Ditulis oleh: Rachel Kaloh
Karena biasanya kita sudah tidak serutin itu memantau berat dan tinggi badan anak.
Di usia balita, berat badan seringkali jadi isu besar. Banyak ibu yang ‘parno’ saat BB anak kurang atau seret di angka itu-itu aja, tentu karena berat (dan tinggi) badan merupakan faktor penentu dalam menilai status gizi anak. Kalau ngintip di Instagram dr. Meta Hanindita, Sp.A(K), setiap kali beliau buka sesi Q&A, pertanyaan yang hampir pasti selalu nongol, kalau nggak, menu apa yang tepat untuk memulai MPASI, ya masalah anak susah makan, atau BB seret.
Begitu sudah di bangku SD, biasanya isu BB seringkali tergeser oleh isu pendidikan (dan biayanya, hahaha!). Padahal, kalau BB dan TB terus dipantau, sebetulnya akan jauh memudahkan kita untuk bisa lebih cepat tanggap, bila ternyata anak mengalami kekurangan nutrisi. “Berat badan lebih untuk menilai apakah anak kekurangan makronutrien, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Sementara tinggi badan lebih untuk mengukur apakah anak kekurangan mikronutrien, yaitu vitamin dan mineral”, jelas Bebby Astrika S.Gz, salah satu rekan Mommies yang sering saya andalkan dalam urusan gizi anak. Bebby juga menegaskan, “Dalam jangka panjang, kekurangan makro dan mikronutrien ini bisa berujung stunting.”
Baca juga: Kebutuhan Nutrisi Anak Sesuai Tahapan Usia
Pantauan kita terhadap kebutuhan anak akan nutrisi sebaiknya terus dilakukan setidaknya sampai usia anak 12 tahun. Karena sepanjang perjalanan dari usia 6 sampai 12 tahun, biasanya kegiatan anak makin berat. Pulang sekolah, mesti ikut ekskul di dalam maupun di luar sekolah. Jangan sampai, kegiatan anak yang bermanfaat buat pengembangan diri di usianya saat itu jadi terhambat karena terlalu sering absen akibat kekurangan nutrisi, yang biasanya ditandai dengan:
Bukan, bukan kegiatannya yang terlalu banyak! Dari awal memilih kegiatan apa yang mau dilakukan anak di luar sekolah itu, kan, pasti berdasarkan kesepakatan antara anak dan kita, orangtuanya. Bila selama ini ia masih menikmati kegiatan pilihannya, bisa jadi masalah datang karena anak mengalami kekurangan nutrisi, sehingga daya tahan tubuhnya tidak optimal. No wonder dia sering sakit-sakitan.
Kalau sehari-hari jam tidur anak selalu sesuai jadwal tapi saat di sekolah ia selalu lesu dan kurang bersemangat, artinya, tubuhnya memang kekurangan zat-zat penting yang ia butuhkan.
Kekurangan zat-zat penting seperti yodium dan zat besi bisa mengganggu konsentrasi anak dan membuatnya kesulitan mengikuti pelajaran. Tingkat kecerdasan anak pun bukan hanya dipertanyakan, tapi di kemudian hari, bisa jadi ancaman, buat dirinya sendiri.
Kekurangan vitamin A bisa membuat anak rentan terserang penyakit infeksi seperti diare dan campak serta penyakit mata, bahkan bisa mengakibatkan kebutaan akibat rusaknya bagian retina dan kornea. Sementara, kekurangan vitamin D bisa membuat anak rentan mengalami masalah kulit seperti eksim. Kekurangan zinc dapat membuat anak rentan mengalami gangguan pencernaan sampai rambut rontok.
Baca juga: Jangan Sepelekan Diare pada Anak, Terlambat Penanganan Sebabkan Kematian
Meski nggak bisa selalu memantau makanan yang dikonsumsi anak setiap harinya (not to mention ketika di sekolah, saat sedang tidak bersama kita), kita tetap bisa pastikan: