Sorry, we couldn't find any article matching ''
Review Film Everything Everywhere All At Once, Saat Cinta dan Harapan Jadi Sumber Kehidupan
Film Everything Everywhere All At Once mengingatkan kita bahwa kebaikan akan membantu kita dalam hidup walau kadang jalannya tidak masuk akal.
Ditulis oleh: Putri Azzahra
Kesuksesan film Everything Everywhere All At Once berhasil membuat Michelle Yeoh dan Ke Huy Quan membawa pulang piala Golden Globes. Film ini juga mendapat banyak penghargaan di Critics’ Choice Movie Award, Gotham Award, hingga American Film Institue Award.
Everything Everywhere All At Once menceritakan tentang Evelyn (Michelle Yoah) seorang imigran dari Tiongkok yang tinggal di Amerika dan membangun usaha laudry bersama suaminya. Suatu hari ia harus melakukan audit untuk membayar pajak. Di tengah kepusingan Evelyn mengaudit usahanya, tiba-tiba ia didatangi oleh suaminya dari universe lain dan meminta bantuan Evelyn membantunya di universe tersebut.
Bergenre Sci-fi, film inimengambil konsep multiverse seperti yang sebelumnya sempat diperkenalkan di film Dr. Stranges: The Multiverse of Madness (2022). Namun jangan tertipu dengan genre Sci-fi, karena film ini berhasil mengajak emosi saya seperti bermain rollercoaster. Mulai dari perasaan penasaran, tegang, bingung, sampai nangis di akhir. Filmnya yang hangat mengingatkan kita akan pentingnya harapan dan cinta di dalam kehidupan.
BACA JUGA: Fakta Serial Netflix The Glory, Termasuk Song Hye Kyo yang Rela Diet Keras!
Review Film Everything Everywhere All At Once
Ini dia review Mommies Daily untuk film Michelle Yeoh yang satu ini!
Setiap dari kita selalu punya potensi yang bisa gunakan untuk membantu orang lain
Di awal film ini, Evelyn diceritakan sebagai seorang ibu pengusaha laudry yang mulai merasa hidupnya tidak ada harapan. Dengan berbagai peran yang dia lakukan di dalam waktu yang sama, membuat Evelyn merasa ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Namun ketika dia harus melawan musuhnya dari Alpha Universe (universe lain dari suaminya), Evelyn merasa kagum bahwa ia mampu melakukan apa saja. Kemudian suaminya mengatakan padanya, ‘You’re capable of anything because you’re so bad at everything.’
Sebenarnya setiap dari kita memiliki potensi untuk mampu melakukan sesuatu. Saat Anda merasa gagal dan sangat buruk terhadap sesuatu, tanpa disadari Anda akan melakukan apa saja untuk tetap bertahan.
Kedamaian di tengah alam semesta yang tak terbatas
Dengan konsep multiverse, film ini bisa membawa kita ke alam semesta yang luar biasa luas dan besar. Pada salah satu scene, kita dibawa ke alam semesta dimana kehidupan tidak pernah terbentuk, dan Evelyn serta Jobu Tupaki (musuh evelyn) akhirnya menjadi batu.
Mereka duduk dan menghadap ke pemadangan yang damai sembari berdiskusi. Dalam diskusi ini penonton diingatkan tentang arti keberadaan itu sendiri. Dimana kita mudah untuk merasa hampa. Namun yang terpenting adalah saat kita bisa menemukan ketenangan di tengah kekacauan dan merasa kecil di tengah luasnya alama semesta.
Trauma antar-generasi
Film ini punya benang merah mengenai masalah pola asuh. Bagaimana kehidupan Evelyn dibentuk dari pola asuh orang tua, suami, dan hubungannya dengan Joy (anak Evelyn). Film ini menjelaskan bahwa ada perbedaan pola asuh antar generasi. Perbedaan tersebut terkadang membuat trauma antar-generasi yang harapannya akan hilang, tetapi malah diturunkan ke generasi berikutnya.
Film ini juga mengingatkan kita bahwa parenting itu bukan hanya dari satu pihak, melainkan dari banyak pihak yang harus ikut serta dan menjalankan satu visi parenting yang sama. Baik ibu, ayah, bahkan kakek dan nenek harus sepakat dengan gaya parenting yang ingin diterapkan.
Menjadi baik apapun kondisinya
Waymond (suami Evelyn) sering kali dipandang rendah oleh Evelyn karena sifatnya yang tampak lemah. Waymond tampak periang dan baik hati walaupun menghadapi rintangan yang luar biasa.
Pada akhir film, Waymond meminta kepada Evelyn untuk selalu berperilaku baik kepada siapapun, walau ia sendiri takut dengan hasil atau dampak yang akan dihasilkan. Terkadang kita terlalu fokus dengan dunia, tetapi lupa untuk menjadi baik adalah tanggung jawab dan salah satu, bahkan satu-satunya, cara untuk mendapat kedamaian.
Semua orang berhak dicintai dan punya kebahagiaan apapun bentuknya
Setelah memilih kebaikan dibanding kekerasan dan kebencian, Evelyn melihat lawannya bukan sebagai musuh, tetapi sebagai orang putus asa karena tidak menemukan tujuan mereka. Akhirnya Evelyn meyakinkan lawannya bahwa cinta dan kebahagiaan datang dalam berbagai bentuk. Bahkan jika cinta dan kebahagiaanya hanya dalam bentuk wewangian parfum.
Bagian ini mengingatkan kita jika saat kita merasa putus asa, kita harus selalu percaya bahwa cinta dan kebahagiaan selalu menyertai kita, apapun bentuknya. Terus selalu kejar cinta dan mimpi baik kita.
Kalau Mommies penasaran dengan film Everything Everywhere All At Once, sekarang sudah bisa ditonton di HBO GO!
Cover: Asset
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS