Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ajarkan Anak Perempuan Agar Berani Bersuara
Kemampuan anak untuk berani bersuara nggak muncul tiba-tiba. Perlu dilatih dan dibiasakan sejak dini oleh orang tua. Begini caranya.
Zaman sekarang, makin banyak perempuan yang menginspirasi karena berani bersuara. Entah untuk berekspresi atau menyampaikan aspirasi, atau sekedar berani bermimpi dan ingin mewujudkannya. Sebut saja Najwa Shihab, mantan menteri Ibu Susi Pudjiastuti, dan banyak perempuan lainnya yang berani berbicara lantang. Bahkan, sekarang ini, sudah banyak gerakan untuk membela hak-hak perempuan dan mengimbau perempuan untuk berani lapor ketika mengalami pelecehan.
Tapi, apa semua perempuan sudah berani bersuara? Tentu belum ya, Esmeralda. Perempuan berani bersuara atau tidak berpulang lagi kepada karakter masing-masing dan bagaimana ia dididik semasa kecil. Apakah orang tua mengajari atau meng-encourage anak perempuannya buat agar berani bersuara atau tidak.
Agar anak perempuan kita berani bersuara, menyampaikan ekspresi dan mimpi, yuk, ajarkan ini kepada anak perempuan kita.
Dorong rasa percaya diri anak
Selain memberi semangat: “kamu pasti bisa”, pastikan mommies juga memberi ruang bagi anak untuk belajar mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Ajar anak mengambil keputusan dengan memberikan pilihan. Percaya pada keputusannya, dan jangan ganggu gugat ketika ia sudah memantapkan pilihan.
Biarkan anak belajar dari kesalahan
Ketika anak salah mengerjakan sesuatu, bisa saja ia sedih atau kecewa. Beri tahu anak bahwa salah adalah bagian dari proses belajar. Kemudian, ajar anak belajar dari kesalahan itu agar di kemudian hari ia bisa lebih berhati-hati atau lebih teliti agar tak mengulangi kesalahan yang sama. Nggak perlu mengomel. Tapi, jangan juga buru-buru menawarkan bantuan demi menghindari kesalahan anak. Ketika anak berani mencoba, di situ keberaniannya timbul.
Latih kemampuan berpikir, berkomunikasi dan kecerdasan emosi anak
Perbanyak mengajak anak berdiskusi, bertanya apa pendapatnya tentang berbagai hal. Tentunya yang sesuai dengan nalar usia anak, ya. Misalnya: “Menurutmu mengapa anjing tadi menggonggong saat kita lewat?”, atau “Bagaimana perasaanmu saat kita nggak bisa pergi-pergi saat pandemi begini?”. Tanyakan perasaannya ketika melihat atau mengalami suatu peristiwa.
Selain dapat membangun kosakata emosionalnya, mereka juga akan terlatih untuk mengidentifikasi, memahami dan menghadapi emosi yang ia alami. Saat anak merasa didengar, ia akan jadi lebih berani untuk mengungkapkan isi hati, pikiran, perasaan dan pendapatnya.
Suguhi anak dengan bacaan bermutu
Bacaan atau tontonan menghibur juga bisa bersifat edukatif, lho. Batasi bacaan-bacaan dongeng picisan, dan suguhi anak dengan ide-ide segar dari bacaan bermutu agar ia terbiasa haus akan ilmu dan pengetahuan. Jadi, dari kecil orang tua sudah menyuguhi food for thought untuk anak.
Baca juga: Tips Besarkan Anak Laki-laki Agar Tidak Mudah Insecure
Ajar anak berani mengambil risiko
Walau berlarian ada risiko terjatuh, walau menyendoki sayur ada risiko tumpah, mencoba ada risiko salah, jangan sampai itu membuat kita urung mengajar anak untuk berani mengambil risiko. Yang penting, di saat-saat tersebut, kita ada untuk mendampingi, dan kita juga tahu batas kemampuan anak dan batas risiko yang mampu ditanggungnya.
Mengajari anak perempuan agar berani bersuara perlu dilatih sejak kecil agar terbiasa. Karena sikap dan keterampilan ini nggak muncul begitu aja. Setuju nggak, moms?
Baca juga: Pesan untuk Orang Tua: Jangan Kebablasan Menjadi Teman Anak
Foto:Children photo created by fabrikasimf – www.freepik.com
Share Article
COMMENTS