“Tiada hari tanpa belajar. Bahkan me time bagi saya juga harus diselipkan dengan belajar”, begitu prinsip Pritta Tyas. Pada tahun 2016, Pritta menekuni pembelajaran tentang Metode Montessori dan akhirnya mendirikan Sekolah Bumi Nusantara Montessori di tahun 2019. Berikut hasil wawancara saya dengan psikolog yang sejak tahun 2015 lebih fokus memberikan konseling individual baik pada klien anak, remaja, dan orang dewasa ini.
Awal memiliki anak pertama, sejak dia usia 8 bulan saya mencoba menerapkan metode ini. Ternyata sangat membantu dia dalam belajar. Anak saya terlihat jadi lebih semangat dan ketagihan belajar. Ternyata metode montessori membuat belajar terasa lebih menyenangkan baginya. Dari sinilah kemudian saya jadi tertarik membuat sekolah montessori, supaya anak-anak lain juga bisa ikut merasakan manfaatnya.
Yup, tentu saja ada ya. Justru ini menjadi tantangan tersendiri buat saya karena saya nggak mau para guru di sekolah menjadi ‘dirumahkan’ akibat keterbatasan seperti saat ini. Jadi, metode belajarnya saya ubah menjadi online (daring). Metode belajar saya bagi menjadi dua cara, yang pertama meminjamkan alat montessori kepada anak-anak. Jadi mereka tetap bisa belajar di rumah bersama kami, melalui kelas online dengan alat-alat yang dipinjamkan tersebut.
Kedua, membuat program paket belajar untuk anak-anak di seluruh Indonesia yang tidak bisa ikut kelas kami karena terbatas jarak. Di dalam paketnya berisi video-video pelajaran montessori, story telling serta alat-alat yang bisa digunakan untuk belajar. Kami juga tetap mengadakan kelas online melalui Zoom Class pada anak-anak lepasan yang ikut program ini, di luar dari siswa internal kami. Bulan Mei nanti kami juga akan launching web based learning, goodenoughparents.id yang berisi workshop parenting dan montessori.
Metode montessori ini luas perkembangannya. Penting bagi orang tua untuk tahu filosofinya terlebih dahulu. Sebab, montessori nggak hanya fokus pada permainan sensori. Jadi sejatinya, metode ini bisa dilakukan bahkan pada usia bayi sekalipun. Kegiatannya beragam, mulai dari baby gym, tummy time dan lain sebagainya. Untuk pelajaran yang menggunakan alat montessori kebanyakan start di usia 2,5 tahun.
Pertama; follow the child, saya punya dua anak yang pertama Wikan (5th) dan Kama (2,5th). Dua-duanya punya minat yang berbeda dalam belajar montessori. Contoh, Kama lebih suka keterampilan tangan, saya terapkan dan saya fasilitasi apa yang dia tertarik. Jadi kemampuan dia dalam hal tersebut meningkat tajam. Tapi, mainan lain tetap saya siapkan, jaga-jaga kalau dia bosan. Kedua; prepare environment, siapkan lingkungannya biar dia bisa cari sendiri mainan favoritnya. Usahakan mainan lain tetap terlihat di depan matanya. Supaya mudah juga jika dia mau ambil sendiri. Ketiga; teach by teaching not by correcting. Misalnya jika anak salah menebak angka atau jenis mainan, saya tidak langsung mengatakan bahwa dia salah. Biasanya saya diamkan dulu, untuk kemudian saya catat dalam buku catatan observasi. Besoknya saya berikan pengenalan lagi, lalu saya berikan contoh penekanan. Misal, ini angka delapan yang melingkar seperti ular. Kalau ini angka nol yang bulat seperti donat. Dengan cara ini anak jadi lebih bisa merekam dan mengingat apa yang sedang dia pelajari. Keempat; freedom with limitation. Membiarkan anak berexplorasi dengan imajinasinya, asalkan tetap dalam pengawasan dan tidak membahayakan lingkungan sekitar.
Baca juga: Kenali Perbedaan Dokter Gigi dan Ortodonti
Kami sekeluarga biasa melakukan family meeting setiap pagi. Jadi kami membuat routine chart tentang kegiatan yang hendak dilakukan hari ini. Misalnya, kami orang tua kegiatan pagi mau ngapain aja, cek kerjaan atau mulai meeting dengan client jam berapa sampai jam berapa. Routine chart dibuat bareng-bareng, nanti anak-anak bisa milih mau main apa saja di jam berapa saja. Asal tidak mengganggu jam-jam mama dan papanya untuk bekerja.Saya dan suami juga membuat block time dalam routine chart anak-anak. Jadi anak-anak tau kapan jam berapa mereka akan ditemani dengan mamanya, jam berapa mereka akan ditemani papanya dan jam berapa mereka akan ditemani pengasuh. Karena bekerja sambil menemani anak main, rasanya kok sulit ya. Bikin kita jadi nggak fokus kerja juga. Makanya lebih baik saya manage seperti itu dan so far berhasil, anak-anak mengerti sekali.
Jelas pernah! Kalau dalam psikologi namanya Parental Burn Out. Kalau saya waktu itu rasanya seperti kehilangan minat main dengan anak, rasanya capek dan malas. Kadang bisa nangis tiba-tiba, mood swing, gampang marah dan berujung jadi nggak produktif seharian. Itu nggak enak banget sih rasanya. Kalau udah begitu, biasanya saya melakukan journaling. Saya bertanya pada diri sendiri, maunya apa? Apa yang dicemaskan, apa yang ditakutkan? Kemudian saya tulis dan uraikan dalam buku jurnal saya. Setelahnya saya lakukan self compassion, dengan merasa kasihan pada diri sendiri, membongkar diri maunya diperlakukan seperti apa. Bagi saya ini lebih dari me time. Tentunya cara tiap orang berbeda ya, tapi inilah yang saya lakukan terhadap diri sendiri.
Me time bagi saya seperti cara untuk memberi asupan spirit ke diri sendiri. Pertama, biasanya paling senang dikasih waktu belajar hal baru. Disitu saya merasa punya waktu sendiri tapi tetep belajar suatu yang baru. Alih-alih nggak mau rugi, saya tetap mau me time tapi setelahnya juga tetap ingin dapat pelajaran. Jadi me timenya juga nggak sia-sia.
Pertama, saya bersyukur karena diberikan kesempatan. Jadi ibu, kesempatan belajar, kesempatan untuk bertemu partner bekerja dan lainnya. Kedua, saya bersyukur atas sifat dalam diri yang Tuhan berikan untuk saya. Ambisius, gigih, konsisten, berani menerima tantangan bagi saya hal tersebut merupakan modal dasar yang patut disyukuri. Ketiga, bersyukur atas keluarga yang saya miliki. Tanpa mereka saya nggak akan ada di titik ini. Terutama atas support suami yang selalu yakin atas kemampuan saya, serta support anak-anak yang menjadi ladang tempat saya belajar tentang montessori.
Pertama, terapkan family meeting. Agar anak terbiasa dengan rutinitasnya dan rutinitas orang tuanya setiap hari. Mungkin anak sesekali tetap mengganggu orang tuanya bekerja, tapi kita jadi lebih gampang untuk mengingatkan. Kedua, buat wheel of choices. Tanya anak tentang aktivitas apa saja yang bisa mereka pilih saat ibunya sedang bekerja. Walau di awal hal ini tidak akan semulus yang dibayangkan, namun dengan dibiasakan seperti ini anak-anak jadi jauh lebih mengerti. Ketiga, konsisten. Ajarkan konsisten pada rutinitas anak dan orang tua agar mereka bisa belajar mengenai pola. Misalnya, di tengah meeting anak tiba-tiba nangis sebaiknya jangan langsung luluh dan mengajak anak masuk ke ruang bekerja. Hal tersebut akan membuat anak bingung dan justru menjadi senjata bagi mereka untuk merengek tiap kali butuh ibunya di jam bekerja. Keempat, support system berperan penting. Bekali pengasuh atau siapapun yang menemani anak dengan kegiatan yang disukai anak, agar mereka tidak cepat bosan.
Ditulis oleh Aprilia Ramdhani
Baca juga: Samuel Ray: Perannya Antara Ayah, HR Manager, dan Content Creator