Kemampuan bersosialisasi merupakan bekal anak untuk bertahan hidup. Orangtua berperan penting untuk mengasahnya, bahkan sejak bayi. Bagaimana melatih perkembangan sosial bayi?
Usia newborn sampai dengan bulan ketiga, kemampuan sosial bayi memang belum banyak yang kasat mata. Buat orangtua, usia ini rasanya sangat challenging, mengingat yang bisa mereka lakukan hanyalah menangis. Sekalipun bayi tertawa atau tersenyum, masih sulit untuk diartikan, apakah itu merupakan responnya terhadap sekitar atau sekadar refleks. Namun demikian, orangtua tetap berperan dalam mengoptimalkan kemampuan anak.
Perkembangan sosial di sini artinya adalah segala hal yang berhubungan dengan kemampuan bayi dalam berkomunikasi, bermain, dan membangun relationship dengan orang lain di sekitarnya. Hal ini memang merupakan proses belajar yang akan ia lalui seumur hidupnya. Namun, tahun pertama adalah waktu yang tepat untuk melatihnya.
Bila orangtua tidak membantu mengasah emosi anak dengan benar, maka akan sangat mungkin anak mengalami hambatan, khususnya dalam menumbuhkan rasa percaya diri. Akibatnya, ia akan kesulitan berhubungan dengan orang lain. Sementara, bersosialisasi merupakan bekal penting untuk bertahan hidup.
Apakah si ibu mengalami perubahan hormon yang drastis sehingga memengaruhi masa-masa kehamilannya, cukupkah support yang ia dapatkan dari keluarga, nutrisi yang ia terima, sehingga membantu pembentukan otak janin, sampai proses melahirkan yang dialami. Namun, begitu masuk usia 4 bulan, kepribadian anak mulai terbentuk. Semakin kita mengenali karakter anak, akan lebih mudah bagi kita merespon kebutuhan dan suasana hatinya.
Dalam usia delapan bulan, wajar bila bayi mengalami separation anxiety, menangis resah ketika ditinggal. Wajar pula kalau sebagai orangtua, kita kesulitan mencari waktu yang tepat buat mengajak si kecil bepergian, karena kalau bayi lagi nggak mood, perasaan kita juga akan rentan ikut terganggu.
Namun, bayi yang mengalami kesulitan dalam bersosialisasi biasanya ditandai dengan:
- Tidak tenang, resah, menangis dalam waktu lama, dan tidak tersenyum setiap kali ada banyak orang di sekitarnya.
- Tidak mampu bertatap mata dengan bahkan satu orang di depannya.
- Mengelak, terlihat seperti ingin menghindar dari orang lain.
- Maunya digendong terus, meski dikelilingi oleh wajah yang familiar.
Berinteraksilah dengan anak secara optimal; menatapnya, mengajak ia ngobrol, meskipun kita tahu ia tidak paham dengan kata-kata yang kita ucapkan. Namun, dengan melakukan hal ini, kita memberikan anak kesempatan untuk mengasah kemampuannya bersosialisasi.
Ajak anak ngobrol, kapanpun, di mana pun. Saat ganti popok, mau tidur, bangun tidur, ganti baju, mandi, dsb. Jelaskan pada anak apa yang sedang kita lakukan, “Kita ganti popok dulu ya, Nak, Mama bersihin dulu badannya, supaya wangi, supaya bersih…”
Pasang Youtube? Nggak masalah, selama kita juga rajin bernyanyi dan melafalkan lagu-lagu yang ia dengar, bahkan saat tidak di depan TV.
Bacakan buku, nursery rhymes, ajak main Cilukba, boneka tangan atau boneka jari.
Ajak ia ke berbagai tempat dengan situasi yang beragam. Jalan-jalan di mall, acara keluarga, main di playground, main di kelas bayi, beribadah. Anak perlu mengenal berbagai situasi, ada kalanya ia berada di tempat yang sunyi, namun ada juga tempat yang ramai dan berisik (tapi nggak dibawa nonton bioskop juga, ya!)
Ketika di rumah, bermainlah bersama anak. Bukan hanya duduk menemani, tapi bicara pada anak, kenalkan warna, nama binatang, buah-buahan, nama-nama bentuk, dan sebagainya.
Momen makan adalah momen ia belajar. Kenalkan ragam tekstur pada MPASI, karena kemampuan anak mengunyah turut andil dalam perkembangan sosialnya, terutama kemampuan ia berbicara.