Orang tua, Mari Kenali Ciri-ciri Pedofil

Parenting & Kids

adiesty・29 Jun 2022

detail-thumb

Pedofil ramai dibicarakan karena kasus yang terjadi di salah satu pusat perbelanjaan di Bintaro. Sebagai orang tua, mari bekali diri kita mengenai ciri-ciri Pedofil.

Pedofil, kalau menceri berita seputar kata ini, kita akan kembali diingatkan dengan beberapa kejadian:

  • Para pelaku Pedofilia yang membuat grup di Facebook dan memiliki anggota hingga ribuan orang.
  • Pedofil asal Prancis yang tertangkap kemudian bunuh diri di Polda Metro Jaya
  • Kejadian yang seorang laki-laki mencium anak perempuan di sebuah toko
  • Terbaru tentu saja kejadian yang seorang laki-laki menyentuh area bawah anak-anak
  • Ini jadi semakin menyadarkan kita nggak sih, kalau kekerasan seksual pada anak memang masih ada di depan mata. Dan sayangnya memang belum bisa dihentikan.

    Baca juga: 10 Fakta Tentang Pedofilia yang Wajib diketahui Orang tua

    pedofila

    Melansir dari antaranews, Kepala Sub-Direktorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Roberto Pasaribu mengatakan kalau  Indonesia masih jadi ladang subur untuk pelaku pedofilia.  Lalu bagaimana? Mengingat para pedofilia ini bisa berkeliaran di mana pun, apa lantas bisa membuat kita mengekang anak? Memenjarakan di dalam rumah atau sekolah saja? Membuat kita terus menerus jadi ‘ekor’nya? Jelas saja nggak bisa.

    Kasus ini seakan menyadarkan kita kalau membekali anak pendidikan seks tidak cukup. Bagaimana mereka memahami underwaer rules, bagaimana anak-anak perlu diajarkan untuk melawan atau setidaknya berteriak ketika ada orang yang mencurigakan.

    Baca juga : Tentang Underwear Rules

    Faktor yang paling perlu kita ingat justru membekali diri lebih dulu. Termasuk mengendalikan diri untuk tidak ‘gatal’ memposting foto anak di social media. Hal ini jugalah yang disarankan Irma Gustiana, M.Psi, Psi, Psikolog Anak dan Keluarga. 

    Mengingat pedofilia ini termasuk dalam gangguan psikoseksual, sehingga menyebabkan seseorang mengalami gangguan aktivitas seksual yang abnormal (menyimpang), Mbak Irma menjelaskan kalau sebenarnya secara fisik agak sulit untuk membedakan mereka yang mengalami gangguan pedofilia dengan yang tidak.

    Namun, ada beberapa ciri pedofil yang bisa kita perhatikan

  • Memiliki fantasi keinginan atau perilaku seksual terhadap anak-anak.
  • Lebih senang dan selalu merasa lebih nyaman berada di sekitar anak-anak
  • Pandai menarik perhatian anak-anak sehingga sangat disukai di kalangan anak-anak dan orang dewasa di lingkungannya.
  • Kesulitan menjalin hubungan dengan lawan jenis yang dewasa atau seusianya
  • Cenderung merasa kurang percaya diri, harga dirinya rendah sehingga lebih menikmati dan merasa lebih percaya diri bila bersama-sama dengan anak-anak yang polos.
  • Adanya trauma masa kecil, bisa memicu seseorang menjadi pelaku pedofilia. Mereka yang trauma karena pernah mengalami pelecahan seksual, dan tidak tertangani dengan baik memiliki kemungkinan untuk mencari pelampiasan ketika ia telah dewasa. Contohnya kasus emon di sukabumi, yang mengaku dulunya pernah mengalami kasus pelecehan seksual di masa kecilnya
  • Ketagihan pornografi karena seseorang yang kecanduan pornografi memungkinkan seseorang untuk berfantasi atau berkhayal sehingga membuat seseorang terangsang dan mendorong dirinya untuk melakukan aktivitas seksual pada anak-anak yang polos dan lemah.
  • Oh, ya… berdasarkan artikel yang sempat saya baca di Mamamia.com ternyata para pedofil ini nggak hanya senang mencomot foto anak-anak menggunakan pakaian serba mini atau naked. Menurut Erin Cash, detektif  Queensland Police yang sudah punya pengalaman lebih dari 12 tahun mendalami kasus kekerasan seksual pada anak, termasuk pedofilia.

    Ada beberapa foto yang sering kali dianggap menarik oleh para  pedofil. Seperti anak-anak yang sedang mandi atau berenang, foto anak-anak dalam keadaan menanggalkan pakaian, atau  foto-foto yang sudah diberikan emoticon pada area sensitif. Soalnya pedofil ini ternyata sering sekali memanfaatkan fotoshop untuk meningkatkan 'nilai' dari foto tersebut. Bahkan, duck face yang beberapa waktu lalu sempat jadi trend juga dianggap sebagai foto yang ‘menjual'  dan diedarkan di situs tempat predator berkumpul. Artinya, foto yang kita anggap normal bisa saja mereka ambil dan edarkan di komunitas mereka. Mengerikan bukan?

    Baca juga : Yay or Nay; Bikini Untuk Anak

    Dengan adanya kasus ini Mbak Irma juga mengingatkan beberapa hal penting lainnya. Mulai dari mengajarkan anak menggunakan sosial media dengan bijaksana, dan berusaha untuk terus terbuka dalam mengomunikasikan perasaan. Sudah tahu, dong, ya kalau kercerdasan emosi sangat penting dan bisa menular?

    “Untuk itu orangtua  perlu bekali anak mengenali emosinya sendiri seperti takut, sedih, marah, kesal sehingga ketika anak dalam keadaan yang kurang nyaman karena adanya ancaman, ia bisa mengungkapkan perasaannya. Ajarkan juga pada anak kita anak untuk tidak menerima iming-iming dari orang lain tanpa sepengetahuan orangtua dan mempercayai instincnya jika anak merasa tidak nyaman dan segera mencari bantuan dengan berteriak atau menjauh dari seseorang yang dirasakan kurang nyaman”.

    So, bisa kebayang ya kalau peran dan tugas kita itu sangat panjang. Nggak semata sampai pemberian ASI, MPASI, memberikan fasilitas mainan,  meyiapkan pendidikan sekolah. TAPI LEBIH JAUH DARI ITU!