Sorry, we couldn't find any article matching ''
Coba Lihat dari Angle Lain, Ini yang Bisa Kita Pelajari dari Generasi Strawberry (Gen Z)
Daripada melihat hanya dari kekurangan gen Z yang sedikit-sedikit (katanya) butuh healing, lebih baik lihat kelebihan mereka yang bisa kita pelajari.
Mommies yang anaknya termasuk generasi Z (kelahiran tahun 1997-2021, rentang usia 10-25 tahun), mana suaranya? Belakangan ini, di Instagram maupun Tiktok, seringkali seliweran content yang kurang lebih menyinggung tentang Gen Z, betapa istilah healing kini menjadi trend (konon, Gen Z dianggap nggak bisa stres sedikit, bawaannya langsung anxious). Mungkin memang ada benarnya, tapi kehebatan Gen Z dalam berbagai hal juga patut kita akui, bahkan bisa kita jadikan pelajaran.
Baca juga: Ini Alasan Kenapa Kita Melihat Generasi Baru Selalu Lebih Lemah
Gen Z: Si generasi Strawberry
Istilah generasi Strawberry ini awalnya muncul dari negara Taiwan, ditujukan pada generasi Z yang dianggap lunak bak buah strawberry, dari luar tampak indah, tetapi begitu ditekan, mudah sekali hancur, daya juangnya rendah. Menurut Prof. Rhenald Kasali, guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, generasi Strawberry ini sebetulnya adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Ia juga menulis dalam bukunya berjudul Mengubah Generasi Rapuh menjadi Generasi Tangguh, 2018, yang kemudian dibahas dalam tulisan ini.
Gen Z: Penuh kreatifitas, tidak pandang usia
Sementara dari artikel ini, kita diingatkan bahwasanya, Gen Z itu memberikan kita pelajaran yang jelas, berapapun usianya, seseorang tidak akan pernah terlalu muda untuk bisa memposisikan dirinya pada sebuah ide. Ya, lihat saja anak-anak sekarang, umur 12 tahun sudah bisa bikin aplikasi, umur 10 tahun sudah mahir coding. Mereka itu sebetulnya generasi bright!
Baca juga: Yuma Soerianto, Anak Cerdas Pembuat 9 Aplikasi
Gen Z: Apa-apa dishare, tapi konsepnya out of the box
Coba, deh, scrolling di Tiktok, 10 menit aja, mungkin akan banyak yang ditemui secara random, termasuk betapa generasi Z ini sangat “terbuka”, alias apa-apa juga di-share. Sedikit-sedikit OOTD, lagi makan apa, di mana, sama siapa, semua di-share. Tapi, coba lihat bagaimana cara mereka mengemas sebuah content, kadang kita yang lihat suka geleng-geleng kepala, “Kok, bisa, ya, kepikiran bikin content semacam ini?”
Gen Z: Sedikit-sedikit butuh healing, tapi aware dengan mental health
Habis kerja keras sebentar, lalu healing alias liburan, berhasil sedikit, belanja dengan alasan self reward. Demi jauh dari anxiety, rela pindah-pindah kerja kalau sudah dianggap nggak sehat buat mental. Permasalahan sehari-hari yang mungkin kita anggap receh, bisa bikin overthinking. Sebetulnya nggak ada yang salah, kok, dengan ini. Setidaknya mereka aware akan mental health. Bedanya dengan generasi sebelumnya, yang ke psikolog saja mungkin masih berpikir, “Masa, sih, gue perlu ke psikolog, baper aja kali gue?” Setidaknya, kesehatan mental diri sendiri selalu diutamakan oleh generasi ini. Namun sebagai orangtua yang mendampingi, sebaiknya tetap ingatkan bahwa yang namanya kesehatan mental itu tidak bisa dengan self diagnose.
Gen Z: Suka pamer aset, tapi sudah paham investasi!
Temannya main crypto, dia ikutan, ketika melihat yang “ijo-ijo”, langsung dishare. Rasanya bangga banget meski investasinya masih belum seberapa. Tapi, setidaknya mereka sudah paham investasi. Meski kita mungkin nggak tahu tujuan mereka berinvestasi itu untuk apa, tapi kalau ternyata FOMO (Fear of Missing Out) ini bisa memicu jiwa-jiwa kompetitif untuk menabung lebih banyak lagi (masa dia bisa segitu, aku nggak bisa, sih?), nggak ada yang salah, kan? Tugas orangtua, bimbing mereka agar jauh dari investasi bodong.
Gen Z: Hidup di era yang serba memudahkan, tapi membuat mereka maju
Ngintip dari postingan Mommiesdaily di Instagram, ternyata banyak yang kagum melihat hasil karya anak-anaknya di Minecraft. Bahkan, tidak jarang anak jauh lebih mengerti cara mengoperaskan gadget, bikin kita jadi lebih sering tanya mereka, gimana, sih, caranya. Ya, gimana, pandemi juga kan, yang menuntut mereka buat lebih sering pakai gadget?
Mau bagaimanapun tingkah mereka yang mungkin membuat sebagian generasi senior heran, mereka itu tetaplah penerus kita, penerus bangsa. Merekalah yang akan melanjutkan visi dan misi kita, terutama menghadapi masa depan dunia. Merekalah yang akan datang dengan berbagai temuan yang mendukung kesejahteraan manusia dan lingkungan. Merekalah yang akan lebih banyak andil dalam membereskan problematika dunia. Kita juga patut sadar, suatu saat kita tidak akan lagi punya kemampuan seperti sekarang, maka jadilan panutan tanpa harus menilai gen Z ini sebelah mata.
Photo created by tirachardz – www.freepik.com
Share Article
COMMENTS