Kita perlu tahu tanda-tanda diskriminasi gender supaya nggak lagi menganggapnya sesuatu yang lumrah, wajar, dan sudah sepantasnya. Hang in there moms!
Diskriminasi gender di tempat kerja mommies mungkin saja terjadi, namun nggak banyak yang menyadarinya. Saking sudah sering terjadi, banyak orang, termasuk wanita bekerja (ibu bekerja juga termasuk) menganggapnya sesuatu yang biasa-biasa saja, lumrah, wajar, dan sudah sepantasnya. Padahal nggak begitu, lho, aturannya. Supaya makin aware, mari kita kenali tanda-tanda diskriminasi gender di dunia kerja, terlebih ketika ibu terdapat di dalam lingkungan tersebut.
Sebenarnya gaji yang lebih tinggi untuk pria dibanding wanita seringnya berada pada industri yang didominasi laki-laki. Sepengalaman saya yang industrinya didominasi wanita, ketidaksetaraan gender jarang terjadi. Coba cek lagi, deh, kalau posisinya sama, job desk-nya juga sama, sama-sama suka lembur dalam waktu yang sama (bahkan kadang-kadang seringan kita yang lembur), tapi gaji dia lebih tinggi, bisa jadi mommies sedang mengalami gender inequality alias ketidaksetaraan gender aka diskriminasi gender.
Ada saja alasannya ketika seorang ibu bekerja yang memiliki kondite kerja yang baik tidak dipromosikan. Padahal kurang apa lagi, sih? Hasil kerja sudah terbukti bagus. Lembur? Nggak masalah. Meski harus jungkir balik membagi waktu antara urusan keluarga dan rumah, banyak sekali ibu bekerja yang tetap bisa bersikap profesional. Ketakutan manajemen atau atasan terhadap ibu bekerja yang pasti akan mengutamakan keluarga daripada pekerjaan, seringkali tak terjadi, lho. Bahkan ibu-ibu bekerja ini jauh lebih tangguh dalam menghadapi tantangan pekerjaan. Anggapan seperti inilah yang kemudian menciptakan ketidakadilan gender.
Baca juga: Working Mom Survival Handbook In The Morning
Biasanya, nih, terjadi ketika wanita dengan status Ibu, atau berencana menikah jarang menerima panggilan dari perusahaan yang merekrut setelah interview kerja. Anggapan bahwa pengabdian mereka pada keluarga dan pengasuhan anak membuat wanita kurang berkomitmen dan tidak mampu bekerja dalam waktu lama seperti rekan pria mereka, terutama pada pekerjaan dengan tingkat tekanan tinggi. Wah, belum ketemu saja mereka sama ibu-ibu perkasa di dunia advertising :)
Bukan cuma sentuhan, pelecehan juga bisa dalam bentuk verbal, lho. Mulai dari olok-olok bentuk badan, ajakan seks secara implisit, atau bahkan menjurus ke arah rasisme. Kalau di Indonesia, nih, sering ketemu kalimat, “Biasa, kan, cewek asal daerah S (menyebut daerah tertentu) suka diajak karaoke?” Masih banyak pelecehan seksual lain yang sering kita temukan di dunia bekerja. Sering kali pula pelecehan juga menjadi alasan seorang atasan ingin mempromosikan perempuan ke jabatan yang lebih tinggi. Coba nonton film Bombshell, kurang lebih seperti itu, deh.
Well, dunia kita ini memang dunia patriarki. Sehingga tanda-tanda di atas sering banget kita temukan. Tapi nggak berarti itu dianggap jadi sesuatu yang wajar, kan? Bagaimanapun kita sendiri yang harus membuktikan, bahwa anggapan-anggapan di atas bisa kita patahkan. Selamat bekerja working moms! Hang in there!
Photo by Andrew Neel on Unsplash