15 Dukungan yang Dibutuhkan Ibu Menyusui

Breastfeeding

RachelKaloh・02 Aug 2021

detail-thumb

Demi menyukseskan Pekan ASI 2021 yang bertema “Ibu Menyusui Tanggung Jawab Bersama”, inilah dukungan yang sampai saat ini masih kami butuhkan.

“Ibu Menyusui Tanggung Jawab Bersama”, kalimat ini selayaknya nggak hanya menjadi tema Pekan ASI tahunan, melainkan sepanjang waktu. Mewakili para ibu menyusui, inilah 15 dukungan yang hingga saat ini masih terus kami butuhkan.

1.Ruang menyusui yang memadai secara merata di seluruh tempat umum.

Oke, lah, di beberapa tempat umum yang baru saja dibangun belakangan ini oleh pihak pemerintah, khususnya, memang sudah menyediakan ruang menyusui yang memadai. Namun, tempat-tempat seperti mall, khususnya yang nggak begitu besar, sepertinya masih darurat ruang menyusui. Ada, sih, tapi tidak sedikit yang kurang memadai. 

2. Ruang menyusui yang memadai di seluruh perkantoran, termasuk rumah yang dijadikan tempat usaha.

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pasal 83 menyatakan: “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.” Sementara, pasal 128 ayat 3 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, menyatakan: “Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.” Memang, sih, untungnya sebagian dari kita masih WFH, sehingga lebih mudah bahkan untuk menyusui anak secara langsung. Namun, sejatinya saat kita kembali bekerja di kemudian hari, baik di kantor, di mall, di rumah yang dijadikan kantor, ruang menyusui harus selalu tersedia. 

3. Dokter atau konselor laktasi yang melayani konsultasi online bebas biaya

Di era pandemi ini, ibu yang baru melahirkan dan bayi disarankan untuk menunda kedatangan ke rumah sakit maupun klinik, termasuk menunda imunisasi anak. Oleh karena itu, konsultasi online sangat dibutuhkan, terutama yang gratis. Sekarang ini, AIMI melayani konseling menyusui online dengan konsep donASI, Mommies bebas bayar berapapun karena hasilnya akan didonasikan bagi ibu menyusui yang membutuhkan.

4. Konsultasi gratis dengan dokter atau konselor laktasi khusus penanganan Covid-19

Menurut survei nasional yang dilakukan oleh Kemenkes RI dengan dukungan UNICEF, konseling menyusui di masa pandemi hanya menjangkau kurang dari 50 persen ibu dan pengasuh anak berusia di bawah dua tahun. Tentu, fasilitas yang sama dengan poin 3 juga dibutuhkan oleh ibu menyusui yang saat ini sedang menderita Covid-19, baik yang menjalani isoman di rumah maupun di rumah sakit. Akan sangat membantu bila pihak rumah sakit bisa memberikan pelayanan untuk mengakomodir ibu yang masih bisa menyusui, atau mereka yang bisa dipastikan punya segudang pertanyaan selama menyusui sambil isoman di rumah, karena memang tidak ada larangan untuk tetap menyusui saat terkena Covid-19.

Baca juga: 10 Tips Menyusui Aman Saat Pandemi

5. Layanan jasa antar ASI 

Khususnya bagi para ibu bekerja yang mungkin di tempat kerjanya tidak menyediakan peralatan yang memadai untuk menyimpan ASIP, sesederhana kulkas. Good news is layanan ini sudah tersedia di beberapa kota-kota besar di Indonesia. Buat ibu menyusui yang bekerja di sektor kritikal selama PPKM berlangsung, bisa cek Antar ASI Daily Care, JESIKA by JNE, Antarcepat.com, PONG ASI delivery, dan berbagai layanan antar ASI lainnya. 

Baca juga: 15 Tips Pumping Andalan Para Busui

6. Mendapatkan vaksin Covid-19 tanpa syarat tertentu

Awalnya, ibu hamil dan menyusui sempat dikategorikan sebagai kalangan yang belum bisa menerima vaksin Covid-19. Kemudian, akhirnya diperbolehkan dengan sebaiknya menggunakan jenis vaksin tertentu. Namun kini, dilansir Alomedika.com, WHO telah menganjurkan pemberian vaksin CoronaVac Sinovac, Oxford/AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer BioNTech untuk ibu hamil dan ibu menyusui apabila manfaat dinilai lebih besar dari risiko, misalnya pada kelompok yang rentan.

7. Untuk tetap melanjutkan menyusui setelah menerima vaksin Covid-19

Pada ibu menyusui, ajakan untuk tetap menyusui setelah mendapatkan vaksin nampaknya perlu terus digaungkan oleh petugas yang saat itu memberikan vaksin. Hal ini menjadi sebuah cara untuk meyakinkan bahwa mereka tidak perlu menunda pemberian ASI setelah mendapatkan vaksin Covid-19 jenis apapun. 

8. Untuk kembali menyusui setelah lepas dari status Covid-19

Bila selama positif Covid-19 proses menyusui jadi tertunda, maka ketika selesai menjalani isoman selama 14 hari dan hasil PCR dinyatakan negatif, ibu dapat segera melanjutkan pemberian ASI. 

9. Saat menjadi tersangka

Coba, deh, iseng gooling “Ibu menyusui di penjara”, kita akan langsung melihat banyak sekali kasus terkait hal ini. Ada yang bayinya otomatis juga ikutan jadi tersangka karena dibawa ke penjara demi tetap bisa mendapatkan ASI, ada yang harus dipisahkan dari ibunya sehingga tidak bisa mendapatkan ASI. Kalau dari Hukumonline.com, berkaitan dengan tersangka yang berstatus sebagai seorang ibu yang memiliki bayi atau anak kecil, dalam praktiknya, ada penangguhan penahanan yang dikabulkan dengan pertimbangan kemanusiaan untuk tersangka yang berstatus ibu menyusui.

Tentunya, di samping hal-hal yang memang sudah ada peraturannya, kita juga butuh dukungan sederhana yang seharusnya bisa kita dapatkan dari orang terdekat, yakni:

10. Waktu

Sehabis melahirkan itu, wanita akan mengalami betul yang namanya perubahan emosi. Menjadi ibu baru artinya seperti menjalani kehidupan baru dan tentu segala penyesuaian yang perlu dilakukan tidaklah mudah. Kita butuh waktu untuk sadar bahwa segala hal tidak perlu diburu-buru. Akan sangat menyenangkan bila lingkungan sekitar juga ikut memberikan kita waktu. Tidak hanya cuti 3 bulan menjadi 6 bulan, namun sesederhana anggota keluarga mengambil alih untuk mengurus anak supaya kita bisa mandi dengan tenang saja sudah sangat berarti. Setuju, nggak?

11. Segelas air minum selama menyusui

FYI, para ayah, orangtua, mertua, saat menyusui itu rasanya haus berat. Jadi, akan sangat berarti kalau ada yang menyediakan segelas air minum selama kita menyusui anak. 

12. Peran pendukung

Bukan hanya ibu yang bisa menyusui, Ayah pun bisa, orangtua dari ibu, mertua, pengasuh, siapapun dapat membantu berjalannya proses menyusui. Memang, menyusui bayi secara langsung adalah yang terbaik yang bisa ibu lakukan. Namun, memberikan ASIP lewat botol maupun feeding cup dapat dilakukan oleh siapapun selain ibu. Ibu yang tidak bekerja atau IRT pun bukan lantas haram kalau sesekali tidak memberikan ASI secara langsung. Meninggalkan bayi untuk me time sebentar sehingga ia harus mengandalkan orang lain untuk memberikan ASIP pada bayinya, bukanlah dosa. 

13. Kalimat dukungan yang memberikan semangat

Ada sebuah kalimat “Menyusuilah dengan keras kepala!”, mungkin Mommies juga sering dengar kalimat ini, ya? Saya sendiri saat itu sedang dalam keadaan hampir putus asa, mau stop ASI saja rasanya, karena luka yang saya rasakan di payudara benar-benar tidak bisa dianggap enteng. Bagi beberapa orang, kalimat tersebut bisa saja malah membuat diri sendiri makin putus asa. Ibu menyusui, kan, juga manusia, masa sudah luka masih saja harus menyusui dengan keras kepala, demi bayi mendapatkan ASI? Pada akhirnya, memang luka kita perlu disembuhkan terlebih dahulu, supaya kita bisa bangkit dan kembali semangat menyusui. 

Baca juga: Tanpa 5 Hal Ini, Kita Tetap Perempuan Sejati

14. Memberikan ASI tanpa tuntutan

Seperti yang disebutkan di poin sebelumnya, kita seringkali lupa bahwa, selain ASI adalah hak bayi yang patut kita penuhi, mengASIhi dengan bahagia adalah hal yang patut semua ibu dapatkan. Ketika si ibu mengalami suatu keadaan sehingga proses menyusui terpaksa harus ia tunda, maka tidak perlu dirinya dianggap melakukan dosa besar. Apapun keputusan ibu, sekalipun pada akhirnya bayi perlu mendapatkan bantuan sufor, seharusnya tidak kemudian membuat ibu jadi penuh rasa bersalah.

15. Menghapus sekat antara Ayah dan Ibu

Kalau Mommies sudah nonton Fatherhood di Netflix, di situ dijelaskan betul betapa Matthew Logelin (Kevin Hart) penuh emosi ketika ingin menghadiri sesi konseling yang judulnya, sih, buat orangtua, tapi pada kenyataannya hanya terbuka buat wanita (ibu). Meski di sini sudah banyak kelas-kelas pre-natal yang bisa diikuti oleh para calon orangtua, pada beberapa kondisi, “sekat” yang meski tidak terlihat tapi tetap membatasi para ayah untuk lebih banyak terjun terhadap pengasuhan anak perlu terus diruntuhkan.

Kalau Mommies sendiri, berharap akan dukungan seperti apa, sih, yang sebaiknya terus digaungkan, atau mungkin belum bisa dirasakan sama sekali? Share, ya, di comment! 

Photo by Hanna Balan on Unsplash