Memasuki usia 40 saya merasa waktunya mengedit hidup saya. Mana yang perlu dilanjut, mana yang perlu dihilangkan. Dan ini 11 hal yang ingin saya hilangkan.
Ada apa di usia 40? Ibarat milestone, setelah selama 40 tahun pertama hidup kita sibuk mengumpulkan momen, di titik ini, saatnya untuk mengedit hidup kita. Mana yang perlu dilanjut, dan mana yang perlu di-cut hal-hal yang tidak lagi selaras. Sebagian orang mungkin telah mewujudkan mimpinya, namun tak sedikit juga yang menghadapi tantangan kian berat.
Saya sendiri, usia 40 adalah momen puncak keresahan dan kegamangan batin. Saya tiba di persimpangan berikutnya, mau nyari apa lagi sih. Mau dibawa kemana masa depanku? Apa tujuan hidupku? Dan seterusnya. Bersyukur, tidak kelamaan galaunya karena pada akhirnya menemukan ‘aha moment’, dan menghasilkan beberapa tekad baru.
Baca juga: 6 Kalimat yang Sering Saya Dengar Memasuki Usia 40 Tahun
1. Mengabaikan kesehatan
Di usia 30-an, lagi ‘keras-kerasnya’ kerja, rasanya nggak sempat jaga badan, jaga makan. Tiap weekend, bawaannya ingin leyeh-leyeh saja. Sampai kemudian masalah kesehatan berdatangan satu per satu. Asma, gampang flu, alergi, sering sakit-sakitan. Sakit itu nggak enak banget. Buru-buru deh taubat, mulai olahraga menjadi prioritas. Tidak kalah penting, beralih ke pola makan yang lebih sehat.
Baca juga: 7 Jenis Olahraga yang Aman Untuk Usia 40 Tahun ke Atas
2. Hidup boros
Saya termasuk royal untuk liburan, keperluan sekolah dan pendidikan anak, gadget, dan kebutuhan rumah. Saatnya memikirkan investasi jangka panjang, lebih bijak dalam pembelanjaan. Apalagi saya sudah melepaskan pekerjaan kantoran, mendadak mindset gajian dipaksa berubah total.
3. Terjebak dalam rutinitas
Jangan biarkan rutinitas sehari-hari menghambat pertumbuhan dan eksplorasi baru. Saat saya fleksibel dan membuka diri pada hal baru, saya bersyukur punya wadah untuk aktualisasi, ada kesibukan, ada visi, yang membuat hidup lebih bermakna.
4. Berusaha mengubah pasangan sesuai ekspektasi
Saat saya bertumbuh, tentunya saya juga ingin pasangan bertumbuh, tetapi dalam versi yang saya mau. Kalau orangnya nggak mau, gimana dong? Saya memutuskan untuk tidak lagi membuat hidup saya ribet. Saatnya berkompromi dengan keadaan. Saya membiarkan suami mengikuti alurnya sendiri dan toh kenyataannya tetap bisa jalan bareng dengan versi diri kami masing-masing.
5. Menutup diri
Katanya, semakin menua circle pertemanan kita semakin mengecil. Circle yang tidak sefrekwensi memang nggak bisa dipaksakan, dengan sendirinya akan menjauh. Setidaknya, yang masih ada tetap dijaga. Minimal, sesekali saya pantau kabar atau update hidup teman-teman dari statusnya. Saat dibutuhkan, luangkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka.
6. Tidak belajar lagi
Usia 40 bukan alasan untuk berhenti belajar. Malahan, buat saya, di usia ini, saya seperti terlahir kembali, melihat dunia dengan cara baru. Saya terus mencari peluang untuk mengembangkan keterampilan baru dan memperluas wawasan, tanpa menjadi FOMO.
7. Menyenangkan banyak orang
Saatnya untuk mulai memikirkan diri. Bukannya menjadi egois, tetapi menjadi semakin paham dan mengenal diri. Berani untuk menghadapi segala risiko, termasuk dibenci banyak orang, kalau memang itu bagian dari tuntutan dan menumbuhkan karakter diri yang lebih berintegritas dan selaras dengan tujuan kita.
8. Menunda mewujudkan misi hidup
Ini adalah waktu yang tepat untuk mengejar apa yang selama ini ingin saya capai dan akan menjadi prioritas saya.
9. Membandingkan diri dengan orang lain
Dari kecil kita dibentuk untuk menjadi kompetitif, hal ini tanpa sadar terbawa sampai kita dewasa. Padahal, setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda. Tidak ada gunanya membandingkan pencapaian atau proses kita dengan orang lain. Jika ingin membandingkan, bandingkan diri kita yang lama dengan diri yang baru.
10. Berpegang pada kesalahan masa lalu
Saat sedang ‘tidak waras’ bawaannya nyesel, lalu lanjut ngayal. “Seandainya dulu begini…begitu…”. Duuh. Nyesel itu tak ada gunanya. Cukup diambil pembelajaran dari peristiwa yang telah berlalu agar tidak sampai terulang lagi.
11. Hidup dalam stres
Setelah usia 40, saya baru sadar, hidup saya dulu spaneng banget. Gampang stres, pikiran ruwet, segala dipikirin. Kapok dengan habit seperti itu. Sekarang, belajar menikmati hidup. Belajar melepas spaneng, menikmati setiap momen.
Setiap orang tentunya punya perjalanan dan cerita hidupnya masing-masing yang unik. Apa pun itu, jadikan usia 40 sebagai gerbang kedewasaan dan tonggak untuk semakin menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Baca juga: Fashion Style Untuk Ibu Bekerja Usia 40 Tahun, Menyontek The Glory!
Image dari sini
Usia 40 saya berhenti melakukan ini n