Setelah lama tidak berkecimpung di dunia perkantoran, sekarang mau balik ngantor lagi. Bisa nggak, ya? Tenang, ini alasan ibu dengan gap year kerja nggak perlu minder!
Setiap ibu memiliki situasi tersendiri yang seringkali membuatnya harus berhadapan dengan keputusan besar dalam berkarir. Ada yang terpaksa harus berhenti kerja demi urus anak, tapi ada juga yang memilih jalan tersebut tanpa paksaan. Ada yang banting stir untuk merintis usaha, ada yang mencoba jadi freelancer, tapi ada juga yang kemudian terpaksa harus balik kerja di bawah perusahaan lagi setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun hengkang. Maka tidak heran keyakinan dan rasa percaya diri untuk memberdayakan dirinya, kembali lagi harus dipupuk. Wajar kalau gap year kerja alias waktu yang selama ini dihabiskan bukan sebagai karyawan membuat seorang ibu jadi minder ketika hendak kembali menjalani statusnya sebagai karyawan. Namun, tenang, nggak perlu merasa minder karena:
Setuju, nggak, sih? Ketika seorang ibu meninggalkan kantor, maka ia akan kembali menjadi ibu rumah tangga, yang artinya tetap produktif mengurus segala sesuatu menyangkut rumah tangga dan keluarga. Aim-nya seorang ibu apa lagi coba, kalau bukan menyangkut keluarga? Meski tidak berstatus karyawan yang menerima gaji, pada dasarnya seorang ibu sehari-hari menjabat sebagai house manager, problem solver, helper, educator, yang wajib memiliki jiwa tahan banting dalam setiap kondisi alias able to work under pressure. Bukankah itu syarat dasar menjadi seorang karyawan yang kompeten?
Dilansir Katadata.com, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sebanyak 39,52% atau 51,79 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan. Angka tersebut bertambah 1,09 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta orang. Berikut persentase angka pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya.
Kita pun mungkin bisa merasakan sendiri di circle kita, bahwa rata-rata, meski bukan pekerja kantoran, rekan sesama ibu yang kita kenal setidaknya memiliki kegiatan lain di samping mengurus rumah tangga. Ibu yang kerjanya hanya antar anak sekolah saja kini bisa nyambi menjadi pekerja lepas, dari content creator, instruktur gym, sampai MakeUp Artist (MUA). Maka ketika Mommies kembali bekerja kantoran setelah selama ini menjalani gap year sambil jualan online, jangan pernah berpikir, “Ah, aku cuma penjual online shop,” karena sesungguhnya Anda telah memanfaatkan waktu tersebut dengan baik dan hasilnya bisa dinikmati demi keberlangsungan hidup.
Hal ini perlu digarisbawahi bahkan ketika Mommies hendak melakukan interview kerja, di mana biasanya akan menjadi pertanyaan yang dilontarkan HRD atau calon user. Kita yang paham akan kemampuan diri sendiri tidak akan ragu ketika ditanya alasan kembali bekerja. Bila tekad sudah bulat untuk kembali berjuang menjadi pekerja full time, artinya kita pun harus siap dengan berbagai tantangan. Buktikan bahwa kita memahami kemampuan dan keterbatasan yang kita miliki dan bahwa kita pantas untuk mendapatkan jabatan yang kita incar tersebut. Hal ini juga akan terbukti ketika kita menjalani pekerjaan kita dengan sepenuh hati. Ingat, break kerja selama bertahun-tahun tidak akan semudah itu menghilangkan nilai diri seseorang, kok.
Michele Obama dalam bukunya Becoming, mendeskripsikan POV-nya terhadap seorang ibu bekerja. Kala itu, Michelle yang masih jadi pengantin baru memandang kedua orang senior perempuan di kantornya sebagai ibu bekerja yang patut dijadikan panutan. Apa saja yang menurutnya esensial?
Dan keempat poin inilah yang perlu dimiliki ketika kita mengambil keputusan menjadi ibu bekerja. Tidak hanya sebagai pekerja kantoran, tapi sebagai orang yang punya tanggung jawab terhadap pihak lain di luar keluarga.