga ke teman-teman.” Tolong banget orang tua belajar kasih kepercayaan ke anak remajanya, dengan diberikan kepercayaan oleh orang tua, ini membuat kami merasa percaya diri dan bangga karena dalam pikiran kami “Oh orangtua ku udah percaya sama aku, aku harus bisa menjaga kepercayaan mereka.” Otomatis ini juga bikin kami lebih bertanggung jawab.
4. Komunikasi dua arah yang sehat, jelas dan konsisten.
“Jangan hanya maunya didengar dan dituruti tapi nggak mau dengar omongan anak.”
“Jangan ngobrol sama anak kalau ada butuhnya aja. Atau hanya saat anak melakukan kesalahan.”
Walau anak remaja sudah semakin sibuk dengan dunianya, mereka tetap butuh komunikasi rutin dengan orang tuanya. Luangkan waktu setiap hari untuk ngobrol dengan mereka, setidaknya 15 menit per hari. Jangan isi waktu berkomunikasi dengan terus menerus memberikan nasihat atau mengoreksi. Dengarkan saja, itu cukup.
5. Menghargai privacy dan personal space anak remaja
“Ketuk pintu dulu saat mau masuk ke kamar.”
“Jangan main buka-buka handphone dan bacain SEMUA chat whatsapp dengan teman-teman. Berasa kayak maling dicurigain.”
Orang tua harus paham bahwa kebutuhan memiliki lebih banyak privacy adalah bagian dari tumbuh kembang seorang anak. Paham banget sebagai orang tua, dalam hati terdalan kita inginnya mengetahui SEGALA HAL tentang anak kita. Tapi kita juga harus sadar, dengan bertambahnya usia mereka, belajar memberikan mereka lebih banyak “kebebasan” dan kepercataan itu sama artinya dengan membantu mereka bertumbuh dan membangun skil-skill yang mereka butuhkan untuk masa depan mereka kelak. Learning to use privacy appropriately is a big part of this process of becoming independent, responsible, and ready to leave the nest.
6. Keinginan anak remaja: Terima kami apa adanya
“Kalau nilai aku bagus atau berhasil jadi juara, langsung ngomongnya: Begini dong anak ayah. Giliran aku kalah atau ada nilai yang jelek, ngomongnya: Anak siapa sih kok kayak gini. Mungkin Ayah becanda ngomong begitu, tapi aku merasa kayak kok orang tuaku menerima aku kalau aku sesuai ekspektasi mereka sih.”
Padahal kalau anak menerima kita kalau kita melakukan sesuatu hal yang sesuai keinginan anak, kita juga pasti nggak mau, kan! Nggak ada salahnya menunjukkan kalau kita bangga pada anak kita, bagaimana pun kondisi mereka. Kalau mereka melakukan kesalahan, tegur dan berikan konsekuensi namun yakinkan bahwa mereka tetap kita terima.
7. Konsekuensi yang adil
“Apapun kesalahan yang aku buat, hukumannya selalu sama: Stop gadget 3 hari, stop uang jajan, nggak boleh main sama teman-teman sebulan. Maunya, konsekuensi yang aku terima ya sesuai dengan kesalahan yang aku bikin. Jangan semua disamaratakan.”
Kalau kata psikolog anak, berikan konsekuensi yang sesuai atau ada hubungannya dengan kesalahan yang dilakukan si anak.
8. Aturan yang jelas dan konsisten
“Paling sebal kalau aturan yang dibuat bapak ibu itu bisa berubah-ubah tergantung mood mereka. Aku jadi bingung dan malah bawaannya ya udah langgar aja sekalian, orang aturannya nggak jelas.”
Anak butuh konsistens karena ini membuat mereka merasa tenang, nyaman dan aman karena sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Ketika aturan yang diberikan kerap berubah, ini hanya akan membuat anak bingung dan sulit untuk terbiasa dengan aturan.
Sumber artikel satu
Share Article
COMMENTS