Sorry, we couldn't find any article matching ''
Valencia Octaviani: Membuka Jalan Bagi Anak Muda untuk Menolong Sesama
Bersama teman-temannya, Valencia Octaviani percaya bahwa banyak orang baik yang ingin membantu sesama. Mereka kemudian mendirikan jembatan untuk menghubungkan keduanya!
Valencia Octaviani dan teman-temannya sesama alumni Ilmu Hubungan Internasional Universitas Brawijaya menangkap fakta bahwa banyak anak muda yang ingin menyalurkan bantuan untuk orang-orang yang membutuhkan. Sayangnya, wadah atau media yang menjembataninnya cukup sulit ditemukan.
Berawal dari hal itu, Valencia bersama sembilan rekannya mendirikan organisasi sosial yang bernama Beri Harapan Indonesia. Yuk, kenalan dengan sosok Valencia Octaviani, sosok wanita 23 tahun yang sekarang sedang sibuk bekerja di salah satu renewable energy company di Indonesia sambil terus aktif menjalankan program Beri Harapan Indonesia.
BACA JUGA: 15 Tips Mendorong Anak Punya Perilaku yang Baik
Apa tiga sifat atau sikap yang kamu suka dari seorang Valencia Octaviani?
1. Empathetic & compassionate
2. Well-organized & determined
3. Persistent & considerate
Apa pengalaman masa kecil yang membentuk kamu memiliki 3 hal tersebut?
Salah satu momen yang saya ingat dan jadi pengaruh besar yaitu saat usia 12 tahun saya diajak orang tua untuk menolong masyarakat di camp pengungsian banjir Jakarta. Waktu itu banjir di Jakarta masih terbilang cukup parah.
Walau rumah saya tidak terkena banjir, orang tua mengajarkan bahwa saat kita memiliki kemampuan untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan maka kita harus turun tangan. Mereka mengajak saya untuk mengumpulkan pakaian dan selimut tidak terpakai tapi masih layak untuk di bawa ke tenda pengungsian. Saya juga diajak untuk membeli beberapa makanan instan dan popok bayi untuk dibawa ke sana.
Selain momen itu, orang tua saya juga selalu mengajarkan untuk berbagi dan menolong orang lain, salah satunya dengan mengajak kunjungan ke panti asuhan. Saya terlibat langsung dalam proses persiapannya, seperti mengemas barang yang akan didonasikan, ikut membelanjakan sembako, turut memilah barang, dan kegiatan lainnya.
Secara tidak langsung orang tua menumbuhkan rasa peduli dan saya diajak untuk terjun sendiri melakukan kegiatan tersebut. Jadi pengalaman itu membekas pada diri saya. Hal inilah yang membawa saya mengembangkan organisasi Beri Harapan Indonesia.
Ada buku favorit yang mengubah cara pandang kamu terhadap suatu hal?
Saya cukup gemar membaca buku. Sebenarnya ada banyak sekali rekomendasi buku yang punya pengaruh dalam hidup saya. Untuk Mommies dan perempuan bekerja, saya sangat merekomendasikan empat judul ini, yaitu
1. Lean In: Women, Work, and the Will to Lead – Sherryl Sandberg
Buku ini membuka pandangan kita bahwa perempuan bekerja bukan merupakan hal yang buruk untuk keluarga dan anak-anak. Kesuksesan perempuan di tempat kerja adalah suatu hal yang wajar dan harus menjadi hal yang didukung.
2. Believe It: How to Go from Underestimated to Unstoppable – Jamie Kern Lima
Kisahnya memaparkan bahwa kegigihan merupakan salah satu kunci keberhasilan. Jamie Kern Lima adalah CEO dari IT Cosmetics, dalam buku ini ia menceritakan perjuangan membangun bisnis dari awal,dengan tidak memiliki uang dan banyak disepelekan orang. Sekarang bisnisnya sukses dan dia memiliki keluarga serta lingkungan pertemanan yang sangat suportif dan bahagia.
3. What I Told My Daughter – Nina Tassler
Buku ini adalah kumpulan cerita dari banyak ibu di dunia yang juga merupakan wanita sukses serta memiliki peran penting di dunia. Buku ini memberikan pandangan, harapan, serta pelajaran bagi ibu-ibu untuk para anak perempuannya dari beragam perspektif.
4. The Book You Wish Your Parents Had Read: (And Your Children Will Be Glad That You Did) – Philippa Perry
Philippa Perry memberikan penekanan kuat bahwa orang tua itu harus memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri dan bagaimana mereka dibesarkan. Itu karena hal ini sering kali punya pengaruh besar terhadap bagaimana mereka mengasuh anak-anaknya.
Apa pesan dari orang tua yang menjadi pegangan hidup kamu?
Orang tua saya bukan tipe yang sensitif dan dekat kepada anak. Saya merasa cukup berbincang dengan orang tua tapi jarang sekali memuji dan melakukan heart-to-heart conversation. Jadi mungkin tidak terlalu banyak pesan bermakna yang mereka berikan.
Itu karena mereka memberikan pesan lewan aksi, bukan secara verbal. Meski tidak secara langsung, tetapi bisa saya simpulkan kalau mereka selalu berpesan untuk jangan pernah takut menjadi perempuan yang memimpin.
Saya adalah anak pertama, cucu pertama, dan cicit pertama di keluarga. Jadi saya merasa terbiasa untuk melakukan banyak hal secara mandiri. Sejak kecil saya terbiasa menjadi pemimpin dan saya merasa orang tua sangat mendukung dan menyambut positif hal tersebut, meski konstruksi sosial dan lingkungan kadang masih mengecilkan posisi perempuan.
Untungnya orang tua tidak pernah meragukan saya dalam hal kepemimpinan, tidak mengecilkan saya sebagai perempuan, tetapi justru menunjukan dukungan bahwa seorang perempuan harus bisa mandiri, berpendidikan, tidak boleh mudah terintimidasi, dan dapat memimpin.
BACA JUGA: 7 Cara Menjadi Pendengar yang Lebih Baik untuk Anak
Apa alasan yang membuat kamu mendirikan organisasi Beri Harapan Indonesia?
Saya percaya bukan hanya saya saja yang merasakan ini, tetapi banyak anak-anak muda lain di luar sana yang juga memiliki rasa empati dan kepedulian tinggi. Sayangnya masih minim platform yang kredibel dan mudah diakses yang menjadi jembatannya.
Akhirnya saya dan beberapa teman membentuk Beri Harapan Indonesia (BHID) dengan harapan dapat menciptakan platform yang mudah diakses oleh anak muda untuk membantu banyak orang melalui program-program yang kreatif.
BHID adalah organisasi sosial yang bertujuan untuk menolong dan memberdayakan kelompok ekonomi rentan di Indonesia. Kami fokus pada tiga program, yaitu charity (amal), empowerment (pemberdayaan), emergency response (aksi cepat tanggap).
Beri Harapan Indonesia selalu berusaha menargetkan kelompok ekonomi rentan yang seringkali terlupakan dan tidak diperhatikan oleh masyarakat. Faktanya masyarakat seringkali fokus pada kelompok ekonomi rentan tertentu saja, walau masih banyak kelompok ekonomi rentan lain yang tidak terlihat, seperti petugas kebersihan jalan, penderita kanker di yayasan kanker, orang dengan gangguan jiwa di yayasan ODGJ, dan lainnya.
Dalam menjalankan BHID tentu saja banyak rintangan yang dialami, mulai dari manajemen internal hingga tantangan untuk membuat program yang kreatif dan feasible. Beruntung saya punya tim yang hebat.
Walau baru 2 tahun berdiri sejak tahun 2020, BHID sudah punya 50 lebih tim internal, 150 lebih relawan, menjalankan 20 lebih program sosial, bekerjasama dengan lebih dari 100 mitra kerja, serta menerima dana CSR dari beberapa perusahaan.
Ini bukan sesuatu yang mudah, tetapi saya menjalaninya dengan senang hati, karena saya selalu ingat bahwa tujuannya untuk membantu banyak orang yang membutuhkan, dan sesulit apapun keadaannya jika kita memiliki niat baik pasti akan dipermudah jalannya.
Kedepannya BHID berharap untuk dapat terus menebarkan harapan baru dan dampak positif untuk masyarakat, tidak hanya kelompok ekonomi rentan tapi seluruh kalangan masyarakat, dengan dapat menginspirasi dan mengajak masyarakat untuk bisa berbuat baik dan meningkatkan rasa peduli pada sesama.
Jika di masa depan Valen memiliki anak, hal apa yang ingin kamu hindari sebagai seorang ibu?
Saya ingin menjadi ibu yang suportif terhadap hal-hal yang anak saya sukai. Seringkali banyak kejadian orang tua yang menjadi “harshest gaslighter” atau kritikus terbesar anak. Saya ingin menghindari menjadi orang tua yang memadamkan ide-ide dan impian anak saya.
Hal lainnya yang mungkin saya ingin hindari adalah menjadi ibu yang “tidak hadir” dan kurang perhatian. Saya berharap untuk tetap menjadi wanita karir dan bekerja ketika saya nanti telah memiliki anak. Namun hal ini seringkali menjadi dilema di lingkungan sosial, seakan-akan karir dan anak adalah dua hal yang tidak mungkin dimiliki seorang wanita secara bersamaan dan harus ada salah satu yang dikorbankan.
I know it’s easier said than done, but I am a firm believer that it is not an impossible thing to do. Saya rasa ini diperlukan komitmen dan kesiapan mental yang besar. Jika tidak maka akan mudah sekali merasa lelah dan tidak sanggup. Kemampuan mengatur waktu serta kerjasama dengan pasangan dalam merawat anak pun juga menjadi penting.
Seringkali saya juga mendengar bahwa banyak ibu yang merasa bersalah pada anak jika harus bekerja, apalagi jika ibu bekerja merupakan tuntutan ekonomi.
Kepada ibu-ibu bekerja yang membaca artikel ini, hear me when I say it’s okay moms! Ibu bekerja tidak mengurangi arti kasih sayang ibu pada anak. Ibu bekerja dapat menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Konstruksi sosial yang mengatakan bahwa ibu bekerja merupakan ibu yang “tidak hadir” untuk anak-anaknya merupakan suatu hal yang salah.
Share Article
COMMENTS