Sorry, we couldn't find any article matching ''
Perempuan dan Bias, Sejatinya Begitu?
Benarkah kita masih dikepung bias terhadap gender?
Sepasang tangan yang andal di dapur tapi siap juga tampil mulus terawat dengan kuku terpotong rapi terpoles warna merah darah. Bisa cari uang, bisa urus anak dan suami. Patuh senantiasa pula. Perempuan sejatinya begitu.
Ia tak tahu, bahwa perempuan tiada harus bermulti talenta. Jargon, kampanye, dan wacana sosial saja yang mencetaknya harus seperti itu.
Terlentang saja, pejamkan mata, terima dan pura-pura nikmati. Jangan lupa mendesah sekali atau dua. Dia kan suamimu. Perempuan harus begitu. Tapi, tak boleh ia berkata tidak kalau memang gairahnya sedang tak ada. Perempuan harus menerima. Tapi kalau meminta, gatal namanya.
Kalau buah hati belum juga hadir dalam rumah tangga, sudah biasa perempuan mendengar ujaran saran “Sudah periksa ke dokter?”. Saran yang jarang diutarakan padaa sang lelaki. Karena biasnya adalah, pasti ada yang salah dengan si rahim.
Kemarin ia melamar kerja. Pertanyaan pertama yang didapatnya adalah, sudah punya anak berapa? Yang mengurus anak di rumah siapa, kalau nanti diterima? Pertanyaan yang lagi-lagi tiada pernah diberikan pada si lelaki yang titelnya kepala. Alih-alih membahas development, ia harus paham nanti kalau tugas dinas keluar kota tak akan menghampiri, kalau ia masih menyusui. Memang kenyataannya harus begitu.
Kalau dadanya sesak oleh kemarahan, dia lalu hanya menatapi cermin dan menyerapah. Karena ia tidak diajarkan untuk bisa bersuara.
Tadi malam terbit berita. Mengenai perempuan dari dunia layar kaca yang dinyana mengais rejeki sebagai pemuas birahi. Tak sekalipun nama si pelanggan disebutkan. Cadasnya lingkaran sex trafficking sepertinya belum jadi keresahan karena yang dihina ya cuma si perempuan.
Sama seperti istilah pelakor yang hanya menjatuhkan kaumnya, tanpa mempertanyakan kenapa si lelaki juga mau? Kuncinya di perempuan! Katanya begitu… biasnya begitu.
Dia bekerja, tanpa bisa bebas menentukan mau dikemanakan upahnya.
Dia berpelesir, diam-diam karena takut dicela. “Anakmu sama siapa?”. Maka lalu dijelaskanlah olehnya lewat media sosial. “Menikmati waktu sendiri mumpung anak sedang dijaga oleh neneknya.”
Kali ini ia sendiri yang bersuara, lirih pada dirinya yang lelah. Perempuan sejatinya harus begitu.
Baca juga:
Photo by Jeremy Bishop on Unsplash
Share Article
COMMENTS