Shock sudah pasti, tapi kalau sudah terjadi anak hamil di luar nikah, apa langkah bijak yang harus diambil oleh kita sebagai orang tua?
Sudah pernah nonton film Dua Garis Biru? Iya, film tentang anak hamil di luar nikah, tepatnya remaja SMA. Peristiwa yang dari jaman dulu dianggap sangat tabu. Tapi, meski katanya tabu, ini peristiwa yang nggak jarang terjadi di sekitar kita. Nggak pandang kota kecil atau kota besar, juga nggak pandang apakah pergaulan si anak bebas atau justru tampak sangat wajar.
Saking dianggap tabunya, kemudian peristiwa seperti ini acap ditutup-tutupi karena dinilai sebagai aib keluarga. Ngerti banget sih, sebagai orang tua pastilah ada rasa malu, marah, kecewa, bahkan merasa gagal, belum lagi harus menghadapi cibiran dari masyarakat atau keluarga. Akhirnya, nggak jarang orang tua tidak melakukan diskusi terbuka mengenai hal ini, sehingga tidak ada learning yang bisa dipetik lebih lanjut.
Saya yakin banget, perkara anak hamil di luar nikah, apalagi di usia yang sangat belia seperti SMA, bukan hal yang diharapkan orang tua manapun, termasuk saya! Tapi sebagai orang tua, apa yang bisa kita lakukan agar hal ini tidak terjadi? Atau, katakanlah sudah terlanjur terjadi, bagaimana orang tua harus bersikap dan langkah solutif apa yang harus diambil?
Sebetulnya, tidak ada rumus pasti bagaimana harus menyikapi peristiwa anak hamil di luar nikah ini. Semua tergantung dari nilai-nilai yang dianut setiap keluarga. Untuk mendapat gambaran dan pencerahan bagi para orang tua mengenai hal ini, maka saya bertanya kepada Psikolog Anak dan Remaja, Mbak Firesta Farizal, M.Psi, Psikolog, bagaimana sebaiknya orang tua harus bersikap jika menghadapi hal seperti ini.
1. Apa saja yang bisa menjadi penyebab seorang anak nekat atau tergiur untuk melakukan hubungan seksual pranikah?
Faktornya sangat beragam. Seperti kita ketahui, memasuki di masa remaja, anak-anak sudah mulai tertarik dengan lawan jenis. Dalam diri mereka sudah tumbuh dorongan dan kebutuhan untuk eksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang terkait dengan seksualitas. Penyebabnya bisa multifaktor, tapi bila dibuat simpel, ada tiga hal yang menjadi penyebabnya.
2. Apakah bisa dikatakan ada unsur/andil kelalaian orang tua dalam hal ini?
Mungkin saja, tapi ini bukan untuk menghakimi orang tua, ya! Anak remaja belum betul-betul bisa memikirkan segala sesuatu dalam jangka panjang. Masih impulsif, masih dalam tahap berusaha mengontrol dan meregulasi dirinya. Tentunya pada masa ini, mereka masih perlu sekali pendampingan orang tua. Namun, ada pula kasus di mana orang tua sudah sangat dekat dan percaya sekali dengan anak, malah terjadi. Biasanya ini semacam “kecolongan” atau ada hal yang luput dari perhatian orang tua.
3. Apakah pendidikan seks sejak dini dapat membantu mencegah hubungan seks pranikah pada anak?
Pastinya! Tujuan utama pendidikan seks sejak dini yaitu agar anak bisa menghargai diri dan tubuhnya, serta menghargai diri dan tubuh orang lain. Ketika anak menghargai dirinya, maka ia akan menjaga dirinya dan punya kuasa atas tubuhnya. Sehingga dia bisa secara sadar mengerti untuk kapan bilang iya dan tidak menyangkut segala sesuatu tentang tubuhnya.
4. Jika sudah terlanjur dan anak sudah hamil di luar nikah, apa yang harus dilakukan orang tua?
Ini pasti berat untuk orang tua, dan berat juga untuk anak. Orang tua diharapkan untuk bisa bersikap tenang, atau menenangkan diri dahulu, baru kemudian diskusi dengan anak apa yang perlu dilakukan. Namun, prinsip utamanya yaitu orangtua diharapkan tidak menambah masalah baru, atau tidak merugikan atau membahayakan pihak manapun. Contohnya, jangan terpikir melakukan aborsi, karena itu melanggar hak asasi manusia dan membahayakan si anak (calon ibu sang bayi) juga.
5. Apakah menikahkan anak solusi yang tepat bagi anak?
Pilihan menikah dikembalikan lagi ke keluarga dan sangat terkait dengan nilai-nilai keluarga yang dianut. Namun sebelum diputuskan, tanyakan pada anak, apa yang ingin dia lakukan saat ini, apa yang masih ingin dia capai. Sebagai orang tua kita perlu mendukung keputusan anak. Dalam posisi seperti ini orang tua ditutut untuk menjadi problem solver. Diskusikan segala pilihan beserta konsekuensinya agar bisa memilih yang paling bisa dijalankan.
Sebaiknya anak tetap diberikan kesempatan untuk bisa melanjutkan kehidupan dan cita-citanya, yaitu sekolah, kuliah, meniti karir dan seterusnya. Mengingat usia remaja bukanlah usia yang siap secara fisik dan mental untuk menjadi orang tua.
Baca juga:
Saat Anak Menunjukkan Tanda Perilaku Tak Sesuai Gender, Ini yang Wajib Dilakukan Orang tua
Pelecehan Seksual Anak oleh Pemuka Agama, Bagaimana Orang Tua Harus Bersikap?