Meski terdengar aneh dan jarang, di dunia ini, ada lho orang yang menghindari bahagia atau disebut juga dengan cherophobia.
Kebahagiaan, menurut Dalai Lama, adalah tujuan hidup setiap manusia. Karenanya, segala daya upaya mesti dicurahkan untuk mencapai kebahagiaan tadi. Akan tetapi, ternyata ada lho, jenis orang yang justru menghindari bahagia. Kok bisa?
Dalam psikologi dikenal istilah cherophobia, mereka yang memiliki keengganan untuk bahagia. Termasuk dalam salah satu jenis fobia, ketakutan yang kadang memang tidak rasional. Berasal dari kata ‘chairo’ dalam bahasa Yunani yang artinya ‘bersuka cita’. Dengan kata lain, ketakutan untuk merasa bahagia. Mungkin terdengar aneh, tapi hati orang, siapa tahu?
Bicara bahagia adalah sesuatu yang sangat personal. Bahagia yang ditampakkan dari ekspresi luar belum tentu dialami di dalam batinnya. Bisa jadi di bibirnya tertawa senang tapi hatinya merana. Hidup dengan kesempurnaan yang tampak di mata orang lain, tidak menjamin orang yang bersangkutan itu bahagia.
BACA JUGA: 7 TIPE RANSEL EMOSI YANG KITA BAWA SELAMA INI
#Fakta 1
Meskipun konsepnya terdengar menakutkan, cherophobia masih belum diakui sebagai gangguan klinis di bawah Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Beberapa ahli kejiwaan mengklasifikasikan cheropobia sebagai bentuk kecemasan. Bukan berarti selalu hidup dalam kesedihan dan mengurung diri setiap saat, mereka hanya menghindari aktivitas yang menyenangkan dan bisa membawa kebahagiaan.
#Fakta 2
Cherophobia juga bisa disebabkan oleh kejadian traumatis. Definisi trauma bagi setiap orang bisa berbeda-beda. Masalah atau satu beban yang sama, bagi seseorang mungkin biasa saja, tapi bagi orang lain bisa menjadi peristiwa traumatis. Ketakutan akan kebahagiaan ini seperti mekanisme pertahanan yang terbangun akibat konflik di masa lalu atau trauma.
Contohnya, sikap yang ditunjukkan oleh karakter Duke of Hastings di serial Bridgerton. Meski Daphne Bridgerton adalah perempuan yang dicintai, tetapi sang Duke memilih untuk menghindar karena ia tak mungkin menjanjikan pernikahan pada Daphne, apalagi punya anak. Trauma yang dialaminya merupakan akar masalah dari kenapa Sang Duke menyabotase kebahagiaannya sendiri.
#Fakta 3
Karena berhubungan dengan trauma, menurut psikiater Carrie Barron, M.D, untuk menyembuhkan cherophobia bisa dimulai dengan menggali masa lalu. Kelihatannya masalah yang dialami teramat rumit, padahal sebetulnya bisa diatasi. Kunci menangani cherophobia adalah lewat mengubah cara pikir.
#Fakta 4
Cherophobia juga bisa dialami oleh seseorang karena terlalu baik. Rasa empati dan altruismenya terlalu tinggi. Hal ini diungkapkan oleh Joshanloo dan Weijers, yang dimuat di Journal of Happiness Studies, kebahagiaan bisa menyebabkan seseorang merasa jahat. Ekspresi kebahagiaan bisa menyakiti orang lain, dan sikap terlalu mengejar kebahagiaan adalah hasrat yang egois dan merugikan orang lain.
Satu contoh, minggu ini ramai-ramai pengumuman SBMPTN, di saat orang lain bersyukur dirinya diterima di PTN yang diincar, seorang cherophobia justru merasa sedih. Kenapa? Fakta bahwa ia diterima, itu berarti ada ratusan orang lain yang gagal, mengingat untuk jurusan-jurusan favorit perbandingannya bisa 1: 100 orang. Ia merasa, apabila ia memamerkan kesuksesannya diterima di PTN impian, akan ada orang lain yang tersakiti.
#Fakta 5
Orang yang cherophobia percaya bahwa kebahagiaan pada akhirnya akan mengarah pada sesuatu yang buruk yang bakal terjadi di kemudian hari. Misalnya, rasa terlalu optimis dan punya ekspektasi tinggi, bukan tidak mungkin hanya akan membawa pada kekecewaan, dan akhirnya, penderitaan.
#Fakta 6
Cherophobia yang berakar dari pandangan budaya. Dalam beberapa budaya, terlalu mengejar kebahagiaan identik dengan hedonisme, terlalu duniawi, dangkal, dan menunjukkan kemerosotan moral. Ukuran kebahagiaan tidak bisa dipukul rata untuk setiap etnis.
BACA JUGA: 10 JENIS KEMARAHAN, MANA YANG SERING ANDA RASAKAN?
Photo by Delfina Iacub on Unsplash