banner-detik
SELF

Verbal Abuse: Ketika Ucapan Bisa Mematikan

author

fiaindriokusumo12 Feb 2020

Verbal Abuse: Ketika Ucapan Bisa Mematikan

Sticks and stones may break my bones, but your words, they will destroy me!

Kalimat di atas adalah kalimat dari Cassandra Giovani seorang penulis novel, yang bagi saya, rasa-rasanya tepat banget.

Bukan, bukan berarti saya menganggap bahwa mendingan disakiti secara fisik daripada secara verbal. Tapi lebih kepada, ketika kita disakiti secara fisik, kita akan lebih aware dan ngeh bahwa “oh saya disakitin nih.” Dan kesadaran ini (seharusnya) membuat kita melawan.

Berbeda dengan disakiti secara verbal, seringkali sebagai korban, kita nggak ngeh kalau apa yang diucapkan oleh orang lain itu masuk ke dalam kategori verbal abuse. Padahal sakitnya sampai ke sumsum tulang begitu mendengar kalimat-kalimat yang dikeluarkan dari lawan bicara. Ditambah ‘lukanya’ lebih susah untuk dilihat. Ya karena yang luka di dalam hati.

Verbal Abuse - Mommies Daily

Apalagi ditambah dengan masih banyaknya orang-orang yang menganggap bahwa …

Namanya hubungan suami istri, wajar kok ada berantem-berantem atau cekcok omongan.

Anak itu kadang perlu memang dikerasin, dibentak atau ditegur dengan keras untuk mendisiplin mereka.

Banyaknya orang yang nggak paham batasan antara pertengkaran biasa dengan verbal abuse membuat semakin banyak korban terjebak di dalam sebuah hubungan yang penuh tindak kekerasan. Plus, pelaku juga seringkali nggak sadar kalau dia telah melakukan verbal abuse.

Berikut, sembilan bentuk kalimat yang bisa masuk ke dalam kategori Verbal Abuse:

1. Merendahkan

Seringkali digunakan untuk menyerang ras, gender, latar belakang, komunitas, gaya hidup, personal seseorang. Pernyataan ini akan membuat kita merasa tidak pernah cukup baik untuk orang lain, tidak merasa penting, dan merasa tidak berharga. Contohnya: Kenapa ya semua perempuan itu cengeng kayak kamu?! Kamu kok pengecut banget!

2. Kritikan

Sebuah kritikan ketika itu sifatnya positif dan membangun tentu saja penting dan menyenangkan, karena ini membantu kita meningkatkan kualitas diri. Namun, ketika kritikan hanya menjadi ajang untuk mengkritik tanpa dasar dan malah membuat kita merasa rendah diri, itu bukanlah kritikan yang sehat. Contohnya: Kamu kerjanya nggak becus (tapi tanpa alasan yang jelas, apa penyebab dianggap nggak becusnya.). Yakin kamu bisa melakukan ini? Kamu kan penakut.

3. Mengancam

Kalimat penuh ancaman seringkali lebih mudah untuk dideteksi. Niatnya untuk menimbulkan rasa takut dari si korban. Contohnya: Kalau kamu nggak mau menuruti apa yang aku inginkan, kamu akan aku kunci di dalam rumah. Atau, kalau kamu nggak ngasih izin, aku akan lompat dari mobil.

4. Selalu menyalahkan

Ini sering terjadi di lingkungan pekerjaan, ketika seseorang gagal melakukan sesuatu namun dia sibuk melemparkan kesalahan ke orang lain. Namun bisa juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Misalnya, suami atau isteri melakukan kesalahan tapi dia mengatakan bahwa kesalahan itu dilakukan karena dipicu oleh ‘dosa’ yang dilakukan pasangannya. Hal ini akan membuat korban menjadi tidak yakin dengan dirinya sendiri. Contohnya: Ya aku selingkuh karena kamu nggak bisa menyenangkan aku di rumah! Aku gagal mendapatkan promosi karena kamu membuat performa kerja aku nggak maksimal.

5. Menuduh

Agak mirip dengan menyalahkan, menuduh sering terjadi ketika pelaku merasa insecure dengan dirinya sendiri atau sebenarnya dia yang melakukan kesalahan, namun untuk mentupi kesalahannya, dia akan menuduh orang lain. Dan ini akan membuat korban mempertanyakan apakah benar yang dituduhkan oleh pelaku? Contohnya: Kamu sengaja dandan seksi seperti itu buat godain teman kantor kamu??

6. Memberikan label negatif

Pelaku tindak kekerasan seringkali memberi cap atau nama panggilan yang negatif terhadap korban. Tujuannya tentu saja untuk membuat korban ketakutan dan kehilangan rasa percaya diri. Contohnya: Dasar tolol. Coba jangan bego jadi orang.

7. Argumen terus menerus

Apakah pasangan kita terus menerus tidak sepakat dalam segala hal dengan kita? Atau orang tua kita selalu mendebat apa pun yang kita katakan? Argumen yang terjadi akan membuat kita merasa lelah dan tak punya kesempatan sama sekali untuk menyuarakan opini kita, dan pelaku biasanya akan mengabaikan apa pun yang kita katakan serta diakhiri dengan teriakan agar kita berhenti bicara. Intinya suara kita nggak akan didengar. Titik!

8. Merendahkan

Membuat lelucon untuk merendahkan orang lain. Contohnya: Kasihan lho kursinya, keberatan banget tuh didudukin kamu!

9. Mood Killers

Pernah berhadapan dengan orang yang setiap kali komentar selalu negatif atau tidak menyenangkan? Juaranya melihat sisi negatif dari setiap hal yang kita lakukan. Nah ini termasuk di dalam verbal abuse.

Bicara dampak jangka pendek dari verbal abuse, ini yang akan terjadi:

- Menurunnya motivasi

- Perasaan tidak berharga

- Overthinking

- Selalu ragu-ragu

- Rasa percaya diri yang rendah

- Malas berinteraksi

Efek jangka panjang:

- Anxiety atau rasa cemas berlebihan

- PTSD

- Depresi

- Keinginan untuk bunuh diri

- Gangguan makan

- Gangguan tidur

- Gangguan kesehatan

- Sulit menjalin hubungan

- Memisahkan diri dari pergaulan

- Penuh rasa marah

Semoga setelah kita memahami verbal abuse dengan lebih baik, kita bisa segera mencari bantuan dan jalan keluarnya, entah kita sebagai pelaku atau pun korban.

Baca juga:

Hubungan yang Paling Penting Dijaga: Hubungan dengan Diri Sendiri

Sumber artikel: The Minds Journal

Share Article

author

fiaindriokusumo

Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan