Pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa pun dan di mana saja, apa yang harus kita lakukan jika menjadi korban pelecehan seksual?
Bicara tentang pelecehan seksual, saya jadi teringat pengalaman pahit waktu SMA dulu. Ketika lewat kerumunan remaja laki-laki, mereka menegur dan melontarkan pertanyaan, seputar vagina saya. Waktu itu, saya ingat betul, belum terlalu larut - habis isya. Pakaian saya juga normal dan sopan. Tujuan saya dari tempat tinggal saya ke rumah abang yang bisa ditempuh berjalan kaki kurang dari 10 menit. Ketika sampai di rumahnya, saya langsung menceritakan kronologis kejadian. Dan malam itu juga abang saya menyambangi para remaja tersebut yang memberikan teguran keras.
Kasus pelecehan seksual yang saya alami di atas, sebetulnya termasuk dalam perbuatan cabul. Nah, istilah ini menurut Viny Mestika Angelua, S.H pengacara dari AM & Co Law Office, tertera dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, Pasal 289 s/d Pasal 296 KUHP. “Perbuatan cabul itu sendiri merupakan perbuatan yang melanggar nilai kesusilaan dan kesopanan, dimana adanya permintaan atau paksaan dari pelaku, yang mengakibatkan korban dipermalukan, tersinggung, dan terancam.”
Dan persis! efek psikologis yang saya rasakan waktu itu merasa sangat direndahan sebagai perempuan, merasa keselamatan saya bisa terancam. Karena yang saya perhatikan, di samping remaja-remaja tadi ada botol minuman keras berserakan.
Baca juga: Anak Korban Pelecehan Seksual, Lima Kali Lebih Rentan Kembali Menjadi Korban
Viny melanjutkan keterangannya, bahwa secara garis besar tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual terdiri verbal dan non verbal. “Pelecehan secara verbal tidak saja disampaikan secara langsung namun juga bisa disampaikan melalui SMS atau email baik tulisan maupun gambar. Sedangkan pelecahan non verbal dapat dilakukan dalam banyak hal, seperti menyentuh, mencium, menepuk, mencium, dan sampai kekerasan fisik seperti perkosaan. Bahkan melirik dan memandang bagian tubuh seseorang, isyarat, maupun psikologis dan emosional merupakan sikap seksual yang merendahkan.”
Baca juga: Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual di Sekitar Kita
Sebelum spesifik mengambil tindakan hukum, Viny mengingatkan kepada korban atau kerabat korban yang mengetahui kejadian. Sebaiknya menghubungi orang yang bisa dipercaya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Bisa sahabat, atau keluarga. Setelah itu, ikuti langkah-langkah berikut ini:
Datangi Polres atau Polda setempat, sebaiknya membawa pedamping yang sudah terlebih dahulu mendengar kronologis kejadian. Atau akan lebih baik jika ada saksi. Viny juga menggaris bawahi, jika pelecehan seksual berupa fisik, korban disarankan tidak menunda melapor pada yang berwenang. Karena hal ini erat kaitannya dengan proses visum. Yang akan memberatkan pelaku, sekaligus sebagai barang bukti. Jika pelecehan verbal yang terjadi di dunia maya, pastikan mommies sudah melakukan screenshot, dan simpan di tempat yang paling aman. Atau dilengkapi dengan membawa hard copy-nya.
Tahap ini membutuhkan kesabaran yang lumayan ekstra. Jika semua berkas perkara sudah memenuhi syarat dan alat bukti sudah cukup. Perkara bisa dilanjutkan ke persidangan oleh jaksa. Biasanya akan memakan waktu, 2-3 bulan untuk tahap sidang pertama. Tergantung dari antrean sidang di pengadilan setempat.
Dua tahapan di atas bisa mommies jalankan tanpa pendampingan dari pengacara. “Kecuali, si pelaku merupakan seseorang cukup berpengaruh dan berpotensi mengaburkan fakta hukum, sebaiknya cari pengacara atau bantuan hukum dari Komnas Perempuan atau LBH agar dapat didampingi dan dipantau perkembangan perkaranya,” Viny memberikan keterangannya lebih lanjut.
Tak hanya itu, Viny bilang bantuan dari dua lembaga tadi bisa mommies minta jika dirasa dalam prosesnya merasakan penanganan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Langkah ini menurut Viny juga penting dilakukan oleh keluarga korban. Cari bantuan berupa konsultasi kepada psikolog atau pemuka agama sesuai kepercayaan masing-masing untuk menguatkan psikis korban.
Sanksi pidana yang dapat menjerat para pelaku pelecehan seksual yang menimbulkan kekerasan fisik seperti perkosaan dapat dijerat dengan Pasal 289 s/d Pasal 296 KUHP, dengan hukuman penjara mulai dari 5 tahun sampai dengan 15 tahun penjara.
Bagaimana dengan sanksi pidana secara verbal di depan umum, hal ini memang menjadi pro kontra Pasal mana yang dapat digunakan terhadap pelaku, ada yang berpendapat menggunakan Pasal 281 KUHP, dan ada juga yang berpendapat hanya menggunakan Pasal 351 KUHP (penghinaan ringan).
Pasal 281 KUHP:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Pasal 315 KUHP:
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pelecehan seksual secara verbal yang dilakukan di media sosial tidak hanya dalam bentuk ucapan saja, melainkan dalam mengirimkan gambar seksual, maupun ajakan untuk kegiatan seksual, istilah ini disebut dengan cyber sexual harassment. Pasal 27 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016, dengan ancaman pidana: penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pelaku juga bisa dijerat dengan UU Pornografi Nomor 44 tahun 2008 apabila ia menyebarkan gambar atau video kepada korban, dan pelaku dapat dijerat Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 UU Pornografi. Dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Jika posisi mommies adalah seseorang yang dipercaya untuk mendampingi korban, bisa ikuti langkah-langkah hukum di atas, ya. Untuk mommies yang ada di posisi korban, kami berdoa proses hukum bisa berjalan adil. Sanksi hukum kepada pelaku benar-benar ditegakkan.