Jangan salah, seringkali pelecehan emosional terhadap anak dilakukan sendiri oleh orangtuanya. Berikut ini 5 tanda anak mengalaminya.
Tahukah mommies, anak bisa mengalami pelecehan emosional bahkan oleh orangtuanya sendiri, lho. Pelecehan emosional yang masuk dalam kategori pelecehan psikologis, adalah pola perilaku yang merusak harga diri anak dan berdampak negatif pada perkembangan emosional mereka. Alih-alih kasih sayang atau dukungan, orangtua atau orang dewasa lain yang melakukan pelecehan ini, biasanya juga melakukan hal seperti menolak, mengkritik, mengancam, merendahkan, dan mencaci maki anak. Seringkali anak dipermalukan, dilabeli, dan dihina. Perlu diketahui, bahwa pelecehan emosional seringkali juga terjadi bersamaan dengan kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, serta penelantaran. Kalau sudah begini, harga diri, rasa percaya diri, serta rasa aman perlahan akan terkikis dari anak. Berikut ini 5 tanda anak mengalami pelecehan emosional.
Salah satu tanda bahwa anak dilecehkan secara emosional adalah anak tidak pernah diajarkan untuk memvalidasi emosinya. Ketika anak marah, sedih, gembira, oleh orangtua yang emotionally abusive, perasaan-perasaan tersebut selalu ditekan, bahkan dianggap sebagai pesaing. Orangtua seperti ini seringkali mengkritisi emosi anak bahkan menyalahkan, misalnya saja menyebut si anak bodoh hanya karena tersandung karpet. Hal-hal ini menyebabkan anak tumbuh dengan merasa bahwa emosi mereka tidaklah nyata atau valid. Sehingga akhirnya anak nggak bisa mengembangkan kemampuan untuk menghadapi atau mengenali perasaan mereka sendiri.
Hinaan, kalimat-kalimat yang merendahkan serta disampaikan berulang-ulang merupakan salah satu bentuk pelecehan emosional. Shannon Battle, M.A., seorang Relationship & Childhood Counselor asal Amerika Serikat mengatakan, “Orang tua yang suka melakukan pelecehan jenis ini pada anak, sering menggunakan kata-kata menyakitkan dan menghancurkan hati.” Beberapa kalimat yang merendahkan, misalnya, “Harusnya dulu kamu nggak usah lahir”, ‘atau “Ah, percuma punya anak kayak kamu, nggak guna!”. Ketika orangtua menghina orang lain di depan anak, itu juga bisa dianggap sebagai pelecehan emosional terhadap anak. Karena ia akan menyimpan itu semua di dalam dirinya.
Baca juga: Anak Pelit dan Susah Berbagi Ini Penyebab dan Dampaknya
Tahu, nggak? Ternyata kalimat-kalimat seperti, “Kamu beruntung punya mama, papa, kayak kita,” atau “Anak-anak lain suka, kok, masa kamu nggak?”, merupakan salah satu bentuk pelecehan emosional. Di momen ini, orangtua (sadar atau tidak) sedang memanipulasi emosi dan tindakan anak. Orang tua yang suka melakukannya, bisa jadi memandang anak-anak sebagai aksesori semata untuk mengesankan orang lain, dan akan memanipulasi emosi mereka untuk menghasilkan kesan yang baik di depan umum.
Buat orangtua yang sering melakukan pelecehan emosional terhadap anak adalah gengsi jika harus minta maaf. Apa lagi minta maafnya sama anak. Wah, makin nggak sudi. Secara konsisten orangtua macam ini nggak akan pernah mengakui kalau di salah, meski sebenarnya ia sadar, yang salah, ya, dia. Justru ketika ia salah, ia cenderung akan menyalahkan anak. Saat anak menangis, marah atau sedih, ia akan berkata bahwa tindakan itu konyol, terlalu sensitif, atau terlalu drama. Meskipun kemudian ada kalanya ia minta maaf, ia tidak akan berhenti, tapi mengulang kembali pelecehan itu di lain kesempatan.
Alasannya, sih, demi kebaikan anak. Tetapi orangtua pelaku pelecehan biasanya akan membatasi pergerakan dan interaksi anak dengan dunia luar agar tetap memiliki kontrol besar dan berlebihan. Orangtua seperti ini biasanya tidak ingin dinilai atau di-judge oleh lingkungan luar bagaimana hubungannya dengan anak.
Perlu diingat pelecehan emosional ini juga bisa dilakukan oleh orang dewasa lain yang berada pada lingkungan anak. Seperti misalnya oleh guru di sekolah, paman, bahkan kakek nenek.
Photo by Zahra Amiri on Unsplash