banner-detik
KIDS

Berhenti Lakukan 3 Hal Ini Dalam Suasana Dukacita

author

fiaindriokusumo10 Nov 2021

Berhenti Lakukan 3 Hal Ini Dalam Suasana Dukacita

Jangan pernah foto mama dalam kondisi mama sedang sakit  atau setelah mama meninggal. Kenang mama dalam kondisi yang sehat. Salah satu pesan saya ke anak-anak dan orang - orang terdekat saya. 

Pertama kali saya mengalami yang namanya kehilangan orang terdekat dalam hidup adalah saat saya duduk di kelas lima bangku Sekolah Dasar. Saya kehilangan eyang putri yang saya panggil ibu. Pertama kali melihat jenasahnya di dalam peti, saya teriak kencang kemudian menangis. Ketika tiba di makam, saya berontak ingin ikut lompat ke dalam liang. Ya, sedekat itu hubungan kami.

Bertambahnya usia, semakin banyak kehilangan yang saya alami, kehilangan orang-orang yang saya cintai. Kehilangan papa di usia 18 tahun. Kehilangan eyang kakung di usia 25 tahun. Kehilangan kakak ipar pertama saya di usia 35 tahun. Kehilangan kakak ipar kedua saya di usia 39 tahun.

Dari setiap kehilangan, satu benang merah yang tanpa saya sadari tertanam di benak saya: Saya tidak pernah ingin melihat wajah mereka setelah meninggal lebih dari satu kali. Saya tidak pernah ingin mengambil foto mereka di saat mereka sakit keras ataupun setelah mereka meninggal. Saya hanya sekali melihat wajah mereka, sesaat sebelum mereka dimandikan. Karena saya ingin mengenang mereka di saat sehat, di saat segar, di saat bahagia.

Setiap kali ada berita dukacita, entah itu tentang mereka yang sakit atau mereka yang mengalami kematian, apalagi yang ramai dibicarakan di dunia maya, saya seringkali memilih untuk menjauh sejenak dari media sosial. Karena tak jarang, berita dukacita dibarengi dengan beredarnya foto-foto yang seringkali membuat kita (atau saya?) merasa tidak nyaman.

Foto-foto dari mereka yang sakit keras, tidak sadar di dalam kondisi koma

Foto-foto dari mereka yang menjadi korban kecelakaan pesawat terbang

Foto-foto dari mereka yang menjadi korban dari terorisme

dan masih banyak lagi ...

Mungkin saya yang terlalu "baper"? Atau memang keinginan kita sharing di media sosial membuat kita kehilangan empati terhadap sesama?

Baca juga: Empati pada Anak Tidak Berkembang, Ini Beberapa Tanda-tandanya!

Mungkin pemikiran saya dengan orang lain berbeda, namun lima hal ini saya terapkan ke diri saya sendiri dan saya ingin orang-orang terdekat saya memahami akan hal ini ....

  • Berhenti mengambil foto dari korban kecelakaan dan menyebarkannya
  • Nggak pernah enak untuk melihat korban kecelakaan yang notabene akan ada darah atau luka yang terpampang jelas. Bayangkan jika kita yang menjadi korban, apakah kita senang jika kondisi kita yang seperti itu menjadi konsumsi publik? Bayangkan perasaan keluarganya melihat foto orang yang mereka cintai dalam kondisi tidak bernyawa berseliweran di media sosial.

    2. Jangan  mengambil foto dari orang yang sakit keras

    Saya baru saja kehilangan seorang sahabat karena kanker pankreas yang dideritanya. Saya melihat perubahannya setiap minggu, dari sosok yang gagah perkasa hingga berubah menjadi sosok yang kurus, lemah, antara sadar dan tidak dan hanya bisa tertidur lemas. Bagaimana teman saya berteriak marah kalau ada yang melihatnya berlama-lama, bagaimana dia merasa malu dengan kondisinya.

    Gunakan empati ketika kita ingin mengambil foto mereka yang sakit dan mengirimkannya ke orang-orang lain. Untuk apa? Sebagai bukti bahwa dia benar-benar sakit? Sebagai bukti bahwa sumbangan sudah diberikan? Sebagai bukti apa lagi? Maukah kita kalau foto kita yang sedang "sekarat" dilihat banyak orang?

    Kalau ada yang WA saya untuk bertanya tentang kondisi teman saya, saya hanya akan menjelaskan dalam bentuk kalimat. Jika ada yang meminta fotonya? Saya nggak pernah bersedia.

    3. Jangan jadikan apa pun yang berkaitan dengan kecelakaan menjadi obyek foto

    Polisi memutuskan untuk menutup kendaraan yang digunakan oleh almarhum Vanessa Angel saat kecelakaan, karena alasan apa? Karena kendaraan itu menjadi obyek foto untuk orang-orang yang ingin swafoto. Sampai nggak tahu harus  bicara apa lagi membaca berita seperti ini. Sebegitunyakah keinginan kita untuk merasa up to date dengan berita yang sedang heboh sehingga membuat kita menggadaikan nurani dan mengutamakan perasaan "nggak mau ketinggalan?" Rest in peace empati.

    Kita semua mungkin memiliki alasan yang berbeda-beda, tapi selalu ingat, sebelum kita melakukan suatu hal, coba tanya ke diri kita sendiri, jika kita yang berada di posisi mereka, maukah kita diperlakukan yang sama?

    Sumber foto

    Share Article

    author

    fiaindriokusumo

    Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan