Pinjol makin heboh dan promonya gila-gilaan. Saat suami terlilit utang pinjol, bukan hanya materi yang dikorbankan, tapi juga harga diri istri di depan teman-teman.
Rasanya mungkin marah, kesal, merasa terkhianati, dan entah apa lagi rasa yang bergemuruh di dalam dada ketika tahu suami terlilit utang pinjol. Saat ini pun, ia mengaku tak bisa memenuhi kewajibannya membayar. Duh, rasanya malu luar biasa. Tahu sendiri, kan, aplikasi pinjol kalau terlambat sehari saja bayar hutang, seluruh dunia harus tahu. Gunjingan orang seperti terdengar di dekat telinga, betapa ‘miskinnya’ kami sampai harus bela-belain berhutang ke pinjol yang seluruh dunia tahu layaknya rentenir. Belum lagi bunga yang nggak masuk akal, tiap detik rasanya nambah terus hingga berlipat-lipat jumlahnya. Kalau sudah begini, sebagai istri bagaimana saat suami terlilit utang pinjol?
Menurut Naomi Ernawati Lestari, M.Psi, Psikolog rasa marah ketika mengetahui suami terlibat pinjol tanpa sepengetahuan istri, sebenarnya adalah suatu emosi yang wajar. Marah sebenarnya suatu bentuk komunikasi, tapi seringnya ketika seseorang itu marah, tujuan komunikasinya berubah, dari yang tadinya ingin terhubung dan didengarkan, tapi malah menyalahkan dan destruktif. Akibatnya komunikasi yang diinginkan tidak tercapai. Naomi menyarankan, yang paling utama adalah komunikasikan rasa marah kita sebagai istri dengan efektif, jadi bukan cuma menyalahkan, tapi justru membentuk komunikasi untuk menyelesaikan masalah.
Tenangkan emosi dulu dan sadari apa yang kita rasakan. Seringkali emosi membuat kita mengeluarkan kata-kata yang nggak enak dan akan kita sesali nanti. Tarik napas, tenangkan diri, meditasi, jalan kaki keliling komplek. Ketika kita lebih tenang, kita bisa melihat dari perspektif yang berbeda dan komunikasi dengan lebih efektif. Pahami emosi kita. Apakah kita marah karena merasa diabaikan, tidak dilibatkan, sedih, atau emosi lainnya. Dengan memahami emosi kita, kita bisa mengkomunikasikannya dengan lebih baik.
Adakah kesulitan yang selama ini ia rasakan, tapi tidak memberitahukan kepada kita? Apakah selama ini komunikasi kita dan suami sangat buruk, sehingga suami merasa harus diam-diam melakukannya tanpa memberitahukannya pada kita? Apakah kita ikut andil menjadi penyebab suami merasa harus berhutang? Dengan kita melihat perspektif dari suami, kita akan lebih memahami situasi seluruhnya. Bagaimanapun kita ini istrinya. Miliki rasa welas asih dan empati. Pahami jika suami mungkin juga merasa terdesak, kesulitan, dan mungkin tujuannya ingin membahagiakan dan memenuhi kebutuhan keluarga.
Baca juga: 5 Sumber Penghasilan Baru Setelah Kehilangan Gaji Tetap
Prinsip dari Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, ini berlaku juga untuk hutang yang timbul selama perkawinan, demikian Sari Sri Lestari, SH menjelaskan. Hal di atas bisa dikecualikan apabila ada perjanjian pranikah sebelum perkawinan dilaksanakan. Jadi mommies, dapat diasumsikan kalau pinjaman yang diperoleh tersebut adalah “harta”. Jangan salah, harta di sini bukan hanya rumah atau mobil, harta bisa berupa penghasilan atau warisan, atau wakaf, atau hadiah, atau pinjaman dana yang diterima/diperoleh oleh suami atau istri selama perkawinan masih berlangsung. Kesimpulannya, ‘hutang pinjol’ tadi adalah ‘harta’ bersama. Hal ini kemudian menjadi wajar, ketika Naomi menyarankan istri ikut membantu melunasi hutang tersebut. Apalagi jika memang tujuan suami tadinya baik. Dukung suami untuk sama-sama mencari jalan keluar. Apalagi kalau sebenarnya istri juga mampu dan memiliki dana lebih.
Jika memikirkan rasa malu, percayalah, nggak akan ada habisnya. Jadi fokus hanya pada bagaimana kita membayar hutang. Harus diingat, bahwa kedamaian keluarga adalah yang paling utama. Apalagi kalau ada anak-anak, ya. Fokus juga pada dukungan orang-orang yang mau membantu atau mendengarkan kita ketika sedang ada masalah. Banyak orang yang mencibir, mengejek, atau merendahkan, ya, biarkan saja. Akan selalu ada orang-orang yang seperti itu. Pesan Naomi, selalu perhatikan untuk merawat diri dan kesehatan mental. Kalau sampai emosi negatif terus muncul, rasa lelah, malu, stress, frustasi, sudah sangat mengganggu, cari pertolongan ke psikolog atau psikiater. Mommies butuh untuk fokus pada kesehatan mental dulu.
Bagaimanapun di balik sebuah kejadian, mau kejadian sedih, situasi yang bikin hati marah, atau putus asa, selalu ada sisi baiknya. Hal positif yang bisa dipelajari dari masalah ini adalah, mommies dan pasangan bisa belajar membangun komunikasi efektif, mengubah gaya hidup, memperbaiki pengaturan finansial keluarga, dan merencanakan ke depannya mau seperti apa. Jadi kita bisa tahu kekurangan kita sebagai pasangan apa sebelumnya yang mengakibatkan munculnya hutang pinjol. Mommies dan pasangan jadi tahu bagaimana memperbaikinya bersama-sama agar hal serupa tak terulang kembali.
Baca juga: Tujuan Finansial Di Setiap Dekade Kehidupan yang Wajib Direncanakan
Apakah kemudian istri harus meneruskan membayar hutang pinjol tersebut? Menurut Sari, ada 2 jenis hutang dalam perkawinan. Hutang pribadi dan hutang bersama. Untuk hutang pribadi yang dituntut untuk membayar adalah suami atau istri yang membuat hutang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama (apabila ada proses penyitaan) adalah benda - benda pribadi dari suami atau istri yang membuat hutang.
Nah, kalau tidak terdapat benda pribadi atau ada tetapi nggak cukup untuk pelunasan hutang, maka dapatlah kemudian harta bersama disita juga. Hanya saja jika suami yang membuat utang, benda pribadi istri tidak dapat disita, dan begitu pula sebaliknya. Yang perlu diperhatikan bahwa utang pribadi yang bisa dimintai pelunasannya dari harta bersama adalah utang pribadi yang berasal dari perjanjian utang piutang dengan persetujuan pasangan. Hal ini adalah konsekuensi yang logis dari prinsip dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang menyatakan bahwa mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak hanya atas persetujuan kedua belah pihak (jadi kalau utang pribadi suami itu diperoleh tanpa persetujuan istri, maka harta bersama yang diperoleh selama perkawinan tidak dapat dijadikan obyek pelunasan hutang pribadi suami).
Bagaimana jika kemudian suami meninggal dunia? Jelas Sari, maka status utang tersebut juga ikut diwariskan kepada para ahli warisnya. Ini merujuk pada ketentuan waris dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, berdasarkan ketentuan Pasal 1100 KUH Perdata, para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah, wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu. Sehingga jelas, dengan meninggalnya si suami, ahli waris dari harta peninggalan suami bertanggung jawab untuk melunasi utang yang ditinggalkan si suami.
Jadi mommies, ketika suami terlilit hutang pinjol, merasa marah dan dikhianati sangat wajar, tapi, jangan mengambil keputusan berdasarkan emosi saja. Ambillah keputusan ketika emosi sudah netral. Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Introspeksi diri juga, ketika suami memutuskan untuk berhutang pada aplikasi pinjol, adakah peran kita di situ?