Sorry, we couldn't find any article matching ''
Memotivasi Anak Selama Pandemi Tanpa Omelan, Bisa?
Setelah berminggu-minggu menjalani perubahan rutinitas karena pandemi, banyak yang akhirnya kelabakan dan lelah menghadapi drama dengan anak. Memang bisa memotivasi anak tanpa ngomel?
Pandemi sudah berlangsung selama hampir enam bulan. Selama pandemi ini, banyak yang mengeluhkan jadwal hidup yang berantakan. Ritual semua berubah. Termasuk ritual anak. Jika biasanya pukul 06.00 pagi sudah duduk manis di depan meja makan untuk sarapan dan siap-siap ke sekolah, berhubung sekolah di rumah, nggak ada yang perlu ‘dikejar-kejar’. Mandi bisa jam berapa aja. Makan, selaparnya. Main, belajar, tidur, ya sesempatnya, sepuasnya.
Seminggu, dua minggu, kelihatannya sih seru. Rileks. Tapi setelah berminggu-minggu, banyak yang akhirnya kelabakan. Anak jadi kelepasan soal kedisiplinan. Dari pihak orangtua juga banyak permakluman. Kalau ia keterusan main gadget, “Ya sudahlah, toh, tugasnya sudah dikerjain.”, “Yang penting anak nggak stress”, dan sebagainya.
Jujur, saya juga masih jungkir balik mengatur jadwal hidup anak. Itu baru ngomongin jadwal. Kalau bicara habit atau menanamkan kebiasaan baik, jauh lebih luas lagi dan tidak mungkin bisa diajarkan dalam waktu seminggu dua minggu, butuh waktu bertahun-tahun. Dalam bukunya Laying Down the Rails, Sonya Shafer menjabarkan, habit-habit itu antara lain, kebiasaan kesopanan, mental, moral, fisik, dan agama. Jika dibeberkan satu per satu, ada kurang lebih 60 kebiasaan. Banyak, yah!
Segala sesuatu pasti butuh proses. Yang mendesak, menurut saya pribadi, rapi-rapiin jadwal dulu deh. Ibarat planet berputar pada orbitnya. Ibarat matahari yang terbit dan terbenam pada waktunya. Ada beberapa cara yang bisa diterapkan dalam keluarga, untuk memotivasi anak agar tertanam kebiasaan baik.
Baca juga:
Membesarkan Anak yang Bahagia di Dunia yang Suram
Tentukan hal yang prinsip dalam keluarga
Hal yang berlaku universal, seperti makan tiga kali sehari, salat lima waktu (bagi yang muslim), jam tidur dan jam bangun. Hal yang berbeda dalam tiap keluarga, misalnya, mandi. Buat saya, mandi dua kali sehari, itu prinsip. Buat keluarga lain, mungkin belum tentu. Lalu, pekerjaan rumah tangga yang tidak bisa diabaikan, yang sebagian sudah didelegasikan ke anak, seperti menyapu, jemur baju, menyiram tanaman, mengurusi kotoran kucing peliharaan, bantu masak, dan sebagainya. Untuk hal-hal yang prinsip, sifatnya tidak boleh ada permakluman sedikit pun. Untuk hal-hal yang tidak prinsip, meleset dikit, tak apalah. Hal-hal yang prinsip harus ditentukan oleh orangtua.
Melibatkan anak
Menyitir saran dari Wendy Grolnick, psikolog dari Clark University, orangtua perlu mendengar pendapat dan ide dari anak. “Ketika anak dilibatkan dalam membuat jadwal, mereka akan lebih meyakini bahwa jadwal itu penting, mau menerima, dan mengikutinya.” Sarannya menarik juga.
Ambil contoh, kalau anak susah dibangunkan pagi hari, ajak ia bicara. “Kira-kira menurutmu, apa yang membuatmu susah bangun? Apa yang bisa membuatmu bangun lebih pagi? Gimana kalau jam tidurmu dimajuin lebih cepat, bisa nggak bangunnya pagi?”
Dengan cara ini, anak diajak ikut berpikir, sebelum akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa jam tidur itu memang harus cukup. Karena ada aturan yang prinsip soal bangun pagi, maka mau tidak mau, harus dibuat aturan jam tidur. Hal yang sama bisa diterapkan untuk aktivitas lain, seperti jam istirahat, jam gadget, jam ngemil, dan sebagainya.
Alasan untuk setiap aturan
Beri pemahaman pada anak, kenapa harus ada aturan dan aturan tersebut harus ditegakkan. Orangtua perlu memberikan alasan mengapa mereka menyuruh sesuatu. Alasan di balik perintah tersebut akan menjadi efektif bila anak memahami kaitannya dengan hidupnya.
Anak perlu dibantu dalam menerapkan kebiasaan baik
Kalau anak masih belum bisa menepati jadwal, suka kebablasan main, kesiangan bangun, dan sebagainya, pendekatannya bukan dengan memarahi atau menghukum. Bantu ia untuk mampu menguatkan kehendak. Anak masih butuh diingatkan setiap hari, diberi contoh, dikondisikan. Menceramahi, ngomel dan menghukum anak bukanlah solusi.
Pilih kebiasaan mana yang mau dilatih
Saya yakin setiap orangtua ingin anaknya menerapkan kebiasaan-kebiasaan baik. Daftarnya bisa panjang. Syukur-syukur anaknya mampu. Bagaimana jika semua daftar itu meleset? Tiap hari harus menghadapi drama dan tantrum anak. Mengikuti saran Sonya Shafer, orangtua tidak boleh ambisius. “Lakukan tiga kebiasaan dasar terlebih dahulu. Pilih kebiasaan mana yang akan dilakukan berdasarkan kebutuhan dalam keluarga Anda, pilih salah satu kebiasaan dari setiap kategori untuk ditegakkan satu demi satu.”
Baca juga:
Tips Membesarkan Anak Berwawasan Global
Konsisten
Percuma sebuah aturan dibuat, kalau kitanya tidak konsisten. Mempertahankan sebuah kebiasaan baik yang sudah berjalan, jauh lebih sulit daripada menerapkan kebiasaan baru. Setiap hari, bantulah anak-anak menerapkan apa yang telah mereka pelajari dengan mempraktikkan kebiasaan baru. Ketika Anda menemukan aturan itu tidak ditaati, luangkan waktu untuk menginstruksikan anak tentang cara yang benar, ingatkan dia tentang poin-poin spesifik yang telah Anda diskusikan.
#Notetoself!
Baca juga:
Snowplow Parenting: Saat Orangtua Selalu Membereskan Rintangan yang Dihadapi Anak
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS