banner-detik
PARENTING & KIDS

Bertengkar di Depan Anak? Boleh Saja, Begini Aturannya Menurut Psikolog

author

Sisca Christina02 Feb 2022

Bertengkar di Depan Anak? Boleh Saja, Begini Aturannya Menurut Psikolog

Pengennya, sih, sebisa mungkin nggak bertengkar di depan anak. Tapi kadang tanpa sadar diskusi dengan suami memanas saat sedang bersama anak. Gimana, nih? Apa yang harus dilakukan?

Setiap orang tua pasti punya cita-cita mulia: jangan sampai bertengkar di depan anak. Tapi rasanya kok nggak selalu mulus, ya? Ada kalanya saat berargumen, situasi jadi memanas juga. Akhirnya kelepasan, bertengkar di depan anak. Siapa yang pernah begini?

Di sisi lain, adu argumen dengan pasangan itu hal yang wajar. Namanya ada dua kepala, kadang kala ada perbedaan pendapat, nggak selalu sepaham. Apakah kita harus selalu umpetin itu dari anak? Bukankah anak juga harus belajar bahwa it’s okay to have a different opinion, atau, belajar agree to disagree?

Baca juga: Kenapa Anak Harus Diajari Menghargai Perbedaan Sejak Dini

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, saya akhirnya bertanya pada Psikolog Anak dan Remaja, Alia Mufida, M. Psi, Psikolog. Menurut Fida, sebetulnya berargumen dengan pasangan di depan anak adalah hal yang lumrah dilakukan; dengan catatan: tak kebablasan. Artinya, orang tua punya kesadaran penuh dan kontrol diri yang baik bahwa argumen dilakukan sebatas mendiskusikan perbedaan pendapat.

Malahan, Fida memaparkan, menurut penelitin, berargumen sehat dengan pasangan di depan anak bisa jadi baik buat anak-anak. Itu bisa membantu anak-anak memahami bahwa berbeda pendapat itu sebetulnya tidak apa-apa.

Jadi, nggak apa-apa, nih, bertengkar di depan anak? Jawabannya boleh saja, asalkan…

1. Berargumen sehat, bukan bertengkar hebat

Fida menekankan bahwa yang masih wajar dilakukan di depan anak itu berargumen dengan sehat. Adu pendapat, berdiskusi. Memang, sih, berargumen itu sangat mungkin meningkat levelnya jadi “kenceng-kencengan”. Nah, di sini perlunya kontrol diri agar argumen tetap sebatas mempertahankan pendapat, bukan memaksakan pendapat hingga berakhir jadi pertengkaran hebat. Jadi, “penting sekali untuk memerhatikan intensitas dari argumen itu sendiri,” jelas Fida.

Baca juga: 3 Jenis Konflik yang Harus Ada di Dalam Pernikahan

2. Jaga intonasi, bahasa verbal dan non verbal

Jangan sampai intonasi yang kita keluarkan naik jadi 5 oktaf. Ingat, anak mampu membedakan mana intonasi tenang, mana kencang atau ketika kita sudah naik pitam. Jangan pula menyampaikan kata-kata yang menyerang, mengecilkan, meremehkan, menghina, memaki, menjatuhkan pasangan, dan semacamnya. Hindari juga saling tunjuk, melotot, angkat dagu, atau apapun yang menunjukkan disrespect terhadap pasangan.

3. Pertahankan level emosi saat bertengkar di depan anak

Saat berargumen, pastikan diri tetap tenang. Mungkin nggak akan selalu mudah, namun, tetaplah pancarkan emosi positif di depan anak. Jangan sampai emosi negatif menguasai perdebatan, karena jadinya nggak sehat lagi bagi anak.

4. Perhatikan sinyal tubuh

Tubuh akan memberi sinyal ketika kita akan marah; antara lain wajah memerah, napas memendek, refleks otot meningkat, badan gemetar, berkeringat, dan seterusnya. Ketika suasana berargumen rasanya sudah mencolek-colek emosi Anda hingga ingin marah, hentikan segera. Tak perlu tunggu hingga Anda berubah menjadi Hulk!

5. Frekuensi berinteraksi positif harus lebih banyak dibanding frekuensi bertengkar di depan anak

“Simpelnya,” Fida melanjutkan, “perbandingannya 5:1. Jadi, kita harus menunjukkan kepada anak lima interaksi positif bersama pasangan yang mencerminkan hubungan yang harmonis, rukun, saling menghargai dan menyayangi; untuk satu kali berargumen di depan anak.” Jika sebaliknya, tentu tak sehat lagi.

6. Jangan lupa berbaikan

Setelah selesai berdebat, kembalilah bersikap netral satu sama lain. Misalnya, dengan berpelukan, menunjukkan sikap saling sayang, tertawa bersama lagi, sehingga anak-anak mengerti bahwa situasi argumen tadi adalah wajar, dan membuktikan bahwa berargumen benar-benar bisa dilakukan tanpa harus jadi perpecahan.

Kesimpulannya, sah-sah aja jika sesekali kita berargumen dengan pasangan di depan anak. Asalkan, semua rules di atas benar-benar bisa dipraktikkan. Kalau dirasa nggak mampu, ambil langkah bijak, lebih baik kembali ke mode: masuk kamar dengan pasangan, kunci pintu, berargumen berdua saja, dan hindari bertengkar di depan anak. Intinya, jangan mencobai dirimu sendiri, moms.

Baca juga:

12 Kesalahan Orang Tua Zaman Sekarang

Jangan Anggap Remeh, 6 Ucapan Orang Tua Ini Bisa Menggangu Psikologis Anak!

Image: People photo created by yanalya – www.freepik.com

Share Article

author

Sisca Christina

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan