Kata mereka yang berada di usia 30 hingga 40 tahun, sepuluh hal berikut ini menjadi hal yang paling ditakutkan, benarkah? Bagaimana dengan Anda?
Dalam lintasan pertemanan, pasti Anda semua pernah menjadi tempat curhat teman dengan segala kegalauannya. Beberapa waktu lalu, seorang teman mengirim chat WA pada pukul 03.30 dini hari, mengungkapkan ketakutannya tertular Covid-19 dan kebimbangan untuk divaksin. Ya, pandemi ini semakin memicu berbagai drama pikiran bernama ketakutan, kecemasan, dan kegalauan.
Terlepas dari situasi pandemi, setiap orang punya keresahannya masing-masing. Namun, secara umum, menginjak usia 30, yang disebut sebagai masa-masa krisis paruh baya (midlife crisis) sudah dimulai. Banyaknya tekanan pekerjaan, stres, masalah dalam percintaan, puncaknya terjadi di usia-usia tersebut. Menginjak usia 40, masalahnya kurang lebih masih sama, plus dimulainya krisis eksistensial.
Apa sajakah kegalauannya? Simak penuturan beberapa orang ini:
Takut ketinggalan
Saya suka berteman, dengan siapa saja. Teman saya banyak, dan berasal dari berbagai disiplin. Kalau sedang melihat-lihat post atau stories media sosial mereka, efeknya bikin saya galau. Hidupnya indah-indah semua. Ada yang liburan melulu, anaknya menang olimpiade, mesra banget dengan suaminya, pindah ke Bali, dan lainnya. Sedangkan saya? Masih harus menjadi ‘sekrup kantor’ berjuang di level bawah. (Jihan, 33)
Baca juga: Toxic Feminity, Sisi Buruk Feminin yang Tak Disadari
Tidak punya waktu untuk keluarga
Tekanan dan beban kerja yang sedang tinggi-tingginya membuat saya tidak punya waktu untuk keluarga. Padahal, dua anak saya usia 6 dan 2 tahun, sama-sama lagi butuh perhatian penuh dari saya. Selama ini saya sangat mengandalkan ART dan babysitter untuk membantu mengurus segala keperluan anak. Entah apa yang terjadi kalau sampai mereka keluar atau memilih pindah ke tempat lain. Di sisi lain, hubungan saya dengan suami juga semakin merenggang karena suami juga sibuk bekerja dan sering ke luar kota. Setiap kali ada waktu bersama, kami sama-sama sedang kelelahan sehingga tidak ada waktu untuk ngobrol, boro-boro bermesraan. (Lisa Hartono, 33)
Tidak punya tabungan
Hidup hanya dari gaji ke gaji. Cicilan rumah dan mobil setiap bulan bikin ngos-ngosan bayarnya, tak cukup buat dana menabung. Sementara, masih harus memikirkan uang sekolah anak, dana darurat untuk orang tua, sedangkan penghasilan segitu-segitu saja. (Andi Simanjuntak, 36)
Takut menjomblo terus
Sebagai perempuan, saya merasa dikejar deadline, jika usia sudah menginjak 35 dan belum juga menikah. Sebab, ada faktor ‘deadline’ usia tubuh perempuan untuk hamil dan melahirkan. Satu per satu teman saya mulai menarik diri dan susah diajak hang out karena mereka sibuk dengan bayi atau antar sekolah anak, sedangkan saya, menikah saja belum. (Madeline, 35)
Seluruh mimpi menguap
Sejak dulu, saya punya target, usia 35 kuliah ke luar negeri, punya bisnis sendiri atau jadi manajer, menulis buku, banyak traveling, punya rumah sendiri, dan sebagainya. Namun, sekarang usia saya 39 tahun, tak satupun bayangan dulu yang terwujud. Saya merasa gagal di semua lini kehidupan dan sekarang berakhir jadi ibu rumah tangga. (Nikki Astari, 39)
Baca juga: Cara Berdamai dengan Inner Child
Takut cerai
Mendengar cerita-cerita teman dekat saya tentang suami selingkuh, suami KDRT, suami punya ‘simpanan’, rasanya itu tidak akan terjadi pada saya. Tetapi, jika di film Barat, ada juga yang menggambarkan hidupnya baik-baik saja, tapi kemudian salah satu pihak menggugat cerai dan akhirnya muncul kejutan-kejutan tak terduga tentang borok rumah tangga mereka. Saya tidak ingin itu menimpa saya. Saya tidak mau menghadapi kejutan-kejutan seperti itu.
Takut meninggal dunia mendadak
Di masa pandemi ini, kabar duka terus berdatangan. Ada seorang teman yang usianya baru awal 30-an, tubuhnya sehat, atletis, tahu-tahu positif Covid-19 dan 3 hari kemudian meninggal dunia karena jantungnya berhenti. (Aprilia, 38)
Tak muda lagi
Minggu depan saya berulang tahun ke-41, saya sempat mengalami serangan panik saat berkaca karena uban semakin memenuhi rambut di kepala, kumis, dan janggut saya. Sekarang saya bukan lagi anak muda 20-an-30-an. Saya sudah om-om, bapak-bapak tepatnya. Padahal, jiwa saya masih merasa muda. (Bonnie Wijaya, 40)
Takut hamil
Setiap bulan, saya harus deg-degan takut telat menstruasi. Bukan karena saya tidak menginginkan anak, tapi karena usia saya sudah 42 tahun. Kalau di usia sekarang saya hamil, berarti saya akan melahirkan di usia 43? Oh, tidak. Rasanya sudah terlalu tua untuk proses melahirkan. (Katrina, 42)