New Normal di Dunia Pendidikan, Kembali ke Sekolah atau Tidak?

School Review

Mommies Daily・09 Jun 2020

detail-thumb

Ditulis oleh: Ficky Yusrini

Kapan sekolah masuk? Pendidikan jarak jauh (PJJ) atau temu muka? Pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dengan gamblang. Mommies, setuju yang mana?

Di jagat internet sudah ribut para orangtua yang cemas kalau sekolah bakal segera masuk. Jujur, saya

juga ikut dag dig dug. Saya yakin, para pendidik dan institusi pendidikan juga dibuat bingung. Sebab,

sampai saat ini belum ada kejelasan tentang persekolahan.

5 Indikator Anak Dikatakan Siap Sekolah - Mommies Daily

Pandemi belum reda, sehingga ada kekhawatiran, anak rentan terpapar virus jika persekolahan kembali berjalan normal. IDAI sudah mengeluarkan edaran yang tidak merekomendasikan anak masuk sekolah di Juli nanti. Bahkan, ada gerakan para orangtua yang mengusulkan agar memundurkan tahun ajaran sekolah hingga Januari tahun depan.

Kontroversi tentang sekolah masuk atau PJJ merebak di berbagai negara. Tidak hanya di kita saja. Menteri Pendidikan Inggris, Gavin Williamson, bilang, semakin lama sekolah tutup, semakin banyak yang terlewat. Ia juga menambahkan, apalagi anak di kelas 10 dan 12, yang sedang mengejar tes GCSE dan A-level, mereka akan ketinggalan lebih banyak.

Dalam beberapa jurnal ilmiah tentang pendidikan, juga menyatakan kekhawatiran, ditutupnya sekolah dalam jangka waktu yang cukup lama, hanya akan memperlebar kesenjangan pendidikan, antara mereka yang ekonomi kelas menengah ke atas dengan kelas menengah ke bawah.

Tidak semua anak memiliki kemewahan untuk belajar dari rumah. Baik dari segi fasilitas yang memadai maupun kondisi rumah dan keluarga. Bagi banyak anak, sekolah adalah satu-satunya tempat untuk belajar. Selain itu, mindset orangtua juga berbeda-beda.

Masih banyak orangtua yang menganggap, dengan sistem PJJ, anak seolah tidak dapat apa-apa. Guru pun bingung, seperti memakan simalakama: Diberi tugas banyak, yang repot mengerjakan orangtua, tak diberi tugas, anak sibuk main.

Serba sulit memang. Terlebih, dalam keadaan belum ada tanda-tanda ‘hilal’ dari pemerintah, akan seperti apa new normal persekolahan. Beberapa hal ini adalah gambaran umum situasi persekolahan di masa pandemi, yang saya rangkum dari berbagai sumber, termasuk jurnal ilmiah.

Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Standar protokol pencegahan Covid-19 diterapkan dengan ketat. Meliputi survei riwayat kesehatan, pengecekan suhu, wajib bermasker, pengaturan jarak, pengaturan tempat duduk, tidak saling menyentuh, membiasakan cuci tangan, penyediaan wastafel dan hand sanitizer.

Siswa membawa bekal makanan dan perlengkapan salat sendiri. Dari pihak sekolah, menjaga kebersihan dengan disinfeksi secara rutin. Teorinya mudah, tapi praktiknya akan sulit diterapkan. Butuh edukasi yang intens dan konsisten.

Pembatasan waktu jam belajar temu muka

Dalam waktu yang cukup lama, kita tidak akan kembali ke masa persekolahan seperti sebelum datangnya Covid-19. Pembelajaran temu muka dengan durasi yang cukup panjang, seolah menjadi masa lalu. Kalaupun sekolah akan dibuka kembali, waktu temu muka akan sangat dibatasi, dalam kelompok kecil. Tidak lagi dalam kelas-kelas besar.

Di sekolah anak saya, misalnya. Juni ini sudah menerapkan new normal, temu muka siswa seminggu sekali dating ke sekolah. Itupun kegiatan yang ditawarkan adalah kegiatan seperti aktivitas fisik di alam terbuka, berkebun, motekar berkreasi membuat sesuatu, dan eksperimen proyek. Sedangkan, untuk kegiatan akademik, berlangsung secara online.

Temu muka ke sekolah juga bisa dimanfaatkan untuk mengambil bahan-bahan belajar, terutama untuk sekolah yang kesulitan menerapkan pembelajaran digital secara penuh, misalnya, karena faktor keterbatasan kuota internet atau fasilitas belajar berupa laptop atau handphone.

Pembelajaran online

Pengajaran dan pembelajaran online akan menjadi norma wajib dalam persekolahan. Kita akan lebih sering melihat anak sibuk dengan konferensi video web dengan guru dan teman-temannya. Begitu juga, sistem pembelajaran seperti Google Classroom, Moodle, Blackboard Learn, Canvas, untuk memungkinkan siswa menyelesaikan tugas, menyampaikan presentasi, ujian, maupun feedback dari guru secara online, akan menjadi semakin umum.

Maraknya Penggunaan Open Educational Resources (OER)

Makin banyak sekolah maupun siswa yang mengadopsi OER atau sumber pendidikan terbuka, sebagai alternatif sumber belajar yang murah, ketimbang menggunakan buku teks konvensional. Belakangan, semakin banyak materi pendidikan telah dikembangkan dan disediakan secara gratis bagi guru dan siswa. Konten seperti Pustaka Digital Kemdikbud, Rumah Belajar, Ruang Guru, Khan Academy, Coursera, Future Learn, OER Commons, Lumen Learning, Merlot II, dan banyak lagi lainnya.

Kebijakan berbasis lokal

Kebijakan dalam hal pendidikan harus disadari, tidak bisa diberlakukan secara seragam. Kondisi sekolah di Sukabumi, misalnya, tentu akan berbeda dengan sekolah di Jakarta, juga di Nusa Tenggara, atau Sulawesi. Akan lebih baik jika sekolah diberikan kebebasan untuk mengambil inisiatif sesuai dengan kondisi daerahnya.

Baca:

Kembali Bekerja dengan Sistem New Normal, Apa yang Bisa Kita Siapkan?

Terpaksa Harus ke Rumah Sakit Saat Pandemi, Apa Saja yang Harus Diperhatikan?

Saat Rasanya Terlalu Banyak yang Harus Dilakukan Sebagai Ibu Bekerja