banner-detik
ACTIVITY & DESTINATION

Pesan Untuk Anakku yang Punya Cita-cita Menjadi Gamer

author

Ficky Yusrini15 Oct 2020

Pesan Untuk Anakku yang Punya Cita-cita Menjadi Gamer

“Bu, Saya Mau Jadi Gamer!” Gubrakkk! Ini kalimat kamu ke ibu ….. maka sekarang boleh ya ibu memberikan pesan-pesan untuk kamu, nak, yang punya cita-cita menjadi gamer.

Jujur, waktu anak saya pernah mengemukakan tentang cita-cita menjadi gamer, rasanya saya shock. Bagaimana tidak, dari kecil, dia terlihat cukup ‘intelek’. Di usia 2 tahun, cita-citanya adalah menjadi paleontolog yang hapal nama-nama dinosaurus. Beranjak besar, ganti sejarawan. Doyan banget melahap buku sejarah. Berubah lagi, jadi fotografer, jurnalis, eh, lalu berubah jadi gamer. Walau kaget, saya berusaha se-cool mungkin di hadapannya. “Ooh, gitu!” Lalu, ketika di hadapan kelompok teman-temannya yang pelahap buku, dia bilang begitu, rasanya dia tampak sangat ‘bad boy’.

Saya melihat, masih ada anggapan para orangtua bahwa cita-cita menjadi gamer adalah profesi yang tidak jelas. Bisa-bisa, anak duduk terus sepanjang hari. Nggak makan, nggak mandi. Mau jadi apa, deh! Buruk, karena membuat dirinya dan orang lain kecanduan gadget, wkwkwk.

Kalau soal finansial, sekarang game sudah menjadi salah satu industri yang paling menguntungkan. Di streaming Twitch, jika kita memiliki 500+ subscriber, kita bisa mendapat pemasukan 2000-3000 dolar AS sebulan. Belum lagi, dari biaya berlangganan Twitch, separuhnya masuk ke rekening kita.

Gampangnya, kenalan deh sama Pewdiepie. Seleb bukan, tapi subscriber Youtube-nya mencapai 107 juta. Lebih seleb dari Justin Timberlake yang subscriber-nya (cuma) 8 juta! Konon, pendapatan Pewdiepie dari main game mencapai 40 juta dollar (setara Rp589 miliar). Entah apa jadinya Youtube tanpa gaming.

Lalu, ada nama-nama gamer top lain seperti VEGETTA777, Fernanfloo, JuegaGerman, VanossGaming, Markiplier, jacksepticeye, DanTDM, 5up SovietWumble, dan sebagainya. Ssst, anak pasti tahu, deh! Mereka ini -para gamer yang saya mana tahu- bukan anak-anak, tapi professional gamer yang mayoritas fansnya anak-anak.

Nggak heran, banyak anak menjadikan gamer sebagai profesi impian. Easy money, easy cash, dan popularitas dalam genggaman. Sambil main, seru-seruan, tahu-tahu dapat 500 K views. Boom! Langsung tajir. Just like that!

Benar, kah?

Sangat kompetitif. Yakin, kuat?

Jangan hanya lihat enaknya saja, tapi lihat juga kerja keras mereka seperti apa. Saya yakin semua pekerjaan dan kesuksesan pasti memerlukan proses yang sangat panjang dan usaha yang tidak gampang. Termasuk game. Untuk bisa sukses, dia harus menjadi yang tertinggi rankingnya dalam sebuah game yang ia mainkan. Misal, CS:GO (Counter Strike Global Offensive). Untuk mengikuti turnamen, ia harus menduduki ranking Supreme Master atau Global Elite. Dia harus juga menduduki Top 500 player. Game itu butuh skill tertentu yang harus dikuasai, bukan sekadar permainan melepas penat. Setiap game pasti butuh kerja keras, baik itu untuk mengalahkan musuh, menyusun strategi, membangun sesuatu, dan sebagainya.

Cita-cita Menjadi Gamer: Ekspektasi jangan langsung tinggi

Ya kali, semua orang di dunia ini juga maunya kerja gampang dan banyak uang. Tapi tidak semua bisa mendapatkannya. Kalau mau buat hidup, waktu dan usaha yang perlu didedikasikan juga banyak. Intinya, harus serius. Rajin upload konten, buat jadwal dan patuhi. Game -walaupun kelihatannya permainan orang malas- bukan buat kerjaan malas-malasan. Kerja keras dulu, mau jalani proses, baru bisa mengharapkan hasilnya. Anak perlu digembleng untuk bersabar pada proses dan kuat menghadapi segala tantangan. Termasuk kritikan dan komen pedas.

Baca juga: Ajarkan Anak Berbagai Keterampilan Hidup Lewat Beberapa Situs Ini!

Jadilah pribadi yang berkarakter

Sebagai industri entertainment, video anak akan menarik ditonton bukan hanya karena permainan tapi juga karena kepribadian yang menarik. Maksudnya, suara yang ditampilkan, apa yang bisa membuatnya tertawa, komentar-komentarnya, kepribadian dirinya itu pasti akan muncul dalam permainan. Begitu juga, pilihan-pilihan game-nya. Tidak sekadar ikut tren, tapi juga bisa jadi trendsetter. Di luar game, asah selalu karakter dalam kehidupan nyata. Karakter ini akan terbawa juga dalam pilihan konten yang dibuat, sehingga tidak terkesan asal-asalan atau alay.

Cita-cita Menjadi Gamer: Jangan jadikan satu-satunya karier

Miliki talenta lain yang bisa dijadikan pekerjaan. Bisa juga, gaming di weekend, berkarier lain di weekdays. Dalam dunia yang sulit diprediksi, selalu siapkan rencana cadangan. Bisa saja, profesi yang erat kaitannya dengan gaming, seperti komunikasi, grafis, video editor, dan sebagainya. Lalu, sebagaimana sebuah pekerjaan, selesaikan dalam durasi yang ditentukan. Sisanya, lakukan aktivitas seperti manusia normal. Makan, olahraga, jalan-jalan, main ke alam, hang out dengan teman, ikut rapat RT, dan sebagainya. Nikmati hidup sebagai manusia, yang berbudaya.

Baca juga: Rekomendasi Film Anak-anak di Netflix Sesuai Pilihan Usia

Dukung atau tidak? Saya abstain. Buat saya, hidup tetap berjalan seperti biasa. Selama dia masih anak-anak, aturan main game tetap berlaku hanya pada weekend, belajar jalan terus, kasih makan asupan bacaan bermutu tetap yang utama. Saya percaya, mereka masih gampang berubah-ubah. Mari kita lihat, sampai kapan dia bertahan dengan obsesinya itu. Toh, tugas utama orangtua mengawal pendidikan anak sampai pada usia ia bisa dilepas ke masyarakat. Setelah itu, ia bisa memutuskan sendiri hidupnya.

Baca juga: Anak Suka Anime, Ini 5 Manfaatnya!

Baca juga: Kenapa Banyak Orang Lari ke Video Game di Tengah Pandemi

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan