Jangan langsung ngamuk ketika menangkap si remaja meminta atau mengirim foto telanjang alias sexting.
Mommies di sini siapa yang suka skip cek aplikasi chat si remaja di rumah? Mau diam-diam atau terang-terangan, sebaiknya sidak rutin jangan di-skip, ya. Perkembangan teknologi yang makin maju, bikin sexting di kalangan mereka makin mudah. Tunggu-tunggu, apa, sih, sexting itu? Sexting merupakan aktivitas berbagi, teks, gambar (bergerak atau tidak bergerak), atau foto telanjang (meminta bisa, memberi juga bisa) yang menjurus ke arah seksual.
Buat kita tentunya sexting adalah sesuatu yang berisiko, berbahaya, dan ilegal. Ya, betul, meski logikanya demikian ternyata bagi remaja, sexting seringkali menyenangkan dan awalnya didasari atas perasaan suka sama suka. Mereka bisa juga melihat sexting sebagai bagian dari membangun hubungan dan kepercayaan diri, mengeksplorasi seksualitas, tubuh, serta identitas. Lantas ketika kita menemukan bahwa remaja kita sendiri meminta foto telanjang temannya, atau bahkan membagikan fotonya sendiri ke seseorang, apa yang harus kita lakukan? Karena marah sama sekali bukan solusinya.
INFOGRAFIK: Tanda-Tanda Pelecehan Seksual Pada Anak Remaja
Oke, ketika rasa marah, kesal, dan juga takut campur-campur jadi satu di dalam hati, berusahalah untuk tetap tenang. Ngamuk, mengancam, dan langsung menyita gadget anak malah akan bikin dia makin nggak punya rasa percaya sama orangtuanya. Usahakan tetap tenang untuk memulai dialog yang panjang.
Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa ia meminta temannya untuk mengirimkan foto telanjangnya? Atau malahan ia yang mengirim fotonya sendiri? Apakah ia sudah menerima fotonya? Apakah kemudian foto tersebut ia simpan atau malah ia bagikan ke gengnya? Apa yang mendorongnya untuk melakukan tersebut? Apakah hanya rasa ingin tahu saja, atau ada hasrat seks yang tak tersalurkan? Jika ternyata dari hasil eksplor tersebut mommies menemukan masalahnya berat, dan mommies merasa nggak memiliki jawabannya, sudah waktunya Anda berkonsultasi ke psikolog.
Setelah mommies memahami mengapa anak remaja Anda melakukan sexting, bicarakan dengannya (atau dia) dengan lembut tentang kemungkinan konsekuensi dari tindakan tersebut. Apa yang sudah ada di dalam dunia digital bisa berada di situ selama-lamanya, terutama bila kreasi tersebut sudah diupload. Bukan cuma yang mengirimkan gambar yang tersebar, yang meminta pun juga bisa, lho. Mudah saja, tinggal di-screenshot chat permintaan tersebut, lalu disebar. Kedua belah pihak sama-sama rugi. Meski kerugian terbesar ada pada si empunya tubuh. Itu baru konsekuensi sosial.
Selain itu juga ada konsekuensi hukum, lho. Remaja perlu memahami bahwa meminta, mengambil, mengirim, atau meneruskan foto telanjang siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk remaja itu sendiri, adalah ilegal dan dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius. Sudah waktunya kita mendiskusikan UU ITE bersama anak.
Ajak anak berdiskusi batasan-batasan yang ada dalam hal bertukar pesan di chat room. Meski seharusnya batasan-batasan ini sudah harus dibicarakan ketika anak belum punya smartphone, ya. Tapi, ya, sudahlah, lebih baik daripada tidak sama sekali. Pastikan anak paham mengenai keamanan digital secara umum terlebih dahulu, seperti bagaimana membuat strong password, etika dalam bertukar pesan dengan lawan bicara yang lebih tua, lebih muda, atau ke teman-temannya. Di sini mommies bisa memasukkan batasan-batasan itu tadi, termasuk di dalamnya soal sexting. Dengan mengajak anak remaja untuk ikut menentukan batasannya, membuat mereka merasa lebih dihargai, dan lebih punya willing untuk mematuhinya. Meski, ya, meskiiiii ada kalanya aturan tersebut mungkin akan ada yang dilanggar.
Mereka itu butuh kita. Percayalah. Meski kelihatannya teman di atas segalanya, walau mereka lebih banyak dengar ‘kata temannya’, ketika dia sudah mentok, pasti datangnya ke kita. Selama kita tetap mau jadi teman bicara mereka. That’s why, kita perlu jaga komunikasi dengan anak remaja. Tetaplah menyediakan waktu ketika mereka membutuhkan kita. Bukalah pikiran lebih banyak mengenai dunia mereka, tidak bersikap sok banyak pengalaman, dan jadilah tempat ia bisa menanyakan segalanya tanpa rasa sungkan, termasuk soal seks.
Ini tentu tergantung kasus, ya, apakah foto telanjang tersebut jadi dikirimkan, dan kemudian disebar. Hal ini tentu saja akhirnya melibatkan banyak orangtua karena anak-anaknya menerima gambar tersebut. Kalau gambarnya belum terkirim, kita bisa bernapas lega. Tapi kalau sudah terlanjur, kita bisa ajak bicara orangtua dari anak yang mengirimkan gambar. Ngobrol dari hati ke hati, karena hal terakhir yang kita inginkan adalah perseteruan antar orangtua yang sangat mungkin berujung pada masalah hukum.
Photo by Chad Madden on Unsplash