banner-detik
PHYSICAL WELLNESS

Menjaga Kesehatan Mental Generasi Sandwich, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Nomor Dua Paling Penting!

author

gitalarasw23 Aug 2021

Menjaga Kesehatan Mental Generasi Sandwich, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Nomor Dua Paling Penting!

Menjadi penopang dua generasi terkadang menguras tenaga dan mental generasi sandwich. Apa saja yang harus dilakukan agar kesehatan mental tetap terjaga?

Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak orang yang mengeluhkan tanggung jawabnya sebagai generasi sandwich. Dorothy Miller, profesor dari Universitas Kentucky, pertama kali memperkenalkan konsep generasi sandwich pada 1981. Menurutnya, generasi sandwich adalah orang dewasa yang menanggung hidup anak–anaknya, tetapi secara bersamaan juga harus menghidupi orang tuanya.

Sebuah survei kesehatan mental di Inggris pada 2000, menunjukkan bahwa hanya 41-45% generasi sandwich usia 45-54 tahun yang memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik. Sekitar 55-59% di antaranya mengalami stres, insomnia, depresi dan kecemasan.

Survei di Amerika Serikat tahun 2007 juga menunjukkan bahwa generasi sandwich berusia 35 – 54 tahun, mengalami tingkat stres lebih tinggi karena dituntut untuk menyeimbangkan peran dalam perawatan anak dan juga orangtua. Hampir 40 persen wanita generasi sandwich melaporkan tingkat stres yang ekstrem.

“Generasi sandwich memang memiliki tantangannya tersendiri. Dan pada beberapa kasus, itu dapat menurunkan kesejahteraan mentalnya,” ungkap Putu Widiastiti Giri, M.Psi, psikolog pendidikan dan pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Bali.

mertua dan menantu

Menurut perempuan yang kerap disapa Asti ini, ada faktor-faktor internal dan eksternal yang meningkatkan risiko generasi sandwich mengalami masalah mental. Faktor internalnya meliputi:

  • Dorongan untuk menerapkan nilai take and give dalam keluarga yang tersosialisasi sejak kecil di mana salah satunya adalah membalas budi orang tua yang telah membesarkan anak.
  • Kurangnya literasi keuangan sejak dini sehingga kurang siap saat berkeluarga.
  • Rendahnya kemampuan menyampaikan pemikiran atau keinginan sehingga cenderung berkeluh kesah dalam diam.
  • Mengalami kesulitan beradaptasi, terutama ketika beralih dari satu peran ke peran lainnya--seperti peran sebagai anak dan orang tua.
  • Sementara untuk faktor eksternal, lebih sering dikaitkan dengan persepsi tentang tuntutan lingkungan sekitar. Tuntutannya tidak hanya berupa uang, tetapi juga peran sebagai ‘anak yang baik’.

    Selain itu, menurut dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ, dokter spesialis kedokteran jiwa RS Pondok Indah, tantangan menjadi generasi sandwich di masa pandemi COVID-19 semakin meningkat. Sebab, kebutuhan untuk merawat kesehatan anak dan orangtua  juga semakin besar. Padahal di saat yang bersamaan, individu tersebut juga harus tetap menjaga imunitas dirinya sendiri.

    Pada akhirnya, penopang dua generasi ini lebih rentan mengalami berbagai masalah kesehatan mental, antara lain:

  • burnout (kelelahan fisik dan mental)
  • gangguan tidur (banyak tidur atau kurang tidur)
  • perasaan bersalah
  • merasa khawatir terus-menerus
  • hilang minat terhadap aktivitas yang sebelumnya disenangi
  • ansietas (kecemasan)
  • depresi
  • Kondisi mental tersebut juga bisa memengaruhi kesehatan fisik, seperti:

  • kadar hormon stres yang lebih tinggi,
  • lebih sering izin sakit dari pekerjaan kantor karena terinfeksi penyakit menular,
  • respon imunitas yang lebih rendah terhadap influenza,
  • penyembuhan luka yang lebih lambat,
  • tingkat obesitas lebih tinggi
  • risiko penurunan kesehatan mental yang lebih tinggi
  • Menurut Asti, permasalahan utama dari terganggunya kesehatan mental generasi sandwich ini adalah kualitas hidup yang menurun. Namun, hal yang membedakan keparahannya adalah bagaimana seseorang mencari solusi dan kemudian mempraktikan hal tersebut.

    “Makin cepat seseorang mencari dan mempraktikkan solusinya, makin cepat juga orang tersebut selamat dari tantangan generasi sandwich sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup bersama keluarga,” tutur Asti.

    Lalu, apa saja yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental generasi sandwich? Yuk, lihat di halaman selanjutnya, Mommies.

    Terdapat dua permasalahan utama generasi sandwich: pengelolaan keuangan keluarga yang ketat dan kerentanan mengalami konflik peran.

    Terkait dengan masalah pengelolaan keuangan keluarga, solusinya adalah meningkatkan literasi finansial sedini mungkin. Literasi keuangan tidak hanya berisikan pengetahuan , tetapi juga praktik dan modifikasi sesuai tujuan keluarga.

    ”Misalnya, membaca tentang perencanaan keuangan keluarga, menerapkan pos–pos penggunaan uang dan mengevaluasinya secara berkala, berinvestasi, hingga berkonsultasi dengan financial planner,” ungkapnya.

    generasi sandwich

    Selanjutnya, permasalahan konflik peran dapat ditanggulangi dengan mulai menerapkan strategi menjalani peran secara seimbang (role balance strategies). Yakni, dengan pengaturan diri yang baik terkait peralihan dari satu peran ke yang lainnya.

    Berikut berapa tips yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres pada generasi sandwich, menurut Asti dan dr. Zulvia:

    1. Luangkan waktu untuk diri sendiri (me time)

    Kesibukan menjalankan peran mengurus dua generasi kadang membuat generasi sandwich tidak memiliki waktu untuk diri sendiri. Ambil waktu khusus untuk melakukan hal bagi diri sendiri, misalnya mengerjakan hobi atau sekedar bersantai, dan memanjakan diri. Selain itu, bisa juga dengan mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri setelah menyelesaikan tugas rumah tangga.

    2. Tidak harus selalu kuat dan sempurna

    Tidak jarang, generasi sandwich mengerjakan banyak hal seorang diri. Mommies boleh meminta bantuan untuk mengerjakan beberapa tugas rumah tangga atau ketika mengurus anak. Meminta bantuan bukanlah tanda kelemahan. Sadari bahwa diri ini bukan superwoman yang bisa melakukannya semuanya sendiri dengan sempurna.

    3. Hubungan timbal balik dalam keluarga

    Mommies bisa saling mencurahkan isi hati serta memberi dukungan satu sama lain saat bertemu dengan anggota keluarga lain. Diskusikan masalah yang dihadapi dan fokus mencari solusinya bersama-sama. Hal ini juga dapat meningkatkan kedekatan antar anggota keluarga dan memperkuat dukungan sosial bagi generasi sandwich.

    4. Pertahankan komunikasi yang baik

    Saat lelah dan stres, ada kemungkinan kita menerapkan pola komunikasi yang emosional. Jika itu terjadi, hubungan dengan keluarga akan diwarnai ketidaknyamanan dan konflik. Pelajari cara komunikasi yang asertif dan baik agar tercipta suasana tenang dan nyaman dalam menjalankan peran sebagai generasi sandwich.

    Jika sedang stres, Mommies juga bisa curhat kepada suami atau teman-teman dekat untuk membantu mengurangi beban mental terkait masalah di rumah.

    5. Mengelola waktu dan energi

    Sebagai contoh, tetapkan tiga atau lima prioritas utama yang akan dikerjakan dalam satu hari. Delegasikan beberapa tugas kepada orang lain yang lebih mampu. Sebagai contoh, untuk pekerjaan rumah tangga, Mommies bisa meminta bantuan ART dan mengantar anak sekolah dapat meminta tolong suami.

    6. Nikmati momen yang ada

    Upayakan untuk dapat menikmati momen yang dimiliki saat ini. Nikmati peran dalam mengasuh buah hati, serta merawat orang tua sebagai wujud kasih sayang dan bakti pada mereka. Buatlah setiap momen menjadi berharga di kehidupan Anda dan keluarga.

    Jika cara-cara di atas sudah dilakukan tetapi masih merasa tertekan—bahkan sampai mengganggu kehidupan sehari-hari—sebaiknya segera konsultasi dengan psikolog atau psikiater ya, Mommies. Mereka akan membantu Mommies meredakan ketegangan dan belajar mengelola perasaan yang  dialami.\

    BACA JUGA:

    Saat Tiga Generasi Tinggal dalam Satu Atap

    Ini Alasan Kenapa Kita Melihat Generasi Baru Selalu Lebih Lemah

    PAGES:

    Share Article

    author

    gitalarasw

    -


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan