Walau menuai pro dan kontra, Presiden Jokowi resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Kebiri untuk pelaku pelecehan dan kekerasan seksual pada anak. Apa itu kebiri kimia?
Masih jelas, ya, di ingatan bagaimana seorang anak remaja korban perkosaan, ketika dititipkan pada Rumah Aman Lampung Timur malah kembali diperkosa oleh kepala P2TP2A. Sumpah, deh, bejat banget. Jika dipikir-pikir, tingkat kekerasan seksual pada anak di Indonesia sungguhlah sangat mengkhawatirkan. Karena itulah ketika MA di Mojokerto kedapatan memperkosa 9 anak, kebiri kimia kemudian diberikan sebagai tambahan hukuman di samping 12 tahun penjara.
Pada kenyataannya, hukuman kebiri kimia ini berlaku pada pelaku kekerasan seksual tertentu, yaitu:
Yang menjadi catatan adalah bahwa tindak kebiri kimia ini tidak diberlakukan secara permanen, tapi dilakukan paling lama 2 tahun.
Baca juga: Dengarkan Cerita Mereka, Para Laki-Laki Korban Kekerasan Seksual
Untuk pelaku pelecehan dan kekerasan seksual pada anak, selain dikebiri kimia akan dipasang alat pendeteksi elektronik berupa gelang agar dapat dilacak keberadaannya serta dipantau aktivitasnya. Layaknya kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi ini hanya akan di-activate selama paling lama 2 tahun.
Selain itu, pemerintah akan melakukan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, agar masyarakat bisa lebih waspada. Tata cara pengumuman ini diatur dalam Pasal 21 hingga 22. Yang pasti pengumuman identitas pelaku ini akan dilaksanakan oleh jaksa paling lama 7 hari kerja setelah pelaku selesai menjalani pidana pokok. Pengumuman ini juga akan dilakukan selama 1 bulan kalender melalui papan pengumuman, laman resmi kejaksaan, bekerjasama dengan media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial yang akan diselenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, perlindungan anak, termasuk pemerintah daerah. Namun begitu, pelaku kekerasan seksual yang masih di bawah umur, alias sama-sama masih anak-anak, tidak dapat dikenai hukuman kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Sedangkan dilansir dari Detik.Com, Komnas Perempuan menentang kebijakan ini karena beberapa alasan:
Pertama, tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna, serta menyelesaikan konflik. Pengebirian tidak akan mencapai tujuan tersebut karena kekerasan seksual terhadap anak terjadi karena relasi kuasa yang tidak setara baik karena usianya atau cara pandang pelaku terhadap korban.
Alasan kedua, kekerasan seksual terjadi bukan semata karena libido atau untuk kepuasan seksual. Tetapi, terjadi karena sebagai bentuk penaklukan, ekspresi inferioritas maupun menunjukkan kekuasaan maskulin, kemarahan atau pelampiasan dendam. Jadi mengontrol hormon seksual tidaklah menyelesaikan kekerasan seksual.